Monday, January 13, 2014

Dewa dan Tanah Jawa

elah disebutkan sebelumnya bahwa  para dewa mengemban tugas dari Sang Penguasa Alam untuk menuntun dan mengayomi kehidupan manusia di dunia.

Bagaimana hubungannya dengan tanah Jawa ?

Peranan para Dewa di tanah Jawa sudah berlangsung lama sejak jaman kerajaan purba. Sesudah masa pra-sejarah, kerajaan besar yang tercatat di dalam sejarah adalah kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat hingga terakhir kerajaan Medang di Jawa Tengah (Mataram Kuno / Hindu). Selain itu ada banyak kerajaan-kerajaan kecil di berbagai daerah. Kerajaan-kerajaan itu saling berseteru dan saling menaklukkan.

Di tanah Jawa Dewa Wisnu pertama kali menitis adalah ke dalam diri Prabu Airlangga, raja kerajaan Kahuripan. Airlangga adalah putra dari raja Udayana, raja Kerajaan Bedahulu di Bali dari Wangsa Warmadewa. Ibunya bernama Mahendradatta, seorang putri Wangsa Isyana dari Kerajaan Medang.

Waktu itu Medang menjadi kerajaan yang cukup kuat, bahkan mengadakan penaklukan ke Bali, mendirikan koloni di Kalimantan Barat, serta mengadakan serangan ke Sriwijaya ( http://id.wikipedia.org/wiki/Airlangga ).

Airlangga menikah dengan putri pamannya, yaitu Dharmawangsa Teguh di Watan, ibu kota Kerajaan Medang. Ketika pesta pernikahan sedang berlangsung, tiba-tiba kota Watan diserbu Raja Wurawari dari Lwaram (sekarang desa Ngloram, Cepu, Blora). Dalam serangan itu, Dharmawangsa Teguh tewas, sedangkan Airlangga lolos ke hutan pegunungan ditemani pembantunya yang bernama Mpu Narotama. Saat itu ia berusia 16 tahun. Airlangga menjalani kehidupan di hutan lereng gunung dan berkumpul dengan para pertapa dan pendeta. Sejak inilah perjuangan Airlangga dimulai.
Setelah tiga tahun hidup di hutan, Airlangga didatangi utusan rakyat yang memintanya supaya membangun kembali Kerajaan Medang. Mengingat kota Watan sudah hancur, Airlangga pun membangun ibu kota baru bernama Watan Mas di dekat Gunung Penanggungan.
Periode awal pemerintahan Airlangga dipenuhi dengan peperangan dan penaklukan terhadap negara-negara bawahan yang pernah menjadi bagian dari pemerintahan kerajaan Medang, bahkan kerajaannya juga pernah dikalahkan oleh seorang raja wanita dari daerah Tulungagung. Airlangga terpaksa melarikan diri ke desa Patakan ditemani Mapanji Tumanggala, dan membangun ibu kota baru di Kahuripan. Pada masa kemudian raja wanita itu akhirnya dapat dikalahkannya. Dalam tahun itu pula Airlangga dan Mpu Narotama mengalahkan Raja Wurawari, membalaskan dendam Wangsa Isyana. Terakhir Airlangga menumpas pemberontakan Wijayawarma raja Wengker yang juga sudah pernah ditaklukannya dulu. Wijayawarma melarikan diri dari kota Tapa, namun kemudian mati dibunuh oleh rakyatnya sendiri.
Kerajaan baru dengan pusatnya di Kahuripan, Sidoarjo ini wilayahnya membentang dari Pasuruan di timur hingga Madiun di barat. Pantai utara Jawa, terutama Surabaya dan Tuban, menjadi pusat perdagangan yang penting untuk pertama kalinya. Airlangga naik tahta dengan gelar abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramattunggadewa. Airlangga juga memperluas wilayah kerajaan hingga ke Jawa Tengah, bahkan pengaruh kekuasaannya diakui sampai ke Bali. Menurut prasasti Pamwatan (1042), pusat kerajaan kemudian pindah ke Daha (daerah Kediri sekarang).
Ketika itu Airlangga dikenal atas toleransi beragamanya, yaitu sebagai pelindung agama Hindu Syiwa dan Budha. Airlangga juga menaruh perhatian terhadap seni sastra. Tahun 1035 Mpu Kanwa menulis Arjuna Wiwaha yang diadaptasi dari epik Mahabharata. Kitab tersebut menceritakan perjuangan Arjuna mengalahkan Niwatakawaca, sebagai kiasan Airlangga mengalahkan Wurawari.

Dalam masa pemerintahan Airlangga di desa Girah tinggal seorang janda sakti bernama Calon Arang bersama dengan anak gadisnya bernama Ratna Manggali. Karena orang-orang takut kepada sang janda, maka tak ada laki-laki yang berani melamar Ratna Manggali. Mengetahui itu Calong Arang marah dan menenung rakyat sebagai hukuman. Ia melakukan upacara yang mengerikan di atas kuburan. Kekuatan ilmu Calon Arang tinggi sekali, karena ia dibantu juga oleh Batari Durga sesembahannya. Wabah penyakit menyebar, orang sakit pagi sorenya mati, malam sakit paginya mati. Korban mati banyak sekali.
Pasukan tentara dikirim ke desa Girah untuk membunuh Calon Arang, tetapi tidak berhasil karena sang janda sakti sekali. Pasukan utusan raja itu mati semua terbunuh. Kemarahan Calon Arang semakin menjadi-jadi dan semakin keras pula tenungnya ditebarkan, sehingga korban rakyat semakin banyak, bahkan hewan-hewan ternak pun ikut binasa.

Raja terus berupaya, para pendeta dan resi di istana berdoa untuk mencari petunjuk. Akhirnya turunlah petunjuk bahwa hanya Mpu Bharada dari Desa Lemah Tulis saja yang mampu mengatasinya. Mpu Bharada menerima penugasan sang raja. Akhirnya Calon Arang berhasil dikalahkan.

Tujuan peranan para Dewa dan Dewa Wisnu yang menitis ke dalam pribadi Prabu Airlangga adalah untuk mendirikan tonggak baru pemerintahan tanah Jawa. Prabu Airlangga sendiri sudah ditentukan sebagai orang yang akan menurunkan raja-raja tanah Jawa. Selain itu tujuan peranan para dewa adalah untuk menghentikan angkara murka Calon Arang yang bersekutu dengan Batari Durga.

Peranan para Dewa dan wahyunya terus berlanjut hingga keturunan Prabu Airlangga, yaitu Prabu Jayabaya, yang mencetuskan ramalan tentang perjalanan kehidupan masa depan manusia tanah Jawa (Ramalan / Jangka Jayabaya) yang semuanya tidak terlepas dari peranan para Dewa dan wahyunya di tanah Jawa. Jayabaya turun tahta pada usia tua. Ia moksa di desa Menang, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri. Petilasan tempat moksanya itu dikeramatkan oleh penduduk setempat dan masih ramai dikunjungi orang sampai sekarang.



---------------



Contoh lain tindakan para Dewa dalam mengatur kehidupan manusia secara langsung adalah yang terjadi di pulau Jawa pada jaman Singasari - Majapahit. Ketika para Dewa menjatuhkan pilihannya kepada raja Singasari, Sri Rajasa Kertanegara, dan raja-raja Majapahit di Jawa Timur,  Dewa Wisnu melakukan tindakan sendiri dengan melakukan penitisan yang kedua kalinya di tanah Jawa, yaitu menitis ke dalam pribadi Prabu Siliwangi, raja kerajaan Pajajaran di Jawa Barat.  Apa hubungannya ?



Kerajaan Singasari adalah kerajaan pendahulu dari kerajaan Majapahit. Sesudah masa kutukan Mpu Gandring berakhir, wahyu raja yang besar diturunkan kepada raja Singasari yang bernama Sri Rajasa Kertanegara.

Di bawah pemerintahan raja Sri Rajasa Kertanegara, kerajaan Singasari berhasil mengembangkan wilayah kekuasaannya menjadi sangat luas. Semuanya diperoleh dengan cara mengalahkan / menundukkan kerajaan-kerajaan penguasa wilayahnya masing-masing. Bahkan wilayah kekuasaan Singasari pun meliputi juga wilayah Kalimantan Utara (Malaysia), Vietnam, Kamboja dan Laos yang sebagiannya merupakan wilayah kekuasaan kerajaan Tartar, Mongolia, sehingga kerajaan Tartar merasa tercoreng wajahnya, karena sebagian wilayah kekuasaannya dicaplok oleh Singasari. Terlebih lagi karena utusannya yang dikirim untuk memperingatkan Singasari supaya tunduk kepada Tartar tanpa harus hancur oleh tentaranya, ternyata ditolak dan dipermalukan oleh raja Singasari, Sri Rajasa Kertanegara.

Ketika kerajaan Singasari mengerahkan kekuatannya di laut untuk menghadapi serangan dari bangsa Tartar, ternyata mereka ditusuk dari belakang. Kerajaan Singasari diserang oleh tentara raja kerajaan Gelang-gelang, Jayakatwang, yang adalah raja kecil di bawah kerajaan Singasari. Bahkan Raja Kertanegara pun tewas dalam serangan tersebut.


Para Dewa menjatuhkan pilihan untuk membantu Raden Wijaya, menantu Raja Kertanegara, merintis kembali kejayaan para leluhurnya dengan membangun kerajaan Majapahit, dan mendampingi raja-raja Majapahit sesudahnya. Dengan caranya sendiri para Dewa memberikan  'pencerahan'  dan kekuatan kepada Raden Wijaya dan orang-orang yang setia kepadanya. Selain berhasil menipu pasukan Mongol yang datang untuk maksud menyerang, menunggangi pasukan Mongol untuk menyerang dan membunuh raja Jayakatwang, juga mengusir balik tentara Mongol ke negeri asalnya.

Kerajaan Majapahit mencapai kejayaannya di bawah kepemimpinan Ratu Tribhuana Tunggadewi, yang menerima wahyu makutarama, sekaligus juga menerima wahyu besar raja yang dulu diterima oleh kakeknya Sri Rajasa Kertanegara, raja terakhir Singasari, dengan Gajah Mada sebagai mahapatih, yang menerima wahyu kepangkatan dan derajat yang sama besar dengan wahyu rajanya. Mereka adalah orang-orang pilihan Dewa. Misi para Dewa adalah membantu membangun kerajaan Majapahit yang memuja Dewa dalam peribadatannya, dan juga membantunya melawan bangsa Mongol, kerajaan besar tetapi tidak mengenal para Dewa.

Di bawah kerajaan Majapahit, wilayah kekuasaan Singasari dahulu diperluas lagi menjadi wilayah yang sekarang dikenal sebagai wilayah nusantara. Bahkan kerajaan Sriwijaya di Palembang, yang adalah kerajaan terkuat di wilayah barat, berhasil dikalahkannya, sehingga panji-panji kebesaran Majapahit berkibar di seluruh nusantara. Walaupun kerajaan Majapahit tidak secara nyata menguasai daratan dan lautan, tetapi kerajaan-kerajaan yang menjadi penguasanya berhasil ditundukkannya. Pasukan Mongol pun, yang beberapa kali dikirim untuk menyerang Majapahit, berhasil diusir kembali (baca juga :  Gajah Mada dan Majapahit).

Kerajaan Majapahit mulai mengalami kemunduran di tangan raja Hayam Wuruk, raja yang tidak memiliki wahyu raja dalam dirinya, karena para dewa tidak berkenan kepadanya. Seorang raja congkak, yang hanya menikmati kebesaran dan kejayaan hasil kerja para raja pendahulunya. Raja, yang karena ingin juga dipandang sebagai raja besar dan hebat, dan bahkan ingin dipandang lebih besar daripada dewa manapun, memerintahkan tentaranya untuk menyerang kerajaan-kerajaan di Jawa Barat, perbuatan yang selalu dihindari oleh para raja pendahulunya, karena raja-raja di Jawa Barat adalah juga raja-raja di bawah naungan para dewa, yang juga memuja dewa di dalam peribadatannya.

Ketika kemudian kesalahannya itu terbukti, semua kesalahan itu ditimpakannya kepada mahapatih Gajah Mada, sang mahapatih yang sebelumnya pun sudah memperingatkannya. Segala fitnah kambing hitam dijatuhkannya kepada mahapatih Gajah Mada, sehingga kemudian Gajah Mada memilih mundur dari keprajuritan. LengserMenepi  di sebuah goa di lereng gunung di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan moksa dengan membawa kepahitan di dalam hatinya. Kejayaan dari pengabdian tulus seumur hidup telah berbalik menjadi kehinaan dan nista di tangan seorang raja congkak dan tak berbudi luhur !
Dewa Wisnu menitis ke dalam diri Prabu Siliwangi di Pajajaran dengan misi membendung pergerakan kerajaan Majapahit yang ingin menundukkan kerajaan-kerajaan di Jawa Barat.


-----------------

Pengayoman para dewa di tanah Jawa berkurang jauh sekali setelah raja Brawijaya, raja terakhir Majapahit, memutuskan untuk menerima agama Islam, suatu agama baru yang tidak mengenal dewa dalam pemujaannya, dan juga setelah raja Siliwangi memilih lengser dari ke-prabu-an-nya karena menolak pemaksaan agama Islam dan kemudian moksa.  Para dewa, yang sebelumnya sering bersemayam di Candi Dieng dan di situs-situs Majapahit sebagai tempat perhentiannya yang kedua setelah Kahyangan, mulai angkat kaki, kembali ke Kahyangan.
Wahyu-wahyu yang kemudian diturunkan para dewa di tanah Jawa pun bukan lagi wahyu-wahyu besar, tetapi wahyu-wahyu yang kecil dan ringan kadarnya, sehingga setelah jaman Majapahit berakhir, tidak ada lagi raja di tanah Jawa yang mampu menjadi raja besar yang setanding dengan raja-raja pada jaman Kediri, Singasari dan Majapahit. Tidak ada lagi spiritualis yang mampu menghasilkan karya-karya besar yang setanding dengan yang dihasilkan pada jaman Kediri, Singasari dan Majapahit. Para empu keris pun tidak lagi mampu menghasilkan keris-keris yang setanding dengan keris-keris yang dihasilkan pada jaman Kediri, Singasari dan Majapahit. 

Tanah Jawa, setelah masa kejayaan Majapahit berakhir, telah kehilangan pamornya. Tidak ada lagi kejayaan. Hanya kerajaan-kerajaan kecil saja yang ada. Bahkan kemudian menjadi jajahan dan jarahan bangsa-bangsa lain dari tanah seberang. Setelah jaman kerajaan berakhir, berubah menjadi jaman republik, tanah Jawa pun tetap menjadi bahan perebutan kekuasaan dan jarahan orang-orang yang tidak berbudi luhur.
Kejayaan tanah Jawa telah berakhir !


Mungkinkah para dewa akan kembali lagi ke tanah Jawa ?
Mungkinkah para dewa akan membangkitkan kembali kejayaan tanah Jawa ?
Benarkah nanti setelah munculnya  manusia pilihan dewaSang Satria Piningit,  yang kemudian akan menjadi Sang Ratu Adil,  tanah Jawa akan kembali berjaya ?

-------------

Sekalipun para dewa sudah tidak secara langsung mengayomi tanah jawa, tetapi mereka tetap melakukan tugas mereka dengan menurunkan wahyu-wahyu mereka di tanah jawa. Hanya saja sayangnya wahyu-wahyu itu kecil-kecil dan ringan kadarnya.
Setelah jaman kerajaan berakhir dan berganti menjadi jaman Republik, seperti yang sudah diketahui secara spiritual, dan sudah juga diramalkan sejak dulu, kepemimpinan negara Indonesia (nusantara) tidak terlepas dari adanya wahyu keprabon.

Wahyu yang diturunkan kepada presiden pertama RI adalah wahyu yang penting. Presiden itulah yang sudah ditentukan sebagai pembuka jalan "kebangkitan" pemerintahan tanah jawa dan batas-batas wilayah Singasari - Majapahit dipulihkan kembali. Tetapi sayangnya, beliau tidak mempunyai visi untuk "membesarkan" Indonesia dan tidak bisa merangkul semua orang, sehingga banyak orang yang semangatnya menggebu-gebu tidak dapat tersalurkan dengan benar, sehingga banyak orang yang kemudian memaksakan diri untuk tampil menjadi pemimpin dan penguasa.

Dalam sejarah negara Indonesia, wahyu yang diturunkan kepada presiden ke 2 Indonesia adalah wahyu yang paling besar kadarnya, karena presiden itulah yang sudah ditentukan sebagai yang  "membesarkan" negara
dan bangsa Indonesia. Sayangnya, sang presiden tidak tahu kapan masa tugasnya berakhir, sehingga harus secara paksa diturunkan dari tahtanya.
Wahyu-wahyu keprabon yang diturunkan kepada "raja-raja" berikutnya semakin kecil dan ringan kadarnya, sehingga  "raja-raja"-nya tidak bisa menjadi "raja besar" dan tidak bisa mengangkat negara Indonesia menjadi negara "besar".

Tetapi nanti, sesuai ramalan para leluhur, seorang manusia yang disebut Satria Piningit, yang kemudian akan menjadi Sang Ratu Adil, adalah yang ditentukan sebagai pewaris pemerintahan tanah jawa. Segala macam wahyu-wahyu besar, wahyu kepemimpinan pemerintahan, spiritual, kerohanian, kesepuhan, dsb, akan tumpuk padanya. Bahkan pusaka-pusaka dewa dan pusaka-pusaka sakti tanah jawa, yang telah moksa dari kehidupan manusia, juga akan diwariskan kepadanya. Dia tidak hanya akan menjadi "raja" di dunia manusia, tetapi juga akan menjadi raja di dunia mahluk halus (semua mahluk halus akan tunduk padanya dan yang menentangnya akan remuk di tangannya).

ARTKEL TERKAIT



No comments: