Menegok
kembali ke dalam beberapa materi ajar sejarah yang diberikan kepada
generasi muda Indonesia, dari pendidikan Dasar hingga bangku
perkuliahan, barangkali akan membuat kita terhenyak dan terheran-heran.
Sejumlah fakta atau bahkan opini terkadang hanya ditampilkan sekilas,
sehingga tidak jarang membentuk persepsi yang salah terhadap
substansinya. Pemaparan fakta yang bersifat demikian sudah tentu akan
membuka ruang bagi kesalahan penafsiran. Sejarah, bisa jadi, memang
berasal dari fakta tunggal yang kemudian ditafsirkan dengan menggunakan
berbagai sudut pandang sehingga menghasilkan berbagai penafsiran
berbeda. Namun memaparkan fakta secara sekilas dan memberi ruang bagi
kesalahan penafsiran juga merupakan hal yang musti dihindari.
Sumpah Palapa: Maha Pati Gajah Mada Berkata: "Jika saya telah mengalahkan pulau-pulau lain, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika saya telah mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa".
Showing posts with label Renungan Islam. Show all posts
Showing posts with label Renungan Islam. Show all posts
Monday, January 13, 2014
ANTARA ISLAM DAN KEBUDAYAAN CANDI
Salah satu upaya yang dilakukan oleh
orientalis dalam menyingkirkan pengaruh dan peranan Islam dalam suatu
masyarakat adalah melalui nativisasi. Nativisasi ini secara
sederhana dapat didefinisikan sebagai usaha yang sistematis maupun tidak
yang dijalankan untuk menghilangkan peran kesejarahan Islam dan umatnya
dari suatu negeri dengan cara mengangkat budaya lokal setempat.
Keberadaan “budaya lokal” setempat yang diangkat itu sendiri, dalam arus
nativisasi, bukan merupakan hal yang telah final, melainkan melalui
proses rancang ulang yang tidak jarang merupakan hasil rekayasa belaka.
Tujuan utama dari program ini adalah memarginalkan peran Islam, lantas
menempatkannya sebagai “pengaruh asing” yang diposisikan berseberangan
dengan “agama asli” pribumi. Bukan dalam rangka mengangkat budaya
pribumi itu sendiri, melainkan lebih banyak dilakukan untuk kepentingan
lain yang bersifat hegemonik, termasuk kristenisasi.
SPEKULASI MENUJU KITAB YANG “TERPELIHARA”
“Maka kecelakaan yang besarlah bagi
orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu
dikatakannya: “Ini dari Allah”, (dengan maksud) untuk memperoleh
keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan besarlah
bagi mereka, akibat dari apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri,
dan kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang mereka
kerjakan”. (Qs. Al Baqarah, 2: 79)
PENDAHULUAN

Buku berisi penyesatan ini disebarkan di kalangan masyarakat Muslim
Tidak hanya satu atau
dua karya Kristen yang digunakan sebagai alat untuk mendiskreditkan
kitab suci Al Quran. Karya tersebut tidak jarang pula merupakan
perpanjangan tangan dari kepentingan Kristenisasi. Penyebarannya
meliputi kalangan umat Islam yang masih memiliki kondisi pemahaman
terhadap Islam secara terbatas. Misalnya, Gilchrist menyebutkan bahwa
pada era khalifah Utsman bin Affan, Ibnu Mas’ud menolak naskah Hafsah,
sedangkan Ibnu Mas’ud sendiri dikatakan memiliki naskah lain yang
berbeda.
FITNA DAN KETAKUTAN DUNIA BARAT
Masih segar dalam ingatan kita bagaimana Robert Morrey menumpahkan kekesalannya terhadap Islam melalui karyanya yang berjudul “The Islamic Invasion”
yang secara tegas dan penuh kekhawatiran sekaligus menunjukkan sikapnya
yang anormatif menyatakan bahwa buku bernuansa sinisme dan sarkasme
tersebut akan berguna untuk membendung cepatnya perkembangan Islam di
Barat. Selanjutnya kita dingatkan dengan tingkah polah sebuah penerbitan
surat kabar di Denmark yang mencari sensasi melalui pemuatan kartun
Muhammad saw yang secara atraktif dan provokatif berusaha memancing
emosi umat Islam. Belum lagi ingatan kita terhapus dari peristiwa
sebelumnya, kembali Geert Wilders, seorang anggota Parlemen Belanda dari
partai sayap kanan, menunjukkan kebenciannya terhadap Islam melalui
film hasil besutannya yang berjudul “Fitna”.
Tuesday, October 11, 2011
Orang-Orang Yang Di Doakan Oleh Malaikat
Allah SWT berfirman, "Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba
yang dimuliakan, mereka tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka
mengerjakan perintah-perintah-Nya. Allah mengetahui segala sesuatu yang
dihadapan mereka dan yang dibelakang mereka, dan mereka tidak memberikan
syafa'at melainkan kepada orang-orang yang diridhai Allah, dan mereka selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya" (QS Al Anbiyaa' 26-28)
Jadi siapa yang tak ingin didoakan oleh makhluk Allah yang paling taat ini?
Kalau ingin didoakan para malaikat, lakukanlah amal sholeh berikut ini.
1.. Orang yang tidur dalam keadaan bersuci. Imam Ibnu Hibban meriwayatkan
dari Abdullah bin Umar ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang
tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya.
Dia tidak akan bangun hingga malaikat berdoa 'Ya Allah, ampunilah hambamu si
fulan karena tidur dalam keadaan suci'" (hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/37)
2.. Orang yang duduk menunggu shalat. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra.,
bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah salah seorang diantara kalian yang duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, kecuali para malaikat akan mendoakannya 'Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah sayangilah ia'" (Shahih Muslim no. 469)
3.. Orang - orang yang berada di shaf bagian depan di dalam shalat. Imam Abu
Dawud (dan Ibnu Khuzaimah) dari Barra' bin 'Azib ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang - orang) yang berada pada shaf - shaf terdepan"
(hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud I/130)
4.. Orang - orang yang menyambung shaf (tidak membiarkan sebuah kekosongan di dalm shaf). Para Imam yaitu Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al Hakim meriwayatkan dari Aisyah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah dan para malaikat selalu bershalawat kepada orang - orang yang menyambung shaf - shaf" (hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/272)
5.. Para malaikat mengucapkan 'Amin' ketika seorang Imam selesai membaca Al
Fatihah. Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Jika seorang Imam membaca 'ghairil maghdhuubi 'alaihim waladh dhaalinn', maka ucapkanlah oleh kalian 'aamiin', karena barangsiapa ucapannya itu bertepatan dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni dosanya yang masa lalu" (Shahih Bukhari no. 782)
6.. Orang yang duduk di tempat shalatnya setelah melakukan shalat. Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Para malaikat akan selalu bershalawat kepada salah satu diantara kalian selama ia ada di dalam tempat shalat dimana ia melakukan shalat, selama ia belum batal wudhunya, (para malaikat) berkata, 'Ya Allah ampunilah dan sayangilah ia'"
(Al Musnad no. 8106, Syaikh Ahmad Syakir menshahihkan hadits ini)
7.. Orang - orang yang melakukan shalat shubuh dan 'ashar secara berjama'ah.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Para malaikat berkumpul pada saat shalat shubuh lalu para malaikat ( yang menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga shubuh) naik (ke langit), dan malaikat pada siang hari tetap tinggal. Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu shalat 'ashar dan malaikat yang ditugaskan pada siang hari (hingga shalat 'ashar) naik (ke langit)
sedangkan malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal, lalu Allah bertanya kepada mereka, 'Bagaimana kalian meninggalkan hambaku ?', mereka menjawab, 'Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan shalat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada hari kiamat'" (Al Musnad no. 9140, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir)
8.. Orang yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan. Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ummud Darda' ra., bahwasannya Rasulullah SAW bersabda, "Doa seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada seorang malaikat yang menjadi wakil baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut berkata 'aamiin dan engkaupun mendapatkan apa yang ia dapatkan'" (Shahih Muslim no. 2733)
9.. Orang-orang yang berinfak. Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidak satu hari pun dimana pagi harinya seorang hamba ada padanya kecuali 2 malaikat turun kepadanya, salah satu diantara keduanya berkata, 'Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak'. Dan lainnya berkata, 'Ya Allah, hancurkanlah harta orang yang pelit'"
(Shahih Bukhari no. 1442 dan Shahih Muslim no. 1010)
10.. Orang yang makan sahur. Imam Ibnu Hibban dan Imam Ath Thabrani, meriwayaatkan dari Abdullah bin Umar ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang - orang yang makan sahur"
(hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhiib wat Tarhiib I/519)
11.. Orang yang menjenguk orang sakit. Imam Ahmad meriwayatkan dari 'Ali bin Abi Thalib ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah seorang mukmin menjenguk saudaranya kecuali Allah akan mengutus 70.000 malaikat untuknya yang akan bershalawat kepadanya di waktu siang kapan saja hingga sore dan di waktu malam kapan saja hingga shubuh"
(Al Musnad no. 754, Syaikh Ahmad Syakir berkomentar, "Sanadnya shahih")
12.. Seseorang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain. Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abu Umamah Al Bahily ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas seorang yang paling rendah diantara kalian. Sesungguhnya penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang di dalam lubangnya dan bahkan ikan, semuanya bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain"
(dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Kitab Shahih At Tirmidzi II/343)
Sunday, October 2, 2011
AKHIRAT, TEMPAT TINGGAL MANUSIA YANG SEBENARNYA
Banyak orang yang mengira bahwa mungkin saja menjalani kehidupan yang sempurna di dunia ini. Menurut pandangan ini, hidup yang bahagia dan menyenang-kan dicapai melalui kelimpahan materi, yang bersama dengan sebuah kehidupan rumah tangga yang memuaskan dan pengakuan atas status sosial seseorang umumnya dianggap sebagai asas bagi kehidupan yang sempurna.
Namun menurut cara pandang Al Quran, suatu "kehidupan yang sempurna" yaitu, kehidupan tanpa masalah adalah mustahil di dunia ini. Ini semata karena kehidupan di dunia memang sengaja dirancang untuk tidak sempurna.
Akar kata bahasa Arab bagi 'dunia' dunya mempunyai sebuah arti penting. Secara etimologis, kata ini diturunkan dari akar kata daniy, yang berarti "sederhana", "remeh", "rendah", dan "tak berharga". Jadi, kata 'dunia' dalam bahasa Arab secara inheren mencakup sifat-sifat ini.
Ketidakberartian kehidupan ini ditekankan berkali-kali pada awal situs ini. Memang semua faktor yang dipercaya akan membuat hidup indah — kekayaan, kesuksesan pribadi dan bisnis, pernikahan, anak-anak, dan seterusnya — tak lebih dari tipuan yang sia-sia. Ayat tentang ini sebagai berikut:
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warna-nya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (QS. Al Hadiid, 57: 20)
Dalam ayat lainnya, Allah menyebutkan kecenderungan manusia kepada dunia daripada akhirat:
Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (QS. Al-A'laa, 87: 16-17)
Berbagai masalah muncul hanya karena, dibandingkan hari akhirat, manusia menilai hidup ini terlalu tinggi. Mereka merasa senang dan puas dengan apa yang mereka miliki di sini, di dunia ini. Perilaku seperti ini tidak lain berarti memalingkan diri dari janji Allah dan karenanya dari realitas keberadaan-Nya yang agung. Allah menyatakan bahwa akhir yang memilukan telah menunggu mereka.
Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami. (QS. Yunus, 10: 7)
Tentu saja, ketidaksempurnaan hidup ini tidak menyangkal kenyataan adanya hal-hal yang baik dan indah di muka bumi. Tetapi di bumi ini, apa yang dinilai indah, menggembirakan, menyenangkan, dan menarik berpasang-pasangan dengan ketidaksempurnaan, cacat dan jelek. Tentu saja, jika diamati dengan pikiran yang tenang dan teliti, fakta-fakta ini akan membuat seseorang menyadari kebenaran hari akhir. Bersama Allah, kehidupan yang benar-benar baik dan bermanfaat bagi manusia adalah kehidupan akhirat.
Allah memerintahkan para hamba-Nya yang setia untuk berupaya keras memperoleh surga dalam ayat berikut:
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (QS. Ali ‘Imran, 3: 133)
Mereka yang Bersegera bagi Surga
Dalam Al Quran, orang-orang yang beriman diberikan kabar gembira mengenai ganjaran dan kebahagiaan abadi. Namun, apa yang umumnya diabaikan adalah fakta bahwa kebahagiaan dan kesenangan abadi ini dimulai semenjak kita masih ada di kehidupan sekarang ini. Ini karena, di dunia ini juga, orang-orang beriman tidak dicabut dari kemurahan hati dan kasih sayang Allah.
Dalam Al Quran, Allah menyatakan bahwa orang mukmin sebenarnya yang menyibukkan diri dengan amal kebajikan di dunia ini akan memperoleh tempat tinggal yang amat baik di Akhirat:
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. An-Nahl, 16: 97)
Sebagai ganjaran dan sumber kebahagiaan, di dunia ini Allah melimpahkan banyak kemurahan dan juga rezeki yang tak terduga-duga dalam kehidupan yang menyenangkan secara pribadi dan masyarakat kepada hamba-hamba-Nya yang sejati. Inilah hukum Allah yang kekal. Karena kekayaan, kemegahan, dan keindahan merupakan ciri-ciri asasi dari surga, Allah juga membuka kekayaan-Nya kepada orang-orang mukmin yang tulus di dunia ini. Ini tentu saja awal dari kehidupan yang menyenangkan dan terhormat tanpa akhir.
Berbagai tempat dan perhiasan yang indah di dunia ini hanyalah gaung dari yang sebenarnya di surga. Keberadaan mereka membuat orang mukmin sejati memikirkan surga dan merasa kerinduan yang makin dalam kepadanya. Sementara itu, sepanjang hidupnya, sangat mungkin seorang mukmin menderita kesulitan dan kesedihan; namun, mukmin sejati meletakkan kepercayaannya kepada Allah dan dengan sabar menanggung penderitaan apa pun yang menimpa. Lebih dari itu, karena menyadari bahwa ini merupakan jalan untuk memperoleh kesenangan yang baik dari Allah, sikap sedemikian memberikan kelegaan khusus dalam hatinya.
Pribadi mukmin adalah seorang yang terus-menerus menyadari keberadaan penciptanya. Dia tunduk akan semua perintah-Nya dan berhati-hati menjalani kehidupan sebagaimana diuraikan dalam Al Quran. Dia memiliki dugaan dan harapan yang realistis bagi kehidupannya setelah kematian. Karena seorang mukmin meletakkan kepercayaannya kepada penciptanya, Allah meringankan semua kesengsaraan dan penderitaan dari hatinya.
Yang lebih penting lagi, seorang mukmin setiap saatnya merasakan tuntunan dan dukungan dari penciptanya. Ini merupakan kedamaian hati dan pikiran yang berasal dari kesadaran bahwa Allah bersamanya setiap kali dia berdoa, menyibukkan diri dengan amal-amal kebaikan, atau melakukan sesuatu — penting atau tidak berarti — semata untuk memperoleh keridhaan-Nya.
Ini sudah tentu merupakan sebuah perasaan aman yang mengilhami hati seorang mukmin yang memahami bahwa "Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah." (QS. Ar-Ra'd, 14: 11), dan bahwa dia akan memperoleh kemenangan dalam perjuangannya dengan nama Allah, dan bahwa dia akan menerima kabar baik mengenai ganjaran abadi: surga. Maka, mukmin sejati tidak pernah takut atau bersedih, sesuai dengan ilham Allah kepada para malaikat "Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan orang-orang yang telah beriman" (QS. Al Anfaal, 8: 12)
Orang mukmin adalah mereka yang berkata "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka (QS. Fushshilat, 41: 30). Juga "bagi mereka para malaikat turun" dan kepada siapa para malaikat berkata, "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu" (QS. Fusshhilat, 4: 30).
Orang mukmin juga menyadari bahwa pencipta mereka "tidak memikulkan kewajiban kepada diri seseorang melainkan sekadar kesanggupannya" (QS. Al A'raaf, 7: 42).
Mereka sangat menyadari bahwa "Allah lah menciptakan segala sesuatu menurut ukuran." (QS. Al Qamar, 54: 49). Jadi, merekalah yang berkata, "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal" (QS. At-Taubah, 9: 51) dan meletakkan kepercayaannya kepada Allah. "Tidak ada kerugian bagi mereka" karena "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung" (QS. Ali Imran, 3: 173-174).
Namun, karena dunia merupakan tempat untuk menguji semua manusia, orang mukmin perlu dihadapkan pada beberapa kesulitan. Kelaparan, kehausan, kehilangan harta, penyakit, kecelakaan, dan sebagainya mungkin menimpa mereka kapan pun juga. Kemiskinan, juga bentuk-bentuk kesulitan atau kemalangan lainnya mungkin pula menimpa mereka. Bentuk ujian yang mungkin dilalui seorang mukmin diterangkan sebagai berikut dalam Al Quran:
Dan Allah menyelamatkan orang-orang yang bertakwa karena kemenangan mereka, mereka tiada disentuh oleh azab (neraka dan tidak pula) mereka berduka cita. (QS. Az-Zumar, 39: 61)
Orang-orang mukmin menyadari bahwa masa-masa sulit diciptakan secara khusus dan bahwa kewajiban mereka adalah menanggapinya dengan kesabaran dan istiqamah. Lebih jauh lagi, ini merupakan kesempatan besar untuk menunjukkan tekad dan komitmen terhadap Allah dan suatu jalan untuk memperoleh kedewasaan diri dalam pandangan-Nya. Maka, seorang mukmin menjadi lebih bahagia, gembira dan lebih tekun pada kesempatan seperti itu.
Namun, perilaku mereka yang tidak beriman sama sekali berbeda. Saat-saat sulit membuat mereka jatuh dalam keputusasaan. Di samping penderitaan fisik, seorang yang tak beriman juga menanggung penderitaan mental yang berat.
Ketakutan, kehilangan harapan, pesimisme, kesedihan, kecemasan, dan gejolak yang merupakan ciri pembawaan dari orang yang tidak beriman di dunia tak lain hanya bentuk kecil dari kepedihan sebenarnya yang akan mereka tanggung di akhirat. "menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman." (QS. Al An'aam, 6: 125)
Di lain pihak, orang mukmin sejati yang mencari pengampunan dan bertobat kepada Allah menerima kemurahan dan kasih sayang Allah di dunia ini sebagaimana dituturkan ayat berikut:
Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertobat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus-menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat. (QS. Huud, 11: 3)
Pada ayat lain, kehidupan orang-orang mukmin diuraikan sebagai berikut:
Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: "Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?" Mereka menjawab: "kebaikan". Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa. (QS. An-Nahl, 16: 30-31)
Hari akhirat jelas lebih utama dan lebih baik daripada dunia ini. Dibandingkan dengan hari akhir, dunia ini tak lain hanyalah sarana dan merupakan tempat yang tak berharga sama sekali. Maka, jika seseorang ingin mencari tujuan untuk dirinya, tujuan itu haruslah surga di akhirat. Seharusnya juga diingat bahwa mereka yang mencari surga menerima kebajikan dari Penciptanya di dunia ini juga. Tetapi mereka yang mencari kehidupan dunia ini dan mendurhaka terhadap Allah seringkali tak mendapatkan apa-apa yang berharga darinya dan kemudian kediaman mereka pada kehidupan selanjutnya adalah neraka.
Surga
Allah menjanjikan surga bagi mereka yang menghadap-Nya sebagai mukmin. Tentu saja, Allah tidak pernah menyalahi janji-Nya. Mereka yang teguh keimanannya mengetahui bahwa Pencipta mereka akan memegang janji-Nya dan bahwa mereka akan diterima di surga asalkan mereka hidup sebagai mukmin sejati di dunia ini:
Yaitu surga 'Adn yang telah dijanjikan oleh Tuhan Yang Maha Pemurah kepada hamba-hamba-Nya, sekalipun (surga itu) tidak tampak. Sesungguhnya janji Allah pasti akan ditepati. (QS. Maryam, 19: 61)
Saat memasuki surga merupakan momen terpenting bagi orang-orang mukmin yang beriman dan beramal saleh. Sepanjang hayat, mereka bekerja keras, berdoa, melakukan hal-hal yang benar untuk memperolehnya. Di sisi Allah, itulah tentunya tempat terbaik untuk tinggal dan tempat paling nyata untuk dicapai: surga, tempat yang disediakan khusus bagi mereka yang beriman. Allah menceritakan saat yang unik ini dalam ayat berikut:
(Yaitu) surga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya, dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan), ‘Keselamatan atas kamu karena kesabaranmu,' Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu. (QS. Ar-Ra'd, 13: 23-24)
Keindahan Surga
Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa ialah (seperti taman), mengalir sungai-sungai di dalamnya; buahnya tiada henti sedang naungannya (demikian pula). Itulah tempat kesudahan bagi orang-orang yang bertakwa; sedang tempat kesudahan bagi orang-orang kafir ialah neraka. (QS. Ar-Ra'd, 13: 35)
Panorama yang indah dengan danau, sungai, dan tumbuh-tumbuhan hijau yang subur adalah surga yang dibayangkan oleh orang awam. Namun, gambaran surga ini harus dijernihkan karena tidak tepat mewakili pandangan Quran. Sudah barang tentu surga memiliki keindahan alam yang luar biasa; akan tetapi, suasana menyenangkan seperti itu hanya menggambarkan seginya yang indah dan menggoda. Karena itulah, di dalam Al Quran terdapat berbagai referensi tentang tempat tinggal yang indah, taman-taman yang teduh, dan sungai-sungai yang mengalir. Namun, membatasi surga dengan keindahan fisik sudah tentu akan terbukti tidak setara dengan kenyataannya.
Keindahan dan keagungan surga jauh melebihi imajinasi manusia. Penyebutan Quran "Kedua surga itu mempunyai pohon-pohonan dan buah-buahan," (QS. Ar-Rahman, 55:48) jelas mengilustrasikan gambaran hidup tentang sifat nyata dari surga. Yang dimaksud dengan "afnan" (pohon-pohonan dan buah-buahan) adalah hal-hal yang diciptakan khusus oleh Allah Yang Mahatahu. Kesenangan ini dapat pula menjadi imbalan yang mengejutkan atau hal-hal yang memberi kesenangan yang tak pernah dibayangkan manusia. Janji Allah, "kesenangan" adalah hal-hal yang khusus diciptakan Allah Yang Mahatahu. Kesenangan ini mungkin akan menjadi ganjaran yang mengejutkan atau hal yang tak pernah terbayangkan oleh manusia. Janji Allah, "Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki di sisi Tuhan mereka. Yang demikian itu adalah karunia yang besar." (QS. Asy-Syura, 42: 22) menjelaskan bahwa sebagai kemurahan Allah, imajinasi orang mukmin akan membentuk Surga sesuai dengan selera dan keinginan mereka.
Tempat Tinggal Abadi bagi Orang-Orang Mukmin
Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan tempat-tempat yang bagus di surga 'Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar. (QS. At-Taubah, 9: 72)
Di dunia ini, orang beriman hidup di "rumah-rumah yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya." (QS. An-Nuur, 24: 36) Dengan perintah Allah, para penghuni ini tetap bersih dan terawat khusus.
Begitu pula halnya dengan hunian di surga; mereka adalah tempat-tempat di mana Allah dimuliakan dan Nama-Nya senantiasa diingat.
Begitu pula dengan gedung besar di tempat-tempat yang indah, tempat tinggal orang-orang mukmin di dunia mungkin merupakan karya dari desain dan arsitektur ultramodern yang dibangun di kota-kota yang indah.
Tempat tinggal di surga yang diterangkan di dalam Al Quran biasanya berada di keindahan alam :
Tetapi orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya mereka mendapat tempat-tempat yang tinggi, di atasnya dibangun pula tempat-tempat yang tinggi yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Allah telah berjanji dengan sebenar-benarnya. Allah tidak akan memungkiri janji-Nya. (QS. Az-Zumar, 39: 20)
Gedung-gedung yang disebutkan dalam ayat tersebut, yang di bawahnya mengalir sungai, mungkin memiliki jendela-jendela besar atau aula yang dikelilingi oleh dinding kaca yang memungkinkan menikmati panorama indah ini. Mereka adalah rumah-rumah yang dihias indah dengan singgasana-singgasana yang khusus dirancang untuk kenyamanan orang-orang mukmin. Mereka akan beristirahat di atas singgasana yang disusun berjejer dan menikmati limpahan buah-buahan yang lezat dan berbagai jenis minuman. Desain dan dekorasi gedung tersebut adalah kain dan bahan-bahan dengan kualitas terbaik. Sofa-sofa yang nyaman yang dihiasi kain brokat sutra dan singgasana secara khusus ditekankan dalam banyak ayat:
Mereka berada di atas dipan yang bertahta emas dan permata. (QS. Al Waaqi'ah, 56: 15)
Mereka bertelekan di atas dipan-dipan berderetan dan Kami kawinkan mereka dengan bidadari-bidadari yang cantik bermata jeli. (QS. Ath-Thuur, 52: 20)
Sebagaimana diungkapkan ayat-ayat tersebut, singgasana merupakan simbol martabat, kemegahan, dan kekayaan. Allah berkehendak agar hamba-hamba-Nya hidup di tempat-tempat yang mulia di surga. Di lingkungan yang begitu gemilang, orang-orang mukmin tetap mengingat Allah dan mengulangi kata-kata-Nya:
Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami. Sesungguhnya Tuhan kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal dari karunia-Nya; didalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu. (QS. Faathir, 35: 33-35)
Materi dasar surga adalah "karya yang sangat halus" dan "keindahan yang luar biasa". Ini semua adalah bayangan dari kecerdasan dan rasa seni tertinggi milik Allah. Misalnya, singgasana-singgasana dilapisi dengan emas dan batu-batu berharga; bukan singgasana biasa, namun singgasana yang agung. Pakaian terbuat dari sutra dan kain berharga. Lebih-lebih lagi, perhiasan perak dan emas melengkapi pakaian ini. Dalam Al Quran, Allah memberikan banyak rincian tentang surga, namun dari berbagai ungkapan itu jelaslah bahwa setiap orang yang beriman akan menikmati sebuah Taman yang dirancang sesuai dengan imajinasinya. Tidak diragukan lagi, Allah akan mengaruniakan banyak lagi anugerah lain yang menakjubkan kepada hamba-hambanya yang tercinta.
Surga yang Tak Terbayangkan
Diedarkan kepada mereka piring-piring dari emas, dan piala-piala dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya. (QS. Az-Zukhruf, 43: 71)
Dari deskripsi dan ilustrasi yang terdapat di dalam Al Quran, kita dapat memperoleh suatu pemahaman umum seperti apa surga itu. Dalam ayat "Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: ‘Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.'" (QS. Al Baqarah, 2: 25), Allah menyatakan bahwa anugerah di surga secara fundamental akan sama dengan yang ada di dunia. Sesuai dengan deskripsi pada ayat, "dan memasukkan mereka ke dalam jannah yang telah diperkenankan-Nya kepada mereka" (QS. Muhammad, 47: 6), kita dapat mencapai kesimpulan bahwa Allah akan membiarkan orang-orang beriman tinggal di Surga dengan apa yang telah mereka kenal sebelumnya.
Walau demikian, setiap keterangan yang dapat kita kumpulkan tentang surga di dunia ini pastilah tidak memadai; ia hanya dapat memberikan isyarat untuk mengira sebuah gambaran umum. "Perumpamaan jannah yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring." (QS. Muhammad, 47: 15). Ayat ini menjelaskan bahwa surga adalah suatu tempat di luar imajinasi kita. Di dalam jiwa manusia, ayat ini membangkitkan perasaan bahwa surga adalah sebuah tempat dengan pemandangan yang tak terduga.
Di lain pihak, Allah menguraikan surga sebagai "suatu hiburan" atau sebuah "pesta":
Akan tetapi orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya, bagi mereka surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, sedang mereka kekal di dalamnya sebagai tempat tinggal dari sisi Allah. Dan apa yang di sisi Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang berbakti. (QS. Ali Imran, 3: 198)
Dalam ayat ini, Allah memperkenalkan surga sebagai sebuah tempat hiburan dan kesenangan. "Akhir" dari hidup ini, kesenangan karena lulus "ujian" dan mencapai tempat terbaik untuk tinggal selamanya, sudah barang tentu membuat orang-orang yang beriman bergembira. Perayaan ini akan sangat luar biasa: perayaan yang tidak ada padanannya dengan pesta atau kegembiraan apa pun di dunia ini. Jelaslah bahwa perayaan ini akan di luar kebiasaan dan ritual dari semua pertunjukan, festival, karnaval atau pesta yang biasa ada di negeri-negeri terdahulu maupun sekarang.
Di kehidupan yang abadi, fakta bahwa mereka yang beriman akan menikmati berbagai jenis hiburan tanpa henti mengingatkan akan sebuah ciri lain dari orang beriman di surga: tidak pernah merasa lelah. Di dalam Al Quran, kondisi ini diungkapkan sebagai berikut dalam perkataan orang beriman: "Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal dari karunia-Nya; di dalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu." (QS. Faathir, 35: 35)
Tak diragukan, orang-orang yang beriman juga tidak akan mengalami kelelahan mental di sana. Berlawanan dengan surga, di mana "mereka tidak merasa lelah di dalamnya" (QS. Al Hijr, 15: 48), manusia di dunia merasa lelah karena tubuhnya tidak diciptakan kuat. Ketika seseorang merasa lelah, dia menjadi sulit berkonsentrasi dan membuat keputusan yang cermat. Karena kelelahan, persepsi seseorang berubah. Namun, kondisi pikiran seperti itu tidak pernah ada di surga. Semua indra terus tajam menangkap ciptaan Allah dengan kemampuan terbaik. Orang-orang yang beriman sama sekali tidak merasakan perasaan lelah dan karenanya, mereka menikmati anugerah Allah tanpa gangguan. Kesenangan dan kegembiraan yang dirasakan tidak berbatas dan abadi.
Di lingkungan di mana kelelahan dan kebosanan tidak ada, Allah memberi ganjaran orang-orang yang beriman dengan menciptakan "apa pun yang mereka inginkan". Sudah tentu, Allah memberikan kabar gembira bahwa Dia akan menciptakan lebih dari yang dapat dibayangkan atau diinginkan mereka: "Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami ada tambahannya." (QS. Qaaf, 50: 35)
Hendaklah diingat bahwa salah satu anugerah surga yang terpenting adalah bahwa "Allah memelihara mereka dari azab neraka," (QS. Ad-Dukhaan, 44: 56) dan "mereka tidak mendengar sedikit pun suara api neraka. " (QS. Al Anbiyaa', 21: 102)
Sebaliknya, kapan pun mereka mau, orang-orang yang beriman mendapat kesempatan untuk melihat dan berbicara kepada penghuni neraka. Mereka pun merasa berterima kasih atas anugerah ini:
Mereka berkata: "Sesungguhnya kami dahulu, sewaktu berada di tengah-tengah keluarga kami merasa takut. Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari azab neraka. Sesungguhnya kami dahulu menyembah-Nya. Sesungguhnya Dialah yang melimpahkan kebaikan lagi Maha Penyayang." (QS. At-Thuur: 26-28)
Surga diuraikan di dalam Al Quran sebagai berikut: "Dan apabila kamu melihat di sana, niscaya kamu akan melihat berbagai macam kenikmatan dan kerajaan yang besar." (QS. Al Insaan, 76: 20) Di sini, mata mengecap dan menikmati pemandangan yang berbeda, kemegahan yang berbeda. Setiap sudut dan tempat dihiasi dengan hiasan yang berharga. Kemegahan seperti itu hanyalah untuk orang-orang beriman, yang dilimpahi Allah kemurahan-Nya dan dihadiahkan Taman-Nya. "Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan," (QS. Al Hijr, 15: 47) "mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah dari padanya." (QS. Al Kahfi, 18: 108)
Anugerah Allah Terpenting: Ridha-Nya
Allah telah menjanjikan kepada orang yang beriman, lelaki maupun wanita, taman-taman yang di bawahnya mengalir sungai, untuk tinggal di dalamnya, dan gedung-gedung indah di dalam taman kebahagiaan abadi. Tetapi kebahagiaan terbesar adalah ridha Allah: itulah kebahagiaan utama. (QS. At-Taubah, 9: 72)
Pada halaman-halaman terdahulu, telah disebutkan tentang anugerah mulia yang dikaruniakan Allah atas manusia di surga. Nyatalah bahwa surga itu adalah sebuah tempat yang berisi semua kesenangan yang dapat dirasakan manusia dengan panca indranya. Namun, keunggulan surga adalah ridha Allah. Bagi mereka yang beriman, memperoleh ridha Allah menjadi sumber kedamaian dan kesenangan di hari akhirat. Lebih jauh lagi, melihat anugerah Allah dan bersyukur kepada Allah atas kemurahan-Nya membuat mereka gembira. Di dalam Al Quran, orang-orang yang beriman digambarkan sebagai berikut:
Allah ridha terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang paling besar. (QS. Al Maaidah, 5: 119)
Apa yang membuat anugerah surga begitu berharga adalah keridhaan Allah. Jenis anugerah yang sama dapat juga ada di dunia ini, namun jika ridha Allah tidak ada, orang-orang yang beriman tidak menikmati anugerah-anugerah ini. Ini adalah masalah penting yang perlu direnungkan. Apa yang sebenarnya membuat suatu anugerah berharga adalah sesuatu di luar nikmat dan kesenangan yang diberikannya. Yang benar-benar berarti, adalah fakta bahwa Allah telah melimpahkan anugerah itu.
Seorang yang beriman yang mendapatkan anugerah sedemikian dan bersyukur kepada Penciptanya memperoleh kesenangan utamanya dari mengetahui bahwa hal itu merupakan kemurahan Allah. Kepuasan dapat ditemukan hanya dari fakta bahwa Allah melindunginya, mencintainya dan bahwa Penciptanya menunjukkan kasih sayang-Nya kepadanya. Oleh karena itu, hati seseorang hanya mengambil kesenangan dari surga. Dia diciptakan sebagai hamba Allah dan karenanya dia hanya mengambil kesenangan dari kemurahan-Nya.
Karena itulah sebuah "surga di bumi" utopia orang yang tidak beriman tidak pernah ada di dunia ini. Malahan jika segala sesuatu yang ada di surga dikumpulkan dan diletakkan di dunia ini, ia tetap tidak berarti tanpa keridhaan Allah.
Ringkasnya, surga adalah pemberian Allah kepada hamba-hamba-Nya yang sejati dan karena itu begitu penting bagi mereka. Karena, "merupakan hamba-hamba yang dimuliakan" (QS. Al Anbiyaa' 21: 26), mereka memperoleh kebahagiaan dan kesenangan yang abadi. Ucapan orang-orang yang beriman di surga adalah, "Maha Agung nama Tuhanmu Yang Mempunyai Kebesaran dan Karunia." (QS. Ar-Rahmaan, 55: 78)
Neraka
Tempat orang-orang yang tidak beriman tinggal selamanya diciptakan khusus untuk memberikan siksaan bagi jasad dan jiwa manusia. Hal ini semata karena orang-orang yang tidak beriman bersalah atas dosa besar dan keadilan Allah menuntut hukuman atas mereka.
Tidak bersyukur dan ingkar terhadap Sang Pencipta, Dia yang memberi jiwa kepada manusia, adalah kesalahan terbesar di seluruh alam semesta. Karenanya, di hari akhirat ada azab yang pedih bagi kesalahan besar seperti itu. Itulah fungsi neraka. Manusia diciptakan sebagai hamba Allah. Jika dia menolak tujuan utama penciptaan dirinya, maka jelas dia akan menerima ganjaran yang setimpal. Allah menyatakan dalam hal ini dalam salah satu ayat:
…orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina. (QS. Al Mu'min, 40: 60)
Karena kebanyakan manusia pada akhirnya akan dikirim ke neraka dan hukuman di dalamnya tanpa batas waktu dan abadi, maka sasaran utama, tujuan dasar dari kemanusiaan adalah untuk menghindari neraka. Ancaman terbesar bagi manusia adalah neraka dan tidak ada yang mungkin lebih penting daripada menyelamatkan jiwa darinya.
Walaupun begitu, hampir semua manusia di muka bumi hidup dalam keadaan tidak sadar. Mereka menyibukkan diri dengan masalah-masalah lain dalam kehidupan sehari-hari. Mereka bekerja selama berbulan-bulan, bertahun-tahun, bahkan berpuluh tahun untuk hal yang tidak berarti, namun tidak pernah berpikir tentang ancaman terbesar, bahaya paling serius bagi keberadaan mereka selamanya. Neraka berada tepat di hadapan mereka; namun mereka terlalu buta untuk melihatnya:
Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya). Tidak datang kepada mereka suatu ayat Al Quran pun yang baru (diturunkan) dari Tuhan mereka, melainkan mereka mendengarnya, sedang mereka bermain-main, (lagi) hati mereka dalam keadaan lalai. Dan mereka yang zalim itu merahasiakan pembicaraan mereka: ‘Orang ini tidak lain hanyalah seorang manusia (jua) seperti kamu, maka apakah kamu menerima sihir itu, padahal kamu menyaksikannya?" (QS. Al Anbiyaa', 21: 1-3)
Orang-orang seperti ini sibuk dengan usaha yang sia-sia. Mereka menghabiskan seluruh hidup mengejar sasaran-sasaran yang tidak masuk akal. Pada kebanyakan waktu, tujuan mereka dipromosikan dalam perusahaan, pernikahan, memiliki "kehidupan rumah tangga yang bahagia", memperoleh banyak uang atau menjadi pembela ideologi yang tak berguna. Kala melakukan hal-hal ini, mereka tidak sadar akan ancaman besar di hadapan mereka. Bagi mereka, neraka hanyalah fiksi khayalan.
Pada kenyataannya, neraka lebih nyata daripada dunia ini. Dunia akan berakhir setelah sekian waktu, tetapi neraka akan terus ada selamanya. Allah, Pencipta alam semesta dan dunia ini serta semua keseimbangan pelik di alam, telah menciptakan pula hari akhirat, neraka, dan surga. Azab yang pedih dijanjikan kepada semua yang ingkar dan munafik:
Cukuplah bagi mereka Jahannam yang akan mereka masuki. Dan neraka itu adalah seburuk-buruk tempat kembali. (QS. Al Mujaadi-lah, 58: 8)
Neraka, tempat terjelek yang dapat dibayangkan, adalah sumber dari siksaan yang total. Siksaan dan kesakitan ini tidak sama dengan rasa sakit apa pun di dunia ini. Ia jauh lebih kuat daripada rasa sakit ataupun kesengsaraan yang dapat dihadapi seseorang di dunia ini. Ini sudah tentu pekerjaan Allah, Yang Mahamulia dalam kebijaksanaan.
Kenyataan kedua tentang neraka adalah bahwa, untuk setiap orang, siksaan ini tanpa batas waktu dan abadi. Kebanyakan manusia dalam masyarakat yang jahil ini mempunyai kesalahpahaman yang umum tentang neraka: mereka mengira bahwa mereka akan "menjalani hukuman mereka" di neraka untuk waktu tertentu dan kemudian mereka akan diampuni. Ini hanyalah lamunan belaka. Kepercayaan ini khususnya juga tersebar luas di antara mereka yang mengira diri mereka orang yang beriman namun abai melakukan tugas-tugas mereka terhadap Allah. Mereka mengira bahwa mereka dapat memperturutkan hawa nafsu dunia sebanyak mungkin. Menurut keyakinan yang sama, mereka akan memperoleh surga setelah menerima hukuman di neraka untuk beberapa saat. Namun, akhir yang menunggu mereka lebih menyakitkan daripada yang mereka perkirakan. Neraka jelas merupakan tempat penyiksaan tanpa akhir. Di dalam Al Quran, seringkali ditekankan bahwa azab bagi mereka yang tidak beriman itu terus-menerus dan tanpa akhir. Ayat berikut mempertegas fakta ini: "Mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya." (QS. An-Naba', 78: 23)
Tidak bersyukur dan ingkar terhadap sang Pencipta yang "memberikan pendengaran, penglihatan, dan hati" (QS. An-Nahl, 16: 78) tentulah layak menerima penderitaan tanpa akhir. Alasan yang diajukan tidak akan menyelamatkan seseorang dari neraka. Keputusan yang diberikan bagi mereka yang memperlihatkan ketidakacuhan atau lebih jelek lagi, kebencian terhadap agama yang digariskan Penciptanya bersifat pasti dan tak berubah. Di dunia, mereka angkuh dan menghindar dari ketundukan terhadap Allah yang Mahakuasa. Mereka juga merupakan musuh besar orang mukmin sejati. Di hari penghisaban, mereka akan mendengarkan kata-kata berikut:
Maka masukilah pintu-pintu neraka Jahannam, kamu kekal di dalamnya. Maka amat buruklah tempat orang-orang yang menyombongkan diri itu. (QS. An-Nahl, 16: 29)
Ciri neraka yang paling menakutkan adalah sifat keabadiannya. Sekali di neraka, maka tidak ada jalan kembali. Satu-satunya realitas adalah neraka beserta berbagai jenis siksaan. Berhadapan dengan azab yang abadi seperti itu, seseorang akan jatuh putus asa. Dia tidak mempunyai pengharapan apa pun lagi. Keadaan ini diuraikan dalam Al Quran sebagai berikut:
Dan adapun orang-orang yang fasik maka tempat mereka adalah jahannam. Setiap kali mereka hendak keluar daripadanya, mereka dikembalikan ke dalamnya dan dikatakan kepada mereka: "Rasakanlah siksa neraka yang dahulu kamu mendustakannya." (QS. As-Sajdah, 32: 20)
Siksaan di Neraka
Dan orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, mereka itu adalah golongan kiri. Mereka berada dalam neraka yang ditutup rapat. (QS. Al Balad, 90 : 19-20)
Pada hari penghisaban, akan ada miliaran orang, namun kerumunan besar ini tidak akan memberikan kesempatan bagi orang-orang kafir untuk melarikan diri dari penghisaban. Setelah penghisaban orang-orang kafir berlangsung di hadapan Allah, mereka akan dinamai "ahli kiri". Inilah waktunya mereka akan dikirim ke neraka. Dari saat ini, mereka akan memahami dengan kepahitan bahwa neraka akan menjadi tempat tinggal mereka yang kekal. Mereka yang dikirim ke neraka datang bersama malaikat penggiring dan malaikat penyaksi:
Dan ditiuplah sangkakala. Itulah hari terlaksananya ancaman. Dan datanglah tiap-tiap diri, bersama dengan dia seorang malaikat penggiring dan seorang malaikat penyaksi. Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam. Dan yang menyertai dia berkata: "Inilah (catatan amalnya) yang tersedia pada sisiku." Allah berfirman: "Lemparkanlah olehmu berdua ke dalam neraka semua orang yang sangat ingkar dan keras kepala, yang sangat menghalangi kebajikan, melanggar batas lagi ragu-ragu, yang menyembah sembahan yang lain beserta Allah maka lemparkanlah dia ke dalam siksaan yang sangat." (QS. Qaf, 50: 20-26)
Orang-orang kafir digiring ke tempat yang mengerikan ini "dalam rombongan-rombongan". Namun, dalam perjalanan ke sana, ketakutan akan neraka menghantui hati mereka. Suara yang menakutkan dan kobaran api terdengar dari kejauhan.
Apabila mereka dilemparkan ke dalamnya mereka mendengar suara neraka yang mengerikan, sedang neraka itu menggelegak, hampir-hampir (neraka) itu terpecah-pecah lantaran marah. Setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir), penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka: "Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?."…(QS. Al Mulk, 67: 7-8)
Dari ayat ini, jelas bahwa ketika mereka dibangkitkan kembali, semua orang kafir akan mengerti apa yang akan menimpa mereka. Mereka tinggal sendiri; tanpa teman, sanak saudara, atau pengikut untuk menolong. Orang-orang kafir tidak akan berdaya untuk bersikap angkuh dan mereka akan kehilangan semua kepercayaan dirinya. Mereka akan memandang dengan mata berpaling. Salah satu ayat yang mendeskripsikan momen ini adalah sebagai berikut:
Dan kamu akan melihat mereka dihadapkan ke neraka dalam keadaan tunduk karena (merasa) terhina, mereka melihat dengan pandangan yang lesu. Dan orang-orang yang beriman berkata: "Sesungguhnya orang-orang yang merugi ialah orang-orang yang kehilangan diri mereka sendiri (kehilangan) dan keluarga mereka pada hari kiamat." Ingatlah, sesungguhnya orang-orang yang zalim itu berada dalam azab yang kekal. (QS. Asy-Syuura, 42: 45)
Neraka penuh dengan kebencian. Kelaparannya dengan orang kafir tidak pernah terpuaskan. Walau ada begitu banyak orang kafir, ia masih meminta lebih banyak lagi:
Hari Kami bertanya kepada jahanam : "Apakah kamu sudah penuh ?" Dia menjawab : "Masih ada tambahan ?" (QS. Qaaf, 50: 30)
Allah menguraikan neraka dalam Al Quran sebagai berikut:
Aku akan memasukkannya ke dalam Saqar. Tahukah kamu apakah (neraka) Saqar itu? Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan. Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan. (QS. Al Muddatstsir, 74: 26-28)
Hidup Tanpa Akhir di Belakang Pintu yang Terkunci
Begitu orang-orang kafir sampai di neraka, pintu-pintu dikunci di belakang mereka. Di sini, mereka melihat pemandangan yang paling menakutkan. Mereka segera paham bahwa mereka akan "dihadiahkan" kepada neraka, tempat mereka untuk selamanya. Pintu-pintu yang terkunci menunjukkan bahwa tidak akan ada penyelamatan. Allah menerangkan keadaan orang-orang kafir sebagai berikut:
Dan orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, mereka itu adalah golongan kiri. Mereka berada dalam neraka yang ditutup rapat. (QS. Al Balad, 90: 19-20)!
Azab tersebut di dalam Al Quran disebut sebagai "azab yang besar" (QS. Ali Imran, 3: 176), "siksa yang berat" (QS. Ali Imran, 3: 4), dan "siksa yang pedih" (QS. Ali Imran, 3: 21). Deskripsi tersebut belum memadai untuk memberikan pemahaman sepenuhnya tentang hukuman di neraka. Manusia yang tidak sanggup menahan sekadar nyala api kecil di dunia, tidak dapat memahami bagaimana terbakar api selamanya. Lebih jauh lagi, rasa sakit akibat api di dunia tidak sebanding dengan siksaan yang dahsyat di neraka. Tidak ada rasa sakit yang dapat menyamai apa yang dirasakan di neraka:
Maka pada hari itu tiada seorangpun yang menyiksa seperti siksa-Nya, dan tiada seorangpun yang mengikat seperti ikatan-Nya. (QS. Al Fajr, 89: 25-26)
Begitulah kehidupan di neraka. Namun itu adalah sebuah kehidupan yang setiap saatnya penuh siksa dan derita. Setiap jenis siksaan fisik, mental, dan jiwa, berbagai jenis siksaan dan hinaan mengamuk dalam kehidupan itu. Membandingkannya dengan kesusahan di dunia adalah hal yang mustahil.
Penghuni neraka menanggungkan rasa sakit melalui seluruh panca indranya. Mata mereka melihat bentuk-bentuk yang menjijikkan dan mengerikan; telinga mereka mendengar jeritan, raungan, dan tangis kengerian, hidung mereka penuh dengan bau yang mengerikan dan sengit; lidah mereka mengecap rasa yang amat busuk, tak tertahankan. Mereka merasakan neraka hingga ke dalam sel-sel mereka; rasa sakit yang dahsyat dan membuat gila, yang sukar untuk dibayangkan di dunia ini. Kulit mereka, organ-organ tubuh mereka, dan seluruh jasad mereka hancur dan mereka menggeliat-geliat kesakitan.
Penghuni neraka sangat tahan rasa sakit dan mereka tidak pernah mati. Oleh karena itu, mereka tidak pernah dapat menyelamatkan diri dari siksaan. Dalam Al Quran, rasa sakit diterangkan sebagai berikut: "alangkah beraninya mereka menentang api neraka!" (QS. Al Baqarah, 2: 175) Kulit mereka sembuh kembali saat mereka dibakar; siksaan yang sama berlangsung terus selamanya; intensitas siksaan tidak pernah berkurang. Sekali lagi, Allah berfirman dalam Al Quran: "Masuklah kamu ke dalamnya; maka baik kamu bersabar atau tidak, sama saja bagimu." (QS. At-Thuur, 52: 16)
Tidak kalah dari rasa sakit fisik, rasa sakit mental juga dahsyat di neraka. Penghuni neraka merasa luar biasa menyesal, jatuh ke dalam ketiadaan harapan, merasa putus asa dan menghabiskan waktu dalam keputusasaan. Setiap sudut, setiap tempat di neraka dibuat untuk memberikan penderitaan mental. Penderitaan itu abadi; jika saja ia akan berakhir setelah jutaan atau miliaran tahun, sekadar kemungkinan jangka panjang seperti itu saja sudah dapat membangkitkan harapan besar dan menjadi alasan kuat untuk kebahagiaan dan kegembiraan. Namun, keabadian siksaan akan menanamkan sejenis rasa putus harapan yang tidak dapat dibandingkan dengan perasaan serupa mana pun di dunia ini.
Menurut deskripsi Al Quran, neraka adalah tempat di mana rasa sakit luar biasa dialami: bau-bau yang menjijikkan; ia sempit, ribut, penuh asap, dan muram, menyuntikkan rasa tidak aman ke dalam jiwa manusia; api membakar hingga ke dalam jantung; makanan dan minuman yang menjijikkan; pakaian dari api dan aspal cair.
Inilah karakteristik dasar neraka. Bagaimanapun, ada kehidupan yang berlangsung di dalam lingkungan mengerikan. Penghuni neraka memiliki indra yang tajam. Mereka mendengar, berbicara, dan berdebat, dan mereka mencoba untuk melarikan diri dari penderitaan. Mereka terbakar dalam api, menjadi haus dan lapar, dan merasakan penyesalan. Mereka disiksa oleh perasaan bersalah. Yang lebih penting lagi, mereka ingin terbebas rasa sakit. Para penghuni neraka menjalani hidup yang tidak terbatas yang lebih rendah dari hewan di lingkungan yang kotor dan menjijikkan ini. Satu-satunya makanan yang mereka miliki adalah buah pahit berduri dan pohon zaqqum. Sedangkan, minuman mereka adalah darah dan nanah. Sementara, api menelan mereka di mana-mana. Penderitaan di neraka dilukiskan sebagai berikut:
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. An-Nisaa', 4: 56)
Dengan kulit koyak-moyak, daging terbakar, dan darah bepercikan di mana-mana, mereka dirantai dan dicambuk. Dengan tangan terikat ke leher mereka, mereka dilemparkan ke pusat neraka. Malaikat azab, sementara itu, menempatkan mereka yang bersalah di ranjang api, selimutnya pun dari api. Peti mati tempat mereka ditempatkan tertutup api.
Orang-orang kafir terus-menerus menjerit agar diselamatkan dari segala siksaan itu. Dan mereka sering menerima balasan hanya berupa lebih banyak hinaan dan siksaan. Mereka ditinggalkan sendiri dalam penderitaan mereka. Mereka yang dulunya dikenal dengan keangkuhannya di dunia sekarang memohon-mohon ampunan. Lebih jauh lagi, hari-hari di neraka tidak sama dengan hari-hari di dunia, berapa lamakah satu menit di dalam penderitaan abadi, berapa lamakah sehari, seminggu, sebulan, atau setahun pada kesakitan tak berhingga dan tanpa akhir?
Semua adegan ini akan menjadi kenyataan. Semuanya nyata. Lebih nyata dari kehidupan kita sehari-hari.
Mereka "yang menyembah Allah dengan berada di tepi" (QS. Al Hajj, 22: 11); mereka yang berkata, "Kami tidak akan disentuh oleh api neraka kecuali beberapa hari yang dapat dihitung" (QS. Ali 'Imran, 3: 24); mereka yang menjadikan hal-hal seperti uang, status, dan karir sebagai tujuan utama hidup mereka dan karenanya mengabaikan ridha Allah; mereka yang mengubah perintah-perintah Allah sesuai dengan keinginan dan nafsu mereka; mereka yang menafsirkan Al Quran sesuai dengan kepentingan mereka; mereka yang menyimpang dari jalan yang lurus; ringkasnya semua orang kafir dan munafik akan menghuni neraka, kecuali mereka yang dimaafkan dan diselamatkan Allah dengan kemurahan-Nya. Inilah kata-kata Allah yang meyakinkan dan pasti akan terjadi:
Dan kalau Kami menghendaki niscaya Kami akan berikan kepada tiap-tiap jiwa petunjuk, akan tetapi telah tetaplah perkataan dari pada-Ku: "Sesungguhnya akan Aku penuhi neraka jahanam itu dengan jin dan manusia bersama-sama." (QS. As-Sajdah, 32: 13)
Ada fakta lain tentang neraka; orang-orang ini secara khusus diciptakan untuk neraka, sebagaimana dinyatakan ayat berikut:
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al A'raaf, 7: 179)
Meski semua penderitaan yang mereka alami, tidak akan ada seorang pun memberi pertolongan kepada penghuni neraka. Tidak ada yang sanggup menyelamatkan mereka darinya. Dibuang seperti itu akan memberi mereka perasaan kesepian yang pahit. "Maka tiada seorang teman pun baginya pada hari ini di sini.." (QS. Al Haaqqah, 69: 35) Di sekeliling mereka, hanya ada "Malaikat Azab" yang menerima perintah dari Allah. Mereka ini adalah para penjaga yang luar biasa keras, tanpa ampun, dan mengerikan, yang mengemban tanggung jawab tunggal memberi siksaan dahsyat terhadap penghuni neraka. Rasa kasihan telah dihilangkan sepenuhnya dari jiwa para malaikat ini. Di samping siksaan yang mereka berikan, mereka juga memiliki penampilan, suara, dan gerak-gerik yang menakutkan. Tujuan keberadaan mereka adalah untuk membalas mereka yang mengingkari Allah, dan mereka melaksanakan tanggung jawab mereka dengan perhatian dan ketelitian yang sepatutnya. Tidak mungkin mereka akan memberikan "perlakuan yang pilih kasih" kepada siapa pun.
Inilah sebenarnya bahaya nyata yang menunggu setiap diri di bumi. Manusia, yang ingkar dan tak bersyukur kepada Penciptanya, dan karenanya melakukan tindakan keliru terbesar, tidak diragukan lagi layak menerima pembalasan seperti itu. Allah, karenanya, memperingatkan manusia terhadap hal ini:
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At-Tahrim: 6)
Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya, (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka. Maka biarlah dia memanggil golongannya, kelak Kami akan memanggil malaikat Zabaniyah. (QS. Al 'Alaq, 96: 15-18)
Permohonan Putus Asa dan Tanpa Harapan
Penghuni neraka berada dalam keadaan tanpa harapan. Siksaan yang mereka jalani sangat kejam dan tanpa akhir. Harapan mereka satu-satunya adalah menangis dan meminta keselamatan. Mereka melihat para penghuni surga dan meminta air dan makanan. Mereka mencoba bertobat dan meminta ampunan Allah. Namun, semuanya sia-sia.
Penghuni neraka memohon kepada para penjaga. Mereka bahkan menghendaki para penjaga itu sebagai perantara antara mereka dan Allah dan meminta belas kasihan. Rasa sakit begitu tidak tertahankan dan mereka ingin dibebaskan darinya walau hanya untuk satu hari:
Dan orang-orang yang berada dalam neraka berkata kepada penjaga-penjaga neraka Jahanam: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu supaya Dia meringankan azab dari kami barang sehari." Penjaga Jahanam berkata: "‘Dan apakah belum datang kepada kamu rasul-rasulmu dengan membawa keterangan-keterangan?" Mereka menjawab: "Benar, sudah datang." Penjaga-penjaga Jahanam berkata: "Berdoalah kamu". Dan doa orang-orang kafir itu hanyalah sia-sia belaka. (QS. Al Ghafir, 40: 49-50)
Orang-orang kafir mencoba lebih jauh lagi mencari pengampunan, namun mereka ditolak dengan tegas:
Mereka berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami, dan adalah kami orang-orang yang sesat. Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami daripadanya, maka jika kami kembali, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim." Allah berfirman: "Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku." Sesungguhnya, ada segolongan dari hamba-hamba-Ku berdoa : "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling Baik." Lalu kamu menjadikan mereka buah ejekan, sehingga kamu mengejek mereka, menjadikan kamu lupa mengingat Aku, dan adalah kamu selalu menertawakan mereka, Sesungguhnya Aku memberi balasan kepada mereka di hari ini, karena kesabaran mereka; sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang menang. (QS. Al Mu'minuun, 23: 106-111)
Ini benar-benar perkataan terakhir Allah terhadap penghuni neraka. Firman-Nya, "Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku." sudah final. Sejak itu, Allah tidak pernah mempertimbangkan lagi tentang para penghuni neraka. Tak seorang pun suka bahkan sekadar memikirkan situasi ini.
Sementara penghuni neraka disiksa, mereka yang memperoleh "kebahagiaan dan keselamatan", yakni orang-orang yang beriman, tinggal di surga menikmati keberuntungan dari kemurahan yang tanpa akhir. Penderitaan para penghuni neraka menjadi lebih hebat ketika mereka melihat dan mengamati kehidupan mereka yang beriman di surga. Memang, tatkala menjalani siksaan yang tak tertahankan, mereka dapat "menonton" kenikmatan yang luar biasa di surga.
Orang-orang yang beriman, yang ditertawakan orang-orang kafir di dunia, sekarang menjalani hidup yang penuh dan bahagia, tinggal di tempat-tempat yang mulia, rumah-rumah megah dengan wanita-wanita yang cantik, dan menikmati makanan dan minuman yang lezat. Penampakan orang-orang yang beriman di dalam kedamaian dan kelimpahan makin memperkuat penghinaan di neraka. Pemandangan ini menambahkan sakit dan derita kepada kesedihan mereka. Penyesalan itu bertambah dalam dan kian dalam. Karena tidak mematuhi perintah Allah di dunia, mereka merasakan penyesalan yang dalam. Mereka berpaling kepada orang-orang beriman di surga dan mencoba untuk berbicara kepada mereka. Mereka memohon pertolongan dan simpati. Namun, ini hanyalah usaha yang sia-sia. Para penghuni surga juga melihat mereka. Penampilan dan kehidupan mereka yang mulia membuat mereka semakin bersyukur kepada Allah. Berikut ini adalah percakapan antara para penghuni neraka dan penghuni surga:
Berada di dalam surga, mereka tanya-menanya, tentang orang-orang yang berdosa, "Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar?" Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak memberi makan orang miskin, dan adalah kami membicarakan yang batil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya, dan adalah kami mendustakan hari pembalasan, hingga datang kepada kami kematian." Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat dari orang-orang yang memberikan syafaat. (QS. Al Muddatstsir, 74: 40-48)
Sebuah Peringatan Agar Terhindar dari Siksaan
Pada bab ini, kita membahas tentang dua kelompok manusia; mereka yang beriman kepada Allah mereka yang mengingkari keberadaan-Nya. Juga telah ditampilkan gambaran umum tentang neraka, begitu pula surga, seluruhnya berdasarkan kepada deskripsi qurani. Tujuannya bukanlah untuk memberikan keterangan tentang agama, melainkan untuk mengingatkan dan mengancam orang-orang yang tidak beriman bahwa Hari Akhirat akan menjadi sebuah tempat yang mengerikan bagi mereka dan akhir mereka akan sangat menakutkan.
Setelah semua pembahasan, perlu ditekankan bahwa manusia, tak diragukan lagi, bebas untuk mengambil keputusannya. Dia dapat menjalani hidupnya sebagaimana ia inginkan. Tidak seorang pun punya hak untuk memaksa orang lain percaya. Namun, begitu orang-orang yang mengimani keberadaan Allah dan keadilan-Nya yang maha, kita mengemban tanggung jawab untuk memperingatkan manusia terhadap hari yang begitu mengerikan. Orang-orang ini jelas tidak menyadari situasi mereka dan akhir macam apa yang menunggu mereka. Oleh karena itu, kita merasa bertanggung jawab untuk memperingatkan mereka. Allah menerangkan kepada kita tentang keadaan orang-orang ini:
Maka apakah orang-orang yang mendirikan mesjidnya di atas dasar takwa kepada Allah dan keridhaan- itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka Jahanam. Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS. At-Taubah, 9: 109)
Mereka yang mengingkari perintah Allah di dunia ini dan, sadar atau tidak, menyangkal keberadaan Pencipta mereka, tidak memiliki syafaat di hari akhir. Karenanya, sebelum kehilangan waktu, setiap orang harus menyadari situasinya di hadapan Allah dan tunduk patuh kepada-Nya. Jika tidak, dia akan menyesalinya dan menghadapi akhir yang menakutkan:
Orang-orang yang kafir itu seringkali menginginkan, kiranya mereka dahulu menjadi orang-orang muslim. Biarkanlah mereka makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan, maka kelak mereka akan mengetahui. (QS. Al Hijr, 15: 2-3)
Cara untuk menghindari azab yang abadi, meraih kebahagiaan abadi, dan memperoleh ridha Allah sudah jelas:
Sebelum terlambat, berimanlah dengan sebenar-benarnya kepada Allah,
Isilah hidup Anda dengan amal saleh untuk mendapatkan ridha-Nya….
Namun menurut cara pandang Al Quran, suatu "kehidupan yang sempurna" yaitu, kehidupan tanpa masalah adalah mustahil di dunia ini. Ini semata karena kehidupan di dunia memang sengaja dirancang untuk tidak sempurna.
Akar kata bahasa Arab bagi 'dunia' dunya mempunyai sebuah arti penting. Secara etimologis, kata ini diturunkan dari akar kata daniy, yang berarti "sederhana", "remeh", "rendah", dan "tak berharga". Jadi, kata 'dunia' dalam bahasa Arab secara inheren mencakup sifat-sifat ini.
Ketidakberartian kehidupan ini ditekankan berkali-kali pada awal situs ini. Memang semua faktor yang dipercaya akan membuat hidup indah — kekayaan, kesuksesan pribadi dan bisnis, pernikahan, anak-anak, dan seterusnya — tak lebih dari tipuan yang sia-sia. Ayat tentang ini sebagai berikut:
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warna-nya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (QS. Al Hadiid, 57: 20)
Dalam ayat lainnya, Allah menyebutkan kecenderungan manusia kepada dunia daripada akhirat:
Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (QS. Al-A'laa, 87: 16-17)
Berbagai masalah muncul hanya karena, dibandingkan hari akhirat, manusia menilai hidup ini terlalu tinggi. Mereka merasa senang dan puas dengan apa yang mereka miliki di sini, di dunia ini. Perilaku seperti ini tidak lain berarti memalingkan diri dari janji Allah dan karenanya dari realitas keberadaan-Nya yang agung. Allah menyatakan bahwa akhir yang memilukan telah menunggu mereka.
Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami. (QS. Yunus, 10: 7)
Tentu saja, ketidaksempurnaan hidup ini tidak menyangkal kenyataan adanya hal-hal yang baik dan indah di muka bumi. Tetapi di bumi ini, apa yang dinilai indah, menggembirakan, menyenangkan, dan menarik berpasang-pasangan dengan ketidaksempurnaan, cacat dan jelek. Tentu saja, jika diamati dengan pikiran yang tenang dan teliti, fakta-fakta ini akan membuat seseorang menyadari kebenaran hari akhir. Bersama Allah, kehidupan yang benar-benar baik dan bermanfaat bagi manusia adalah kehidupan akhirat.
Allah memerintahkan para hamba-Nya yang setia untuk berupaya keras memperoleh surga dalam ayat berikut:
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (QS. Ali ‘Imran, 3: 133)
Mereka yang Bersegera bagi Surga
Dalam Al Quran, orang-orang yang beriman diberikan kabar gembira mengenai ganjaran dan kebahagiaan abadi. Namun, apa yang umumnya diabaikan adalah fakta bahwa kebahagiaan dan kesenangan abadi ini dimulai semenjak kita masih ada di kehidupan sekarang ini. Ini karena, di dunia ini juga, orang-orang beriman tidak dicabut dari kemurahan hati dan kasih sayang Allah.
Dalam Al Quran, Allah menyatakan bahwa orang mukmin sebenarnya yang menyibukkan diri dengan amal kebajikan di dunia ini akan memperoleh tempat tinggal yang amat baik di Akhirat:
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. An-Nahl, 16: 97)
Sebagai ganjaran dan sumber kebahagiaan, di dunia ini Allah melimpahkan banyak kemurahan dan juga rezeki yang tak terduga-duga dalam kehidupan yang menyenangkan secara pribadi dan masyarakat kepada hamba-hamba-Nya yang sejati. Inilah hukum Allah yang kekal. Karena kekayaan, kemegahan, dan keindahan merupakan ciri-ciri asasi dari surga, Allah juga membuka kekayaan-Nya kepada orang-orang mukmin yang tulus di dunia ini. Ini tentu saja awal dari kehidupan yang menyenangkan dan terhormat tanpa akhir.
Berbagai tempat dan perhiasan yang indah di dunia ini hanyalah gaung dari yang sebenarnya di surga. Keberadaan mereka membuat orang mukmin sejati memikirkan surga dan merasa kerinduan yang makin dalam kepadanya. Sementara itu, sepanjang hidupnya, sangat mungkin seorang mukmin menderita kesulitan dan kesedihan; namun, mukmin sejati meletakkan kepercayaannya kepada Allah dan dengan sabar menanggung penderitaan apa pun yang menimpa. Lebih dari itu, karena menyadari bahwa ini merupakan jalan untuk memperoleh kesenangan yang baik dari Allah, sikap sedemikian memberikan kelegaan khusus dalam hatinya.
Pribadi mukmin adalah seorang yang terus-menerus menyadari keberadaan penciptanya. Dia tunduk akan semua perintah-Nya dan berhati-hati menjalani kehidupan sebagaimana diuraikan dalam Al Quran. Dia memiliki dugaan dan harapan yang realistis bagi kehidupannya setelah kematian. Karena seorang mukmin meletakkan kepercayaannya kepada penciptanya, Allah meringankan semua kesengsaraan dan penderitaan dari hatinya.
Yang lebih penting lagi, seorang mukmin setiap saatnya merasakan tuntunan dan dukungan dari penciptanya. Ini merupakan kedamaian hati dan pikiran yang berasal dari kesadaran bahwa Allah bersamanya setiap kali dia berdoa, menyibukkan diri dengan amal-amal kebaikan, atau melakukan sesuatu — penting atau tidak berarti — semata untuk memperoleh keridhaan-Nya.
Ini sudah tentu merupakan sebuah perasaan aman yang mengilhami hati seorang mukmin yang memahami bahwa "Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah." (QS. Ar-Ra'd, 14: 11), dan bahwa dia akan memperoleh kemenangan dalam perjuangannya dengan nama Allah, dan bahwa dia akan menerima kabar baik mengenai ganjaran abadi: surga. Maka, mukmin sejati tidak pernah takut atau bersedih, sesuai dengan ilham Allah kepada para malaikat "Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan orang-orang yang telah beriman" (QS. Al Anfaal, 8: 12)
Orang mukmin adalah mereka yang berkata "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka (QS. Fushshilat, 41: 30). Juga "bagi mereka para malaikat turun" dan kepada siapa para malaikat berkata, "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu" (QS. Fusshhilat, 4: 30).
Orang mukmin juga menyadari bahwa pencipta mereka "tidak memikulkan kewajiban kepada diri seseorang melainkan sekadar kesanggupannya" (QS. Al A'raaf, 7: 42).
Mereka sangat menyadari bahwa "Allah lah menciptakan segala sesuatu menurut ukuran." (QS. Al Qamar, 54: 49). Jadi, merekalah yang berkata, "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal" (QS. At-Taubah, 9: 51) dan meletakkan kepercayaannya kepada Allah. "Tidak ada kerugian bagi mereka" karena "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung" (QS. Ali Imran, 3: 173-174).
Namun, karena dunia merupakan tempat untuk menguji semua manusia, orang mukmin perlu dihadapkan pada beberapa kesulitan. Kelaparan, kehausan, kehilangan harta, penyakit, kecelakaan, dan sebagainya mungkin menimpa mereka kapan pun juga. Kemiskinan, juga bentuk-bentuk kesulitan atau kemalangan lainnya mungkin pula menimpa mereka. Bentuk ujian yang mungkin dilalui seorang mukmin diterangkan sebagai berikut dalam Al Quran:
Dan Allah menyelamatkan orang-orang yang bertakwa karena kemenangan mereka, mereka tiada disentuh oleh azab (neraka dan tidak pula) mereka berduka cita. (QS. Az-Zumar, 39: 61)
Orang-orang mukmin menyadari bahwa masa-masa sulit diciptakan secara khusus dan bahwa kewajiban mereka adalah menanggapinya dengan kesabaran dan istiqamah. Lebih jauh lagi, ini merupakan kesempatan besar untuk menunjukkan tekad dan komitmen terhadap Allah dan suatu jalan untuk memperoleh kedewasaan diri dalam pandangan-Nya. Maka, seorang mukmin menjadi lebih bahagia, gembira dan lebih tekun pada kesempatan seperti itu.
Namun, perilaku mereka yang tidak beriman sama sekali berbeda. Saat-saat sulit membuat mereka jatuh dalam keputusasaan. Di samping penderitaan fisik, seorang yang tak beriman juga menanggung penderitaan mental yang berat.
Ketakutan, kehilangan harapan, pesimisme, kesedihan, kecemasan, dan gejolak yang merupakan ciri pembawaan dari orang yang tidak beriman di dunia tak lain hanya bentuk kecil dari kepedihan sebenarnya yang akan mereka tanggung di akhirat. "menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman." (QS. Al An'aam, 6: 125)
Di lain pihak, orang mukmin sejati yang mencari pengampunan dan bertobat kepada Allah menerima kemurahan dan kasih sayang Allah di dunia ini sebagaimana dituturkan ayat berikut:
Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertobat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus-menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat. (QS. Huud, 11: 3)
Pada ayat lain, kehidupan orang-orang mukmin diuraikan sebagai berikut:
Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: "Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?" Mereka menjawab: "kebaikan". Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa. (QS. An-Nahl, 16: 30-31)
Hari akhirat jelas lebih utama dan lebih baik daripada dunia ini. Dibandingkan dengan hari akhir, dunia ini tak lain hanyalah sarana dan merupakan tempat yang tak berharga sama sekali. Maka, jika seseorang ingin mencari tujuan untuk dirinya, tujuan itu haruslah surga di akhirat. Seharusnya juga diingat bahwa mereka yang mencari surga menerima kebajikan dari Penciptanya di dunia ini juga. Tetapi mereka yang mencari kehidupan dunia ini dan mendurhaka terhadap Allah seringkali tak mendapatkan apa-apa yang berharga darinya dan kemudian kediaman mereka pada kehidupan selanjutnya adalah neraka.
Surga
Allah menjanjikan surga bagi mereka yang menghadap-Nya sebagai mukmin. Tentu saja, Allah tidak pernah menyalahi janji-Nya. Mereka yang teguh keimanannya mengetahui bahwa Pencipta mereka akan memegang janji-Nya dan bahwa mereka akan diterima di surga asalkan mereka hidup sebagai mukmin sejati di dunia ini:
Yaitu surga 'Adn yang telah dijanjikan oleh Tuhan Yang Maha Pemurah kepada hamba-hamba-Nya, sekalipun (surga itu) tidak tampak. Sesungguhnya janji Allah pasti akan ditepati. (QS. Maryam, 19: 61)
Saat memasuki surga merupakan momen terpenting bagi orang-orang mukmin yang beriman dan beramal saleh. Sepanjang hayat, mereka bekerja keras, berdoa, melakukan hal-hal yang benar untuk memperolehnya. Di sisi Allah, itulah tentunya tempat terbaik untuk tinggal dan tempat paling nyata untuk dicapai: surga, tempat yang disediakan khusus bagi mereka yang beriman. Allah menceritakan saat yang unik ini dalam ayat berikut:
(Yaitu) surga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya, dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan), ‘Keselamatan atas kamu karena kesabaranmu,' Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu. (QS. Ar-Ra'd, 13: 23-24)
Keindahan Surga
Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa ialah (seperti taman), mengalir sungai-sungai di dalamnya; buahnya tiada henti sedang naungannya (demikian pula). Itulah tempat kesudahan bagi orang-orang yang bertakwa; sedang tempat kesudahan bagi orang-orang kafir ialah neraka. (QS. Ar-Ra'd, 13: 35)
Panorama yang indah dengan danau, sungai, dan tumbuh-tumbuhan hijau yang subur adalah surga yang dibayangkan oleh orang awam. Namun, gambaran surga ini harus dijernihkan karena tidak tepat mewakili pandangan Quran. Sudah barang tentu surga memiliki keindahan alam yang luar biasa; akan tetapi, suasana menyenangkan seperti itu hanya menggambarkan seginya yang indah dan menggoda. Karena itulah, di dalam Al Quran terdapat berbagai referensi tentang tempat tinggal yang indah, taman-taman yang teduh, dan sungai-sungai yang mengalir. Namun, membatasi surga dengan keindahan fisik sudah tentu akan terbukti tidak setara dengan kenyataannya.
Keindahan dan keagungan surga jauh melebihi imajinasi manusia. Penyebutan Quran "Kedua surga itu mempunyai pohon-pohonan dan buah-buahan," (QS. Ar-Rahman, 55:48) jelas mengilustrasikan gambaran hidup tentang sifat nyata dari surga. Yang dimaksud dengan "afnan" (pohon-pohonan dan buah-buahan) adalah hal-hal yang diciptakan khusus oleh Allah Yang Mahatahu. Kesenangan ini dapat pula menjadi imbalan yang mengejutkan atau hal-hal yang memberi kesenangan yang tak pernah dibayangkan manusia. Janji Allah, "kesenangan" adalah hal-hal yang khusus diciptakan Allah Yang Mahatahu. Kesenangan ini mungkin akan menjadi ganjaran yang mengejutkan atau hal yang tak pernah terbayangkan oleh manusia. Janji Allah, "Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki di sisi Tuhan mereka. Yang demikian itu adalah karunia yang besar." (QS. Asy-Syura, 42: 22) menjelaskan bahwa sebagai kemurahan Allah, imajinasi orang mukmin akan membentuk Surga sesuai dengan selera dan keinginan mereka.
Tempat Tinggal Abadi bagi Orang-Orang Mukmin
Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan tempat-tempat yang bagus di surga 'Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar. (QS. At-Taubah, 9: 72)
Di dunia ini, orang beriman hidup di "rumah-rumah yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya." (QS. An-Nuur, 24: 36) Dengan perintah Allah, para penghuni ini tetap bersih dan terawat khusus.
Begitu pula halnya dengan hunian di surga; mereka adalah tempat-tempat di mana Allah dimuliakan dan Nama-Nya senantiasa diingat.
Begitu pula dengan gedung besar di tempat-tempat yang indah, tempat tinggal orang-orang mukmin di dunia mungkin merupakan karya dari desain dan arsitektur ultramodern yang dibangun di kota-kota yang indah.
Tempat tinggal di surga yang diterangkan di dalam Al Quran biasanya berada di keindahan alam :
Tetapi orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya mereka mendapat tempat-tempat yang tinggi, di atasnya dibangun pula tempat-tempat yang tinggi yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Allah telah berjanji dengan sebenar-benarnya. Allah tidak akan memungkiri janji-Nya. (QS. Az-Zumar, 39: 20)
Gedung-gedung yang disebutkan dalam ayat tersebut, yang di bawahnya mengalir sungai, mungkin memiliki jendela-jendela besar atau aula yang dikelilingi oleh dinding kaca yang memungkinkan menikmati panorama indah ini. Mereka adalah rumah-rumah yang dihias indah dengan singgasana-singgasana yang khusus dirancang untuk kenyamanan orang-orang mukmin. Mereka akan beristirahat di atas singgasana yang disusun berjejer dan menikmati limpahan buah-buahan yang lezat dan berbagai jenis minuman. Desain dan dekorasi gedung tersebut adalah kain dan bahan-bahan dengan kualitas terbaik. Sofa-sofa yang nyaman yang dihiasi kain brokat sutra dan singgasana secara khusus ditekankan dalam banyak ayat:
Mereka berada di atas dipan yang bertahta emas dan permata. (QS. Al Waaqi'ah, 56: 15)
Mereka bertelekan di atas dipan-dipan berderetan dan Kami kawinkan mereka dengan bidadari-bidadari yang cantik bermata jeli. (QS. Ath-Thuur, 52: 20)
Sebagaimana diungkapkan ayat-ayat tersebut, singgasana merupakan simbol martabat, kemegahan, dan kekayaan. Allah berkehendak agar hamba-hamba-Nya hidup di tempat-tempat yang mulia di surga. Di lingkungan yang begitu gemilang, orang-orang mukmin tetap mengingat Allah dan mengulangi kata-kata-Nya:
Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami. Sesungguhnya Tuhan kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal dari karunia-Nya; didalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu. (QS. Faathir, 35: 33-35)
Materi dasar surga adalah "karya yang sangat halus" dan "keindahan yang luar biasa". Ini semua adalah bayangan dari kecerdasan dan rasa seni tertinggi milik Allah. Misalnya, singgasana-singgasana dilapisi dengan emas dan batu-batu berharga; bukan singgasana biasa, namun singgasana yang agung. Pakaian terbuat dari sutra dan kain berharga. Lebih-lebih lagi, perhiasan perak dan emas melengkapi pakaian ini. Dalam Al Quran, Allah memberikan banyak rincian tentang surga, namun dari berbagai ungkapan itu jelaslah bahwa setiap orang yang beriman akan menikmati sebuah Taman yang dirancang sesuai dengan imajinasinya. Tidak diragukan lagi, Allah akan mengaruniakan banyak lagi anugerah lain yang menakjubkan kepada hamba-hambanya yang tercinta.
Surga yang Tak Terbayangkan
Diedarkan kepada mereka piring-piring dari emas, dan piala-piala dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kamu kekal di dalamnya. (QS. Az-Zukhruf, 43: 71)
Dari deskripsi dan ilustrasi yang terdapat di dalam Al Quran, kita dapat memperoleh suatu pemahaman umum seperti apa surga itu. Dalam ayat "Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: ‘Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.'" (QS. Al Baqarah, 2: 25), Allah menyatakan bahwa anugerah di surga secara fundamental akan sama dengan yang ada di dunia. Sesuai dengan deskripsi pada ayat, "dan memasukkan mereka ke dalam jannah yang telah diperkenankan-Nya kepada mereka" (QS. Muhammad, 47: 6), kita dapat mencapai kesimpulan bahwa Allah akan membiarkan orang-orang beriman tinggal di Surga dengan apa yang telah mereka kenal sebelumnya.
Walau demikian, setiap keterangan yang dapat kita kumpulkan tentang surga di dunia ini pastilah tidak memadai; ia hanya dapat memberikan isyarat untuk mengira sebuah gambaran umum. "Perumpamaan jannah yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring." (QS. Muhammad, 47: 15). Ayat ini menjelaskan bahwa surga adalah suatu tempat di luar imajinasi kita. Di dalam jiwa manusia, ayat ini membangkitkan perasaan bahwa surga adalah sebuah tempat dengan pemandangan yang tak terduga.
Di lain pihak, Allah menguraikan surga sebagai "suatu hiburan" atau sebuah "pesta":
Akan tetapi orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya, bagi mereka surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, sedang mereka kekal di dalamnya sebagai tempat tinggal dari sisi Allah. Dan apa yang di sisi Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang berbakti. (QS. Ali Imran, 3: 198)
Dalam ayat ini, Allah memperkenalkan surga sebagai sebuah tempat hiburan dan kesenangan. "Akhir" dari hidup ini, kesenangan karena lulus "ujian" dan mencapai tempat terbaik untuk tinggal selamanya, sudah barang tentu membuat orang-orang yang beriman bergembira. Perayaan ini akan sangat luar biasa: perayaan yang tidak ada padanannya dengan pesta atau kegembiraan apa pun di dunia ini. Jelaslah bahwa perayaan ini akan di luar kebiasaan dan ritual dari semua pertunjukan, festival, karnaval atau pesta yang biasa ada di negeri-negeri terdahulu maupun sekarang.
Di kehidupan yang abadi, fakta bahwa mereka yang beriman akan menikmati berbagai jenis hiburan tanpa henti mengingatkan akan sebuah ciri lain dari orang beriman di surga: tidak pernah merasa lelah. Di dalam Al Quran, kondisi ini diungkapkan sebagai berikut dalam perkataan orang beriman: "Yang menempatkan kami dalam tempat yang kekal dari karunia-Nya; di dalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu." (QS. Faathir, 35: 35)
Tak diragukan, orang-orang yang beriman juga tidak akan mengalami kelelahan mental di sana. Berlawanan dengan surga, di mana "mereka tidak merasa lelah di dalamnya" (QS. Al Hijr, 15: 48), manusia di dunia merasa lelah karena tubuhnya tidak diciptakan kuat. Ketika seseorang merasa lelah, dia menjadi sulit berkonsentrasi dan membuat keputusan yang cermat. Karena kelelahan, persepsi seseorang berubah. Namun, kondisi pikiran seperti itu tidak pernah ada di surga. Semua indra terus tajam menangkap ciptaan Allah dengan kemampuan terbaik. Orang-orang yang beriman sama sekali tidak merasakan perasaan lelah dan karenanya, mereka menikmati anugerah Allah tanpa gangguan. Kesenangan dan kegembiraan yang dirasakan tidak berbatas dan abadi.
Di lingkungan di mana kelelahan dan kebosanan tidak ada, Allah memberi ganjaran orang-orang yang beriman dengan menciptakan "apa pun yang mereka inginkan". Sudah tentu, Allah memberikan kabar gembira bahwa Dia akan menciptakan lebih dari yang dapat dibayangkan atau diinginkan mereka: "Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami ada tambahannya." (QS. Qaaf, 50: 35)
Hendaklah diingat bahwa salah satu anugerah surga yang terpenting adalah bahwa "Allah memelihara mereka dari azab neraka," (QS. Ad-Dukhaan, 44: 56) dan "mereka tidak mendengar sedikit pun suara api neraka. " (QS. Al Anbiyaa', 21: 102)
Sebaliknya, kapan pun mereka mau, orang-orang yang beriman mendapat kesempatan untuk melihat dan berbicara kepada penghuni neraka. Mereka pun merasa berterima kasih atas anugerah ini:
Mereka berkata: "Sesungguhnya kami dahulu, sewaktu berada di tengah-tengah keluarga kami merasa takut. Maka Allah memberikan karunia kepada kami dan memelihara kami dari azab neraka. Sesungguhnya kami dahulu menyembah-Nya. Sesungguhnya Dialah yang melimpahkan kebaikan lagi Maha Penyayang." (QS. At-Thuur: 26-28)
Surga diuraikan di dalam Al Quran sebagai berikut: "Dan apabila kamu melihat di sana, niscaya kamu akan melihat berbagai macam kenikmatan dan kerajaan yang besar." (QS. Al Insaan, 76: 20) Di sini, mata mengecap dan menikmati pemandangan yang berbeda, kemegahan yang berbeda. Setiap sudut dan tempat dihiasi dengan hiasan yang berharga. Kemegahan seperti itu hanyalah untuk orang-orang beriman, yang dilimpahi Allah kemurahan-Nya dan dihadiahkan Taman-Nya. "Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan," (QS. Al Hijr, 15: 47) "mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah dari padanya." (QS. Al Kahfi, 18: 108)
Anugerah Allah Terpenting: Ridha-Nya
Allah telah menjanjikan kepada orang yang beriman, lelaki maupun wanita, taman-taman yang di bawahnya mengalir sungai, untuk tinggal di dalamnya, dan gedung-gedung indah di dalam taman kebahagiaan abadi. Tetapi kebahagiaan terbesar adalah ridha Allah: itulah kebahagiaan utama. (QS. At-Taubah, 9: 72)
Pada halaman-halaman terdahulu, telah disebutkan tentang anugerah mulia yang dikaruniakan Allah atas manusia di surga. Nyatalah bahwa surga itu adalah sebuah tempat yang berisi semua kesenangan yang dapat dirasakan manusia dengan panca indranya. Namun, keunggulan surga adalah ridha Allah. Bagi mereka yang beriman, memperoleh ridha Allah menjadi sumber kedamaian dan kesenangan di hari akhirat. Lebih jauh lagi, melihat anugerah Allah dan bersyukur kepada Allah atas kemurahan-Nya membuat mereka gembira. Di dalam Al Quran, orang-orang yang beriman digambarkan sebagai berikut:
Allah ridha terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang paling besar. (QS. Al Maaidah, 5: 119)
Apa yang membuat anugerah surga begitu berharga adalah keridhaan Allah. Jenis anugerah yang sama dapat juga ada di dunia ini, namun jika ridha Allah tidak ada, orang-orang yang beriman tidak menikmati anugerah-anugerah ini. Ini adalah masalah penting yang perlu direnungkan. Apa yang sebenarnya membuat suatu anugerah berharga adalah sesuatu di luar nikmat dan kesenangan yang diberikannya. Yang benar-benar berarti, adalah fakta bahwa Allah telah melimpahkan anugerah itu.
Seorang yang beriman yang mendapatkan anugerah sedemikian dan bersyukur kepada Penciptanya memperoleh kesenangan utamanya dari mengetahui bahwa hal itu merupakan kemurahan Allah. Kepuasan dapat ditemukan hanya dari fakta bahwa Allah melindunginya, mencintainya dan bahwa Penciptanya menunjukkan kasih sayang-Nya kepadanya. Oleh karena itu, hati seseorang hanya mengambil kesenangan dari surga. Dia diciptakan sebagai hamba Allah dan karenanya dia hanya mengambil kesenangan dari kemurahan-Nya.
Karena itulah sebuah "surga di bumi" utopia orang yang tidak beriman tidak pernah ada di dunia ini. Malahan jika segala sesuatu yang ada di surga dikumpulkan dan diletakkan di dunia ini, ia tetap tidak berarti tanpa keridhaan Allah.
Ringkasnya, surga adalah pemberian Allah kepada hamba-hamba-Nya yang sejati dan karena itu begitu penting bagi mereka. Karena, "merupakan hamba-hamba yang dimuliakan" (QS. Al Anbiyaa' 21: 26), mereka memperoleh kebahagiaan dan kesenangan yang abadi. Ucapan orang-orang yang beriman di surga adalah, "Maha Agung nama Tuhanmu Yang Mempunyai Kebesaran dan Karunia." (QS. Ar-Rahmaan, 55: 78)
Neraka
Tempat orang-orang yang tidak beriman tinggal selamanya diciptakan khusus untuk memberikan siksaan bagi jasad dan jiwa manusia. Hal ini semata karena orang-orang yang tidak beriman bersalah atas dosa besar dan keadilan Allah menuntut hukuman atas mereka.
Tidak bersyukur dan ingkar terhadap Sang Pencipta, Dia yang memberi jiwa kepada manusia, adalah kesalahan terbesar di seluruh alam semesta. Karenanya, di hari akhirat ada azab yang pedih bagi kesalahan besar seperti itu. Itulah fungsi neraka. Manusia diciptakan sebagai hamba Allah. Jika dia menolak tujuan utama penciptaan dirinya, maka jelas dia akan menerima ganjaran yang setimpal. Allah menyatakan dalam hal ini dalam salah satu ayat:
…orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina. (QS. Al Mu'min, 40: 60)
Karena kebanyakan manusia pada akhirnya akan dikirim ke neraka dan hukuman di dalamnya tanpa batas waktu dan abadi, maka sasaran utama, tujuan dasar dari kemanusiaan adalah untuk menghindari neraka. Ancaman terbesar bagi manusia adalah neraka dan tidak ada yang mungkin lebih penting daripada menyelamatkan jiwa darinya.
Walaupun begitu, hampir semua manusia di muka bumi hidup dalam keadaan tidak sadar. Mereka menyibukkan diri dengan masalah-masalah lain dalam kehidupan sehari-hari. Mereka bekerja selama berbulan-bulan, bertahun-tahun, bahkan berpuluh tahun untuk hal yang tidak berarti, namun tidak pernah berpikir tentang ancaman terbesar, bahaya paling serius bagi keberadaan mereka selamanya. Neraka berada tepat di hadapan mereka; namun mereka terlalu buta untuk melihatnya:
Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya). Tidak datang kepada mereka suatu ayat Al Quran pun yang baru (diturunkan) dari Tuhan mereka, melainkan mereka mendengarnya, sedang mereka bermain-main, (lagi) hati mereka dalam keadaan lalai. Dan mereka yang zalim itu merahasiakan pembicaraan mereka: ‘Orang ini tidak lain hanyalah seorang manusia (jua) seperti kamu, maka apakah kamu menerima sihir itu, padahal kamu menyaksikannya?" (QS. Al Anbiyaa', 21: 1-3)
Orang-orang seperti ini sibuk dengan usaha yang sia-sia. Mereka menghabiskan seluruh hidup mengejar sasaran-sasaran yang tidak masuk akal. Pada kebanyakan waktu, tujuan mereka dipromosikan dalam perusahaan, pernikahan, memiliki "kehidupan rumah tangga yang bahagia", memperoleh banyak uang atau menjadi pembela ideologi yang tak berguna. Kala melakukan hal-hal ini, mereka tidak sadar akan ancaman besar di hadapan mereka. Bagi mereka, neraka hanyalah fiksi khayalan.
Pada kenyataannya, neraka lebih nyata daripada dunia ini. Dunia akan berakhir setelah sekian waktu, tetapi neraka akan terus ada selamanya. Allah, Pencipta alam semesta dan dunia ini serta semua keseimbangan pelik di alam, telah menciptakan pula hari akhirat, neraka, dan surga. Azab yang pedih dijanjikan kepada semua yang ingkar dan munafik:
Cukuplah bagi mereka Jahannam yang akan mereka masuki. Dan neraka itu adalah seburuk-buruk tempat kembali. (QS. Al Mujaadi-lah, 58: 8)
Neraka, tempat terjelek yang dapat dibayangkan, adalah sumber dari siksaan yang total. Siksaan dan kesakitan ini tidak sama dengan rasa sakit apa pun di dunia ini. Ia jauh lebih kuat daripada rasa sakit ataupun kesengsaraan yang dapat dihadapi seseorang di dunia ini. Ini sudah tentu pekerjaan Allah, Yang Mahamulia dalam kebijaksanaan.
Kenyataan kedua tentang neraka adalah bahwa, untuk setiap orang, siksaan ini tanpa batas waktu dan abadi. Kebanyakan manusia dalam masyarakat yang jahil ini mempunyai kesalahpahaman yang umum tentang neraka: mereka mengira bahwa mereka akan "menjalani hukuman mereka" di neraka untuk waktu tertentu dan kemudian mereka akan diampuni. Ini hanyalah lamunan belaka. Kepercayaan ini khususnya juga tersebar luas di antara mereka yang mengira diri mereka orang yang beriman namun abai melakukan tugas-tugas mereka terhadap Allah. Mereka mengira bahwa mereka dapat memperturutkan hawa nafsu dunia sebanyak mungkin. Menurut keyakinan yang sama, mereka akan memperoleh surga setelah menerima hukuman di neraka untuk beberapa saat. Namun, akhir yang menunggu mereka lebih menyakitkan daripada yang mereka perkirakan. Neraka jelas merupakan tempat penyiksaan tanpa akhir. Di dalam Al Quran, seringkali ditekankan bahwa azab bagi mereka yang tidak beriman itu terus-menerus dan tanpa akhir. Ayat berikut mempertegas fakta ini: "Mereka tinggal di dalamnya berabad-abad lamanya." (QS. An-Naba', 78: 23)
Tidak bersyukur dan ingkar terhadap sang Pencipta yang "memberikan pendengaran, penglihatan, dan hati" (QS. An-Nahl, 16: 78) tentulah layak menerima penderitaan tanpa akhir. Alasan yang diajukan tidak akan menyelamatkan seseorang dari neraka. Keputusan yang diberikan bagi mereka yang memperlihatkan ketidakacuhan atau lebih jelek lagi, kebencian terhadap agama yang digariskan Penciptanya bersifat pasti dan tak berubah. Di dunia, mereka angkuh dan menghindar dari ketundukan terhadap Allah yang Mahakuasa. Mereka juga merupakan musuh besar orang mukmin sejati. Di hari penghisaban, mereka akan mendengarkan kata-kata berikut:
Maka masukilah pintu-pintu neraka Jahannam, kamu kekal di dalamnya. Maka amat buruklah tempat orang-orang yang menyombongkan diri itu. (QS. An-Nahl, 16: 29)
Ciri neraka yang paling menakutkan adalah sifat keabadiannya. Sekali di neraka, maka tidak ada jalan kembali. Satu-satunya realitas adalah neraka beserta berbagai jenis siksaan. Berhadapan dengan azab yang abadi seperti itu, seseorang akan jatuh putus asa. Dia tidak mempunyai pengharapan apa pun lagi. Keadaan ini diuraikan dalam Al Quran sebagai berikut:
Dan adapun orang-orang yang fasik maka tempat mereka adalah jahannam. Setiap kali mereka hendak keluar daripadanya, mereka dikembalikan ke dalamnya dan dikatakan kepada mereka: "Rasakanlah siksa neraka yang dahulu kamu mendustakannya." (QS. As-Sajdah, 32: 20)
Siksaan di Neraka
Dan orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, mereka itu adalah golongan kiri. Mereka berada dalam neraka yang ditutup rapat. (QS. Al Balad, 90 : 19-20)
Pada hari penghisaban, akan ada miliaran orang, namun kerumunan besar ini tidak akan memberikan kesempatan bagi orang-orang kafir untuk melarikan diri dari penghisaban. Setelah penghisaban orang-orang kafir berlangsung di hadapan Allah, mereka akan dinamai "ahli kiri". Inilah waktunya mereka akan dikirim ke neraka. Dari saat ini, mereka akan memahami dengan kepahitan bahwa neraka akan menjadi tempat tinggal mereka yang kekal. Mereka yang dikirim ke neraka datang bersama malaikat penggiring dan malaikat penyaksi:
Dan ditiuplah sangkakala. Itulah hari terlaksananya ancaman. Dan datanglah tiap-tiap diri, bersama dengan dia seorang malaikat penggiring dan seorang malaikat penyaksi. Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam. Dan yang menyertai dia berkata: "Inilah (catatan amalnya) yang tersedia pada sisiku." Allah berfirman: "Lemparkanlah olehmu berdua ke dalam neraka semua orang yang sangat ingkar dan keras kepala, yang sangat menghalangi kebajikan, melanggar batas lagi ragu-ragu, yang menyembah sembahan yang lain beserta Allah maka lemparkanlah dia ke dalam siksaan yang sangat." (QS. Qaf, 50: 20-26)
Orang-orang kafir digiring ke tempat yang mengerikan ini "dalam rombongan-rombongan". Namun, dalam perjalanan ke sana, ketakutan akan neraka menghantui hati mereka. Suara yang menakutkan dan kobaran api terdengar dari kejauhan.
Apabila mereka dilemparkan ke dalamnya mereka mendengar suara neraka yang mengerikan, sedang neraka itu menggelegak, hampir-hampir (neraka) itu terpecah-pecah lantaran marah. Setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir), penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka: "Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?."…(QS. Al Mulk, 67: 7-8)
Dari ayat ini, jelas bahwa ketika mereka dibangkitkan kembali, semua orang kafir akan mengerti apa yang akan menimpa mereka. Mereka tinggal sendiri; tanpa teman, sanak saudara, atau pengikut untuk menolong. Orang-orang kafir tidak akan berdaya untuk bersikap angkuh dan mereka akan kehilangan semua kepercayaan dirinya. Mereka akan memandang dengan mata berpaling. Salah satu ayat yang mendeskripsikan momen ini adalah sebagai berikut:
Dan kamu akan melihat mereka dihadapkan ke neraka dalam keadaan tunduk karena (merasa) terhina, mereka melihat dengan pandangan yang lesu. Dan orang-orang yang beriman berkata: "Sesungguhnya orang-orang yang merugi ialah orang-orang yang kehilangan diri mereka sendiri (kehilangan) dan keluarga mereka pada hari kiamat." Ingatlah, sesungguhnya orang-orang yang zalim itu berada dalam azab yang kekal. (QS. Asy-Syuura, 42: 45)
Neraka penuh dengan kebencian. Kelaparannya dengan orang kafir tidak pernah terpuaskan. Walau ada begitu banyak orang kafir, ia masih meminta lebih banyak lagi:
Hari Kami bertanya kepada jahanam : "Apakah kamu sudah penuh ?" Dia menjawab : "Masih ada tambahan ?" (QS. Qaaf, 50: 30)
Allah menguraikan neraka dalam Al Quran sebagai berikut:
Aku akan memasukkannya ke dalam Saqar. Tahukah kamu apakah (neraka) Saqar itu? Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan. Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan. (QS. Al Muddatstsir, 74: 26-28)
Hidup Tanpa Akhir di Belakang Pintu yang Terkunci
Begitu orang-orang kafir sampai di neraka, pintu-pintu dikunci di belakang mereka. Di sini, mereka melihat pemandangan yang paling menakutkan. Mereka segera paham bahwa mereka akan "dihadiahkan" kepada neraka, tempat mereka untuk selamanya. Pintu-pintu yang terkunci menunjukkan bahwa tidak akan ada penyelamatan. Allah menerangkan keadaan orang-orang kafir sebagai berikut:
Dan orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, mereka itu adalah golongan kiri. Mereka berada dalam neraka yang ditutup rapat. (QS. Al Balad, 90: 19-20)!
Azab tersebut di dalam Al Quran disebut sebagai "azab yang besar" (QS. Ali Imran, 3: 176), "siksa yang berat" (QS. Ali Imran, 3: 4), dan "siksa yang pedih" (QS. Ali Imran, 3: 21). Deskripsi tersebut belum memadai untuk memberikan pemahaman sepenuhnya tentang hukuman di neraka. Manusia yang tidak sanggup menahan sekadar nyala api kecil di dunia, tidak dapat memahami bagaimana terbakar api selamanya. Lebih jauh lagi, rasa sakit akibat api di dunia tidak sebanding dengan siksaan yang dahsyat di neraka. Tidak ada rasa sakit yang dapat menyamai apa yang dirasakan di neraka:
Maka pada hari itu tiada seorangpun yang menyiksa seperti siksa-Nya, dan tiada seorangpun yang mengikat seperti ikatan-Nya. (QS. Al Fajr, 89: 25-26)
Begitulah kehidupan di neraka. Namun itu adalah sebuah kehidupan yang setiap saatnya penuh siksa dan derita. Setiap jenis siksaan fisik, mental, dan jiwa, berbagai jenis siksaan dan hinaan mengamuk dalam kehidupan itu. Membandingkannya dengan kesusahan di dunia adalah hal yang mustahil.
Penghuni neraka menanggungkan rasa sakit melalui seluruh panca indranya. Mata mereka melihat bentuk-bentuk yang menjijikkan dan mengerikan; telinga mereka mendengar jeritan, raungan, dan tangis kengerian, hidung mereka penuh dengan bau yang mengerikan dan sengit; lidah mereka mengecap rasa yang amat busuk, tak tertahankan. Mereka merasakan neraka hingga ke dalam sel-sel mereka; rasa sakit yang dahsyat dan membuat gila, yang sukar untuk dibayangkan di dunia ini. Kulit mereka, organ-organ tubuh mereka, dan seluruh jasad mereka hancur dan mereka menggeliat-geliat kesakitan.
Penghuni neraka sangat tahan rasa sakit dan mereka tidak pernah mati. Oleh karena itu, mereka tidak pernah dapat menyelamatkan diri dari siksaan. Dalam Al Quran, rasa sakit diterangkan sebagai berikut: "alangkah beraninya mereka menentang api neraka!" (QS. Al Baqarah, 2: 175) Kulit mereka sembuh kembali saat mereka dibakar; siksaan yang sama berlangsung terus selamanya; intensitas siksaan tidak pernah berkurang. Sekali lagi, Allah berfirman dalam Al Quran: "Masuklah kamu ke dalamnya; maka baik kamu bersabar atau tidak, sama saja bagimu." (QS. At-Thuur, 52: 16)
Tidak kalah dari rasa sakit fisik, rasa sakit mental juga dahsyat di neraka. Penghuni neraka merasa luar biasa menyesal, jatuh ke dalam ketiadaan harapan, merasa putus asa dan menghabiskan waktu dalam keputusasaan. Setiap sudut, setiap tempat di neraka dibuat untuk memberikan penderitaan mental. Penderitaan itu abadi; jika saja ia akan berakhir setelah jutaan atau miliaran tahun, sekadar kemungkinan jangka panjang seperti itu saja sudah dapat membangkitkan harapan besar dan menjadi alasan kuat untuk kebahagiaan dan kegembiraan. Namun, keabadian siksaan akan menanamkan sejenis rasa putus harapan yang tidak dapat dibandingkan dengan perasaan serupa mana pun di dunia ini.
Menurut deskripsi Al Quran, neraka adalah tempat di mana rasa sakit luar biasa dialami: bau-bau yang menjijikkan; ia sempit, ribut, penuh asap, dan muram, menyuntikkan rasa tidak aman ke dalam jiwa manusia; api membakar hingga ke dalam jantung; makanan dan minuman yang menjijikkan; pakaian dari api dan aspal cair.
Inilah karakteristik dasar neraka. Bagaimanapun, ada kehidupan yang berlangsung di dalam lingkungan mengerikan. Penghuni neraka memiliki indra yang tajam. Mereka mendengar, berbicara, dan berdebat, dan mereka mencoba untuk melarikan diri dari penderitaan. Mereka terbakar dalam api, menjadi haus dan lapar, dan merasakan penyesalan. Mereka disiksa oleh perasaan bersalah. Yang lebih penting lagi, mereka ingin terbebas rasa sakit. Para penghuni neraka menjalani hidup yang tidak terbatas yang lebih rendah dari hewan di lingkungan yang kotor dan menjijikkan ini. Satu-satunya makanan yang mereka miliki adalah buah pahit berduri dan pohon zaqqum. Sedangkan, minuman mereka adalah darah dan nanah. Sementara, api menelan mereka di mana-mana. Penderitaan di neraka dilukiskan sebagai berikut:
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. An-Nisaa', 4: 56)
Dengan kulit koyak-moyak, daging terbakar, dan darah bepercikan di mana-mana, mereka dirantai dan dicambuk. Dengan tangan terikat ke leher mereka, mereka dilemparkan ke pusat neraka. Malaikat azab, sementara itu, menempatkan mereka yang bersalah di ranjang api, selimutnya pun dari api. Peti mati tempat mereka ditempatkan tertutup api.
Orang-orang kafir terus-menerus menjerit agar diselamatkan dari segala siksaan itu. Dan mereka sering menerima balasan hanya berupa lebih banyak hinaan dan siksaan. Mereka ditinggalkan sendiri dalam penderitaan mereka. Mereka yang dulunya dikenal dengan keangkuhannya di dunia sekarang memohon-mohon ampunan. Lebih jauh lagi, hari-hari di neraka tidak sama dengan hari-hari di dunia, berapa lamakah satu menit di dalam penderitaan abadi, berapa lamakah sehari, seminggu, sebulan, atau setahun pada kesakitan tak berhingga dan tanpa akhir?
Semua adegan ini akan menjadi kenyataan. Semuanya nyata. Lebih nyata dari kehidupan kita sehari-hari.
Mereka "yang menyembah Allah dengan berada di tepi" (QS. Al Hajj, 22: 11); mereka yang berkata, "Kami tidak akan disentuh oleh api neraka kecuali beberapa hari yang dapat dihitung" (QS. Ali 'Imran, 3: 24); mereka yang menjadikan hal-hal seperti uang, status, dan karir sebagai tujuan utama hidup mereka dan karenanya mengabaikan ridha Allah; mereka yang mengubah perintah-perintah Allah sesuai dengan keinginan dan nafsu mereka; mereka yang menafsirkan Al Quran sesuai dengan kepentingan mereka; mereka yang menyimpang dari jalan yang lurus; ringkasnya semua orang kafir dan munafik akan menghuni neraka, kecuali mereka yang dimaafkan dan diselamatkan Allah dengan kemurahan-Nya. Inilah kata-kata Allah yang meyakinkan dan pasti akan terjadi:
Dan kalau Kami menghendaki niscaya Kami akan berikan kepada tiap-tiap jiwa petunjuk, akan tetapi telah tetaplah perkataan dari pada-Ku: "Sesungguhnya akan Aku penuhi neraka jahanam itu dengan jin dan manusia bersama-sama." (QS. As-Sajdah, 32: 13)
Ada fakta lain tentang neraka; orang-orang ini secara khusus diciptakan untuk neraka, sebagaimana dinyatakan ayat berikut:
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al A'raaf, 7: 179)
Meski semua penderitaan yang mereka alami, tidak akan ada seorang pun memberi pertolongan kepada penghuni neraka. Tidak ada yang sanggup menyelamatkan mereka darinya. Dibuang seperti itu akan memberi mereka perasaan kesepian yang pahit. "Maka tiada seorang teman pun baginya pada hari ini di sini.." (QS. Al Haaqqah, 69: 35) Di sekeliling mereka, hanya ada "Malaikat Azab" yang menerima perintah dari Allah. Mereka ini adalah para penjaga yang luar biasa keras, tanpa ampun, dan mengerikan, yang mengemban tanggung jawab tunggal memberi siksaan dahsyat terhadap penghuni neraka. Rasa kasihan telah dihilangkan sepenuhnya dari jiwa para malaikat ini. Di samping siksaan yang mereka berikan, mereka juga memiliki penampilan, suara, dan gerak-gerik yang menakutkan. Tujuan keberadaan mereka adalah untuk membalas mereka yang mengingkari Allah, dan mereka melaksanakan tanggung jawab mereka dengan perhatian dan ketelitian yang sepatutnya. Tidak mungkin mereka akan memberikan "perlakuan yang pilih kasih" kepada siapa pun.
Inilah sebenarnya bahaya nyata yang menunggu setiap diri di bumi. Manusia, yang ingkar dan tak bersyukur kepada Penciptanya, dan karenanya melakukan tindakan keliru terbesar, tidak diragukan lagi layak menerima pembalasan seperti itu. Allah, karenanya, memperingatkan manusia terhadap hal ini:
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At-Tahrim: 6)
Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya, (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka. Maka biarlah dia memanggil golongannya, kelak Kami akan memanggil malaikat Zabaniyah. (QS. Al 'Alaq, 96: 15-18)
Permohonan Putus Asa dan Tanpa Harapan
Penghuni neraka berada dalam keadaan tanpa harapan. Siksaan yang mereka jalani sangat kejam dan tanpa akhir. Harapan mereka satu-satunya adalah menangis dan meminta keselamatan. Mereka melihat para penghuni surga dan meminta air dan makanan. Mereka mencoba bertobat dan meminta ampunan Allah. Namun, semuanya sia-sia.
Penghuni neraka memohon kepada para penjaga. Mereka bahkan menghendaki para penjaga itu sebagai perantara antara mereka dan Allah dan meminta belas kasihan. Rasa sakit begitu tidak tertahankan dan mereka ingin dibebaskan darinya walau hanya untuk satu hari:
Dan orang-orang yang berada dalam neraka berkata kepada penjaga-penjaga neraka Jahanam: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu supaya Dia meringankan azab dari kami barang sehari." Penjaga Jahanam berkata: "‘Dan apakah belum datang kepada kamu rasul-rasulmu dengan membawa keterangan-keterangan?" Mereka menjawab: "Benar, sudah datang." Penjaga-penjaga Jahanam berkata: "Berdoalah kamu". Dan doa orang-orang kafir itu hanyalah sia-sia belaka. (QS. Al Ghafir, 40: 49-50)
Orang-orang kafir mencoba lebih jauh lagi mencari pengampunan, namun mereka ditolak dengan tegas:
Mereka berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami, dan adalah kami orang-orang yang sesat. Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami daripadanya, maka jika kami kembali, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim." Allah berfirman: "Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku." Sesungguhnya, ada segolongan dari hamba-hamba-Ku berdoa : "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling Baik." Lalu kamu menjadikan mereka buah ejekan, sehingga kamu mengejek mereka, menjadikan kamu lupa mengingat Aku, dan adalah kamu selalu menertawakan mereka, Sesungguhnya Aku memberi balasan kepada mereka di hari ini, karena kesabaran mereka; sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang menang. (QS. Al Mu'minuun, 23: 106-111)
Ini benar-benar perkataan terakhir Allah terhadap penghuni neraka. Firman-Nya, "Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku." sudah final. Sejak itu, Allah tidak pernah mempertimbangkan lagi tentang para penghuni neraka. Tak seorang pun suka bahkan sekadar memikirkan situasi ini.
Sementara penghuni neraka disiksa, mereka yang memperoleh "kebahagiaan dan keselamatan", yakni orang-orang yang beriman, tinggal di surga menikmati keberuntungan dari kemurahan yang tanpa akhir. Penderitaan para penghuni neraka menjadi lebih hebat ketika mereka melihat dan mengamati kehidupan mereka yang beriman di surga. Memang, tatkala menjalani siksaan yang tak tertahankan, mereka dapat "menonton" kenikmatan yang luar biasa di surga.
Orang-orang yang beriman, yang ditertawakan orang-orang kafir di dunia, sekarang menjalani hidup yang penuh dan bahagia, tinggal di tempat-tempat yang mulia, rumah-rumah megah dengan wanita-wanita yang cantik, dan menikmati makanan dan minuman yang lezat. Penampakan orang-orang yang beriman di dalam kedamaian dan kelimpahan makin memperkuat penghinaan di neraka. Pemandangan ini menambahkan sakit dan derita kepada kesedihan mereka. Penyesalan itu bertambah dalam dan kian dalam. Karena tidak mematuhi perintah Allah di dunia, mereka merasakan penyesalan yang dalam. Mereka berpaling kepada orang-orang beriman di surga dan mencoba untuk berbicara kepada mereka. Mereka memohon pertolongan dan simpati. Namun, ini hanyalah usaha yang sia-sia. Para penghuni surga juga melihat mereka. Penampilan dan kehidupan mereka yang mulia membuat mereka semakin bersyukur kepada Allah. Berikut ini adalah percakapan antara para penghuni neraka dan penghuni surga:
Berada di dalam surga, mereka tanya-menanya, tentang orang-orang yang berdosa, "Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar?" Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak memberi makan orang miskin, dan adalah kami membicarakan yang batil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya, dan adalah kami mendustakan hari pembalasan, hingga datang kepada kami kematian." Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat dari orang-orang yang memberikan syafaat. (QS. Al Muddatstsir, 74: 40-48)
Sebuah Peringatan Agar Terhindar dari Siksaan
Pada bab ini, kita membahas tentang dua kelompok manusia; mereka yang beriman kepada Allah mereka yang mengingkari keberadaan-Nya. Juga telah ditampilkan gambaran umum tentang neraka, begitu pula surga, seluruhnya berdasarkan kepada deskripsi qurani. Tujuannya bukanlah untuk memberikan keterangan tentang agama, melainkan untuk mengingatkan dan mengancam orang-orang yang tidak beriman bahwa Hari Akhirat akan menjadi sebuah tempat yang mengerikan bagi mereka dan akhir mereka akan sangat menakutkan.
Setelah semua pembahasan, perlu ditekankan bahwa manusia, tak diragukan lagi, bebas untuk mengambil keputusannya. Dia dapat menjalani hidupnya sebagaimana ia inginkan. Tidak seorang pun punya hak untuk memaksa orang lain percaya. Namun, begitu orang-orang yang mengimani keberadaan Allah dan keadilan-Nya yang maha, kita mengemban tanggung jawab untuk memperingatkan manusia terhadap hari yang begitu mengerikan. Orang-orang ini jelas tidak menyadari situasi mereka dan akhir macam apa yang menunggu mereka. Oleh karena itu, kita merasa bertanggung jawab untuk memperingatkan mereka. Allah menerangkan kepada kita tentang keadaan orang-orang ini:
Maka apakah orang-orang yang mendirikan mesjidnya di atas dasar takwa kepada Allah dan keridhaan- itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka Jahanam. Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS. At-Taubah, 9: 109)
Mereka yang mengingkari perintah Allah di dunia ini dan, sadar atau tidak, menyangkal keberadaan Pencipta mereka, tidak memiliki syafaat di hari akhir. Karenanya, sebelum kehilangan waktu, setiap orang harus menyadari situasinya di hadapan Allah dan tunduk patuh kepada-Nya. Jika tidak, dia akan menyesalinya dan menghadapi akhir yang menakutkan:
Orang-orang yang kafir itu seringkali menginginkan, kiranya mereka dahulu menjadi orang-orang muslim. Biarkanlah mereka makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan, maka kelak mereka akan mengetahui. (QS. Al Hijr, 15: 2-3)
Cara untuk menghindari azab yang abadi, meraih kebahagiaan abadi, dan memperoleh ridha Allah sudah jelas:
Sebelum terlambat, berimanlah dengan sebenar-benarnya kepada Allah,
Isilah hidup Anda dengan amal saleh untuk mendapatkan ridha-Nya….
INTISARI MATERI
Orang yang merenungkan sekelilingnya dengan kritis dan bijaksana akan menyadari bahwa segala sesuatu di alam semesta ini — benda hidup atau-pun mati — pasti diciptakan. Sehingga pertanyaannya adalah: "Siapakah pencipta semua ini?"
Jelas bahwa "fakta penciptaan" yang tampak dalam setiap aspek alam semesta, mustahil hasil ciptaan alam semesta itu sendiri. Contohnya, seekor kutu tidak bisa menciptakan dirinya sendiri. Sistem tata surya tidak dapat menciptakan atau mengorganisir diri sendiri. Tanaman, manusia, bakteri, sel darah merah dan kupu-kupu juga tidak dapat menciptakan diri sendiri. Kemungkinan bahwa semua ini bermula "secara kebetulan" bahkan tidak terbayangkan sama sekali.
Oleh karena itu, kita berkesimpulan: segala sesuatu yang kita lihat telah diciptakan. Akan tetapi, tidak ada satu pun yang kita lihat dapat menjadi "pencipta" diri sendiri. Pencipta berbeda dan lebih unggul daripada semua yang kita lihat. Kekuatan Pencipta tidak terlihat tetapi keberadaan dan tanda-tandanya terungkap dalam segala sesuatu yang ada di alam.
Orang-orang yang menolak keberadaan Allah tidak sependapat tentang hal ini. Orang-orang ini terkondisikan untuk tidak mempercayai keberadaan-Nya kecuali mereka melihat-Nya dengan mata kepala sendiri. Kaum ini, yang mengabaikan fakta "penciptaan", terpaksa mengabaikan aktualitas "penciptaan" yang terwujud di seluruh alam semesta dan secara keliru membuktikan bahwa alam semesta dan kehidupan di dalamnya tidak diciptakan. Teori evolusi merupakan contoh utama usaha mereka yang sia-sia.
Kesalahan mendasar dari mereka yang mengingkari Allah dilakukan pula oleh banyak orang yang sebenarnya tidak sungguh-sungguh menolak keberadaan Allah tetapi mempunyai persepsi salah tentang-Nya. Mereka tidak mengingkari penciptaan tetapi memiliki kepercayaan takhayul mengenai "di mana" Allah. Kebanyakan dari mereka berpikir bahwa Allah berada di "langit". Mereka diam-diam membayangkan bahwa Allah berada di belakang suatu planet sangat jauh dan sewaktu-waktu mencampuri "urusan duniawi". Atau barangkali Allah tidak turun tangan sama sekali: Dia menciptakan alam semesta lalu meninggalkannya begitu saja, dan manusia dibiarkan menentukan nasibnya sendiri.
Sementara itu, kalangan lain mendengar bahwa, Allah berada "di mana-mana", namun mereka tidak dapat memahami maknanya. Mereka berpikir bahwa Allah mengelilingi segala sesuatu seperti gelombang radio atau gas yang tidak dapat diraba dan dilihat.
Akan tetapi, semua gagasan ini dan juga kepercayaan lain yang tidak bisa menjelaskan "di mana" Allah (dan mungkin karena itu mengingkari keberadaan Allah) beranjak dari kesalahan yang sama. Mereka berprasangka tanpa dasar sehingga sampai pada pemahaman yang salah tentang Allah. Prasangka apakah itu?.
Prasangka ini tentang alam dan sifat-sifat materi. Kita demikian terbiasa dengan anggapan tentang keberadaan materi sehingga kita tidak pernah memikirkan apakah materi benar-benar ada atau hanya bayangan. Ilmu pengetahuan modern menghancurkan prasangka ini dan mengungkap sebuah realitas yang sangat penting dan mengesankan.
Dunia Sinyal-Sinyal Elektris
Semua informasi yang kita miliki tentang dunia tempat kita hidup disampaikan kepada kita melalui lima indra kita. Dunia yang kita ketahui terdiri dari apa yang dilihat mata, diraba tangan, dicium hidung, dikecap lidah, dan didengar telinga kita. Kita tidak pernah berpikir bahwa dunia "luar" mungkin berbeda dengan apa yang disampaikan indra kepada kita, karena kita telah bergantung hanya kepada kelima indra tersebut sejak lahir.
Akan tetapi, penelitian modern dalam berbagai bidang ilmu menunjukkan pemahaman sangat berbeda dan menimbulkan keraguan serius tentang indra kita serta dunia yang kita pahami dengannya.
Titik awal pendekatan ini adalah bahwa gagasan "dunia luar" yang terbentuk dalam otak kita hanya sebuah respon yang diciptakan oleh sinyal-sinyal elektris. Merahnya apel, kerasnya kayu, bahkan, ibu, ayah, keluarga Anda dan segala sesuatu yang Anda miliki, rumah, pekerjaan, kalimat-kalimat dalam buku ini, hanya terdiri atas sinyal-sinyal elektris.
Frederick Vester menjelaskan apa yang telah dicapai ilmu pengetahuan tentang subjek ini:
Pernyataan-pernyataan beberapa ilmuwan bahwa "manusia adalah sebuah citra, segala sesuatu yang dialaminya bersifat sementara dan menipu, dan alam semesta ini adalah bayangan", tampaknya dibuktikan oleh ilmu pengetahuan mutakhir.
Untuk memperjelas permasalahan ini, mari kita pikirkan indra penglihatan kita, yang memberikan informasi paling luas tentang dunia luar.
Bagaimana Kita Melihat, Mendengar dan Mengecap?
Proses penglihatan terjadi melalui cara yang sangat canggih. Paket-paket cahaya (foton) yang melintas dari objek ke mata melewati lensa di bagian depan mata. Paket-paket cahaya ini terpecah-pecah dan jatuh terbalik pada retina di bagian belakang mata. Di sini, cahaya tersebut diubah menjadi sinyal-sinyal elektris, kemudian dikirimkan oleh sel-sel saraf ke bintik kecil yang disebut pusat penglihatan di bagian belakang otak. Sinyal listrik ini diterjemahkan sebagai sebuah citra setelah melalui serangkaian proses. Tindakan melihat sebenarnya terjadi dalam bintik kecil ini, yang merupakan tempat gelap pekat dan terisolasi total dari cahaya.
Sekarang, marilah kita kaji kembali proses yang tampaknya biasa dan tidak istimewa ini. Saat kita mengatakan "kita melihat", sebenarnya kita melihat efek impuls yang mencapai mata dan muncul di dalam otak setelah cahaya diubah menjadi sinyal listrik. Jadi ketika kita mengatakan "kita melihat" sebenarnya kita sedang mengamati sinyal-sinyal elektris di dalam otak kita.
Stimulasi dari sebuah objek diubah menjadi sinyal-sinyal elektris dan mempengaruhi otak. Ketika kita "melihat", kita sebenarnya menyaksikan efek dari sinyal-sinyal elektris ini dalam pikiran kita.
Semua citra yang kita lihat dalam kehidupan dibentuk di dalam pusat penglihatan, yang hanya beberapa kubik sentimeter dari keseluruhan volume otak. Baik buku yang sedang Anda baca maupun dataran tanpa batas yang Anda lihat ketika menatap cakrawala tercakup dalam ruangan kecil ini. Hal lain yang harus diingat adalah bahwa otak terisolasi dari cahaya, di dalamnya benar-benar gelap. Tidak ada kontak antara otak dengan cahaya itu sendiri.
Kita dapat menjelaskan situasi menarik ini dengan sebuah contoh. Andaikan ada sebuah lilin menyala di depan kita. Kita bisa duduk di depan lilin tersebut dan memperhatikannya untuk beberapa lama. Selama itu otak kita tidak pernah bersentuhan langsung dengan cahaya lilin. Bahkan ketika kita melihat cahaya lilin, bagian dalam otak kita gelap gulita. Kita melihat dunia yang berwarna-warni dan cerah di dalam otak kita yang gelap.
R.L. Gregory memberikan penjelasan berikut tentang aspek menakjubkan dari melihat, suatu kegiatan yang kita anggap biasa saja:
Kita begitu terbiasa dengan melihat sehingga diperlukan lompatan imajinasi untuk menyadari bahwa terdapat kerumitan di balik ini. Tetapi cobalah pikirkan hal ini. Mata kita diberi citra kecil dan terbalik, dan kita melihat benda-benda nyata di sekitar kita. Dari pola simulasi pada retina mata inilah kita memahami dunia benda, dan ini adalah suatu keajaiban.
Hal yang sama berlaku pula bagi seluruh indra kita. Suara, sentuhan, rasa dan aroma seluruhnya dikirimkan dalam bentuk sinyal-sinyal listrik ke otak, di mana sinyal-sinyal ini diterjemahkan di pusatnya masing-masing.
Bahkan ketika kita merasakan cahaya dan panas nyala api, bagian dalam otak kita tetap gelap gulita dan suhunya tidak pernah berubah.
Berkas cahaya dari sebuah objek jatuh di retina secara terbalik. Di sini, bayangan diubah menjadi sinyal-sinyal elektris dan ditransmisikan ke pusat penglihatan di belakang otak. Karena otak terisolasi dari cahaya, tidak mungkin cahaya mencapai pusat penglihatan. Artinya, kita menyaksikan dunia yang penuh cahaya dan kedalaman dalam titik kecil yang terisolasi dari cahaya.
Proses mendengar terjadi dengan cara yang sama. Telinga luar menangkap suara melalui daun telinga dan membawanya ke telinga bagian tengah; telinga bagian tengah meneruskan dan memperkuat getaran suara ini ke telinga bagian dalam; telinga bagian dalam mengubah getaran suara ini menjadi sinyal-sinyal elektris dan mengirimkannya ke otak. Seperti halnya mata, tindakan mendengar berakhir di pusat pendengaran dalam otak. Otak kita terisolasi dari suara seperti halnya terisolasi dari cahaya. Oleh karena itu, bagaimanapun gaduhnya di luar, bagian dalam otak sunyi senyap.
Semua yang kita lihat sehari-hari dibentuk dalam "pusat penglihatan", di belakang otak kita, yang hanya berukuran beberapa sentimeter kubik. Baik buku yang sedang Anda baca, maupun pemandangan tanpa batas yang Anda saksikan ketika memandang horizon termuat dalam ruang kecil ini. Karenanya, kita tidak melihat objek dengan ukuran sebenarnya di luar, namun dalam ukuran yang ditangkap oleh otak.
Meskipun demikian, suara paling lemah pun bisa ditangkap dalam otak. Proses ini sangat presisi sehingga telinga orang sehat mampu mendengarkan suara apa pun tanpa gangguan atau interferensi asmosferik. Dalam otak yang terisolasi dari suara, Anda menangkap simfoni orkestra, kebisingan di tempat ramai dan semua jenis suara dalam rentang frekuensi yang lebar mulai dari desir dedaunan hingga deru pesawat jet. Namun jika pada saat itu tingkat suara dalam otak Anda diukur dengan suatu peralatan sensitif, akan didapati bahwa di dalam otak sepenuhnya sunyi.
Persepsi kita tentang aroma terbentuk dengan cara yang sama. Molekul-molekul 'volatil' (mudah menguap) yang dikeluarkan benda seperti vanila atau mawar mencapai reseptor (sensor penerima) berupa rambut-rambut lembut di daerah epitel hidung sehingga terjadilah interaksi. Interaksi ini disampaikan ke otak sebagai sinyal elektris dan dipahami sebagai aroma. Segala sesuatu yang kita cium, baik yang enak maupun tidak, pada hakikatnya adalah pemahaman otak terhadap interaksi molekul-molekul volatil yang diubah ke dalam sinyal-sinyal elektris. Anda menangkap bau parfum, bunga, makanan kegemaran, laut atau aroma lain yang Anda suka ataupun tidak, di dalam otak Anda. Molekul-molekul itu sendiri tidak pernah menyentuh otak. Jadi sama dengan pendengaran dan penglihatan, yang sampai ke otak Anda hanya sinyal-sinyal listrik. Dengan kata lain, semua aroma yang sejak lahir Anda anggap berasal dari objek-objek luar, sebenarnya hanya sinyal-sinyal elektris yang Anda rasakan melalui indra.
Demikian pula dengan empat macam reseptor kimiawi di bagian depan lidah manusia. Sensor-sensor ini menangkap rasa asin, manis, asam dan pahit. Setelah serangkaian proses kimia, sensor-sensor rasa mengubah persepsi rasa ini ke dalam sinyal elektris dan mengirimkannya ke otak. Sinyal-sinyal ini dipahami sebagai rasa oleh otak. Rasa yang Anda peroleh ketika Anda memakan coklat atau buah yang Anda suka merupakan interpretasi sinyal-sinyal elektris oleh otak. Anda tidak pernah dapat menjangkau objek di luar tersebut; Anda tidak pernah dapat melihat, mencium atau merasakan coklat itu sendiri. Sebagai contoh, jika saraf pengecap yang terhubung ke otak dipotong, apa pun yang Anda makan tidak akan sampai pada otak; Anda akan kehilangan kemampuan mengecap.
Sampai di sini, kita mendapati fakta lain: kita tidak pernah bisa yakin bahwa apa yang kita rasakan ketika kita mengecap makanan adalah sama dengan apa yang orang lain rasakan ketika dia mengecap makanan yang sama, atau apa yang kita tangkap ketika kita mendengar bunyi adalah sama dengan apa yang ditangkap orang lain ketika dia mendengar bunyi yang sama. Terhadap fakta ini, Lincoln Barnett mengatakan bahwa "tidak seorang pun dapat mengetahui apakah orang lain melihat warna merah atau mendengar nada C sama dengan yang dilihat dan didengarnya."
Indra peraba kita tidak berbeda dengan indra lainnya. Ketika kita meraba sebuah objek, semua informasi yang membantu kita mengenali dunia luar dan objek-objek dibawa ke otak oleh saraf pada kulit. Rasa sentuhan dibentuk dalam otak kita. Berlawanan dengan keyakinan umum, kita merasakan sentuhan bukan di ujung jari atau kulit melainkan di pusat sentuh di dalam otak. Sebagai hasil tafsiran otak terhadap stimulan-stimulan elektris yang datang dari suatu objek, kita menangkap rasa yang berbeda dari objek-objek tersebut seperti keras atau lunak, panas atau dingin. Kita mendapatkan semua detail informasi yang membantu kita mengenali sebuah objek dari stimulan seperti ini. Dua filsuf terkenal, B. Russell dan L. Wittgeinstein, mengungkapkan pemikiran mereka tentang fakta penting ini sebagai berikut:
Sebagai contoh, apakah sebuah jeruk benar-benar ada atau tidak dan bagaimana buah ini menjadi ada tidak bisa dipertanyakan dan diselidiki. Sebuah jeruk hanya terdiri dari rasa yang dikecap lidah, aroma yang dicium hidung, warna dan bentuk yang dilihat mata; dan hanya sifat-sifat inilah yang dapat dijadikan bahan pengujian dan penelitian. Ilmu pengetahuan tidak akan pernah tahu dunia fisik.
Tidak mungkin kita menjangkau dunia fisik. Semua objek di sekeliling kita adalah kumpulan persepsi dari penglihatan, pendengaran dan sentuhan. Dengan mengolah data di pusat penglihatan dan di pusat-pusat sensoris lain, seumur hidup otak kita berhadapan bukan dengan materi "asli" yang ada di luar kita, melainkan dengan tiruan yang terbentuk di dalam otak. Pada titik inilah kita keliru mengasumsikan bahwa tiruan-tiruan ini adalah materi-materi sejati di luar kita.
"Dunia Luar" dalam Otak Kita
Berdasarkan fakta-fakta fisik yang telah digambarkan sejauh ini, kita dapat meyimpulkan sebagai berikut: segala sesuatu yang kita lihat, sentuh, dengar dan indrakan sebagai "materi", "dunia" atau "alam semesta" tidak lain hanya sinyal-sinyal listrik dalam otak kita.
Seseorang yang memakan buah pada hakikatnya tidak berhadapan dengan buah sebenarnya tetapi dengan persepsi tentang buah dalam otak. Objek yang dianggap sebagai buah oleh orang tersebut sebenarnya terdiri dari kesan-kesan elektris di dalam otak mengenai bentuk, rasa, bau dan tekstur buah. Jika saraf penglihatan yang terhubung ke otak tiba-tiba rusak, citra buah akan hilang secara tiba-tiba. Putusnya saraf yang menghubungkan sensor-sensor di hidung dengan otak akan mengganggu proses penciuman. Singkatnya, buah hanyalah interpretasi sinyal-sinyal listrik oleh otak.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah kesan jarak. Jarak, misalnya antara Anda dan buku ini, hanya perasaan hampa yang terbentuk di dalam otak. Objek yang tampak jauh dalam pandangan seseorang terbentuk juga di dalam otak. Sebagai contoh, seseorang yang melihat bintang-bintang di langit beranggapan bahwa bintang-bintang tersebut berada dalam jarak jutaan tahun cahaya darinya. Akan tetapi, apa yang dia "lihat" sebenarnya adalah bintang-bintang dalam dirinya sendiri, yaitu di dalam pusat penglihatannya. Ketika Anda membaca kalimat-kalimat ini, Anda sebenarnya tidak berada di dalam ruangan yang Anda kira, sebaliknya ruanganlah yang berada di dalam diri Anda. Karena melihat tubuh Anda, Anda jadi berpikir bahwa Anda berada di dalamnya. Akan tetapi, Anda harus ingat bahwa tubuh Anda juga sebuah citra yang dibentuk di dalam otak.
Hal yang sama berlaku pada semua persepsi Anda lainnya. Sebagai contoh, ketika Anda berpikir bahwa Anda mendengar suara televisi di kamar sebelah, Anda sebenarnya sedang mendengarkan suara tersebut di dalam otak Anda. Anda juga tidak dapat membuktikan bahwa kamar tersebut benar-benar ada di sebelah kamar Anda, atau bahwa suara televisi datang dari kamar tersebut. Baik suara yang Anda pikir datang dari jarak beberapa meter maupun bisikan seseorang di sebelah Anda, ditangkap oleh pusat pendengaran yang berukuran hanya beberapa sentimeter persegi di dalam otak Anda. Terlepas dari pusat persepsi ini, tidak ada konsep seperti kanan, kiri, depan atau belakang. Jadi suara tidak datang pada Anda dari kanan, kiri atau dari udara; tidak ada arah dari mana suara tersebut datang.
Aroma yang Anda tangkap demikian pula; tidak satu aroma pun yang sampai kepada Anda dari jarak jauh. Anda beranggapan bahwa hasil akhir yang terbentuk di dalam pusat penciuman adalah aroma objek di luar. Akan tetapi, sebagaimana citra mawar di dalam pusat penglihatan Anda, aroma bunga ini pun berada di dalam pusat penciuman; tidak ada mawar atau aromanya di luar.
"Dunia luar" yang ditunjukkan oleh persepsi kita hanya kumpulan sinyal listrik yang sampai pada otak kita. Sepanjang hidup kita, sinyal-sinyal ini diproses oleh otak dan kita hidup tanpa menyadari bahwa kita telah keliru menganggap sinyal-sinyal tersebut sebagai wujud asli objek-objek yang berada di "dunia luar". Kita telah terpedaya karena kita tidak pernah dapat menjangkau materi itu sendiri dengan indra kita.
Lagi-lagi, otak kitalah yang menafsirkan dan memaknai sinyal-sinyal yang kita anggap sebagai "dunia luar". Sebagai contoh, marilah kita perhatikan indra pendengaran. Sesungguhnya otak kitalah yang mengubah gelombang suara di "dunia luar" menjadi sebuah simfoni. Sehingga dapat dikatakan bahwa musik adalah persepsi yang dibuat oleh otak kita. Dengan cara yang sama, ketika kita melihat warna, apa yang sampai pada mata kita hanya sinyal-sinyal listrik dengan beragam panjang gelombang. Sekali lagi otak kitalah yang mengubah sinyal-sinyal ini menjadi warna. Tidak ada warna di "dunia luar". Apel juga tidak merah, langit tidak biru atau pohon tidak hijau. Apel, langit dan pohon terlihat seperti itu hanya karena kita mengindranya seperti itu. "Dunia luar" sepenuhnya tergantung pada pengindraan seseorang.
Bahkan kerusakan kecil pada retina mata dapat menyebabkan buta warna. Ada orang yang menangkap warna biru sebagai hijau, ada yang menangkap merah sebagai biru dan ada pula yang melihat semua warna sebagai abu-abu dengan beragam intensitas. Dalam hal ini, tidak penting lagi apakah objek di luar berwarna atau tidak.
Pemikir terkemuka, Berkeley, juga mengungkapkan fakta ini:
Pada awalnya, dipercaya bahwa warna, aroma dan sebagainya "benar-benar ada", tetapi berangsur-angsur pandangan seperti itu ditinggalkan, dan kemudian dipahami bahwa hal-hal tersebut tergantung pada pengindraan kita.
Penemuan-penemuan fisika modern menunjukkan bahwa alam semesta merupakan suatu kumpulan persepsi. Pertanyaan berikut muncul pada sampul majalah ilmu pengetahuan Amerika terkenal, New Scientist yang mengangkat fakta ini dalam terbitan 30 Januari 1999: "Di Luar Realitas: Apakah Alam Semesta Sebenarnya Sebuah Pesiar Informasi dan Materi Hanyalah Fatamorgana?"
Pengetahuan Manusia Yang Terbatas
Makna lain dari berbagai kenyataan yang telah dipaparkan sejauh ini adalah bahwa sebenarnya, pengetahuan manusia tentang dunia luar sungguh sangat terbatas.
Pengetahuan itu terbatas pada kelima indra kita, dan tidak ada bukti bahwa dunia yang kita kenali melalui kelima indra itu sama persis dengan dunia "yang sesungguhnya".
Jadi, dunia tersebut bisa saja sangatlah berbeda dari apa yang kita kenali. Mungkin saja terdapat sangat banyak dimensi dan wujud lain yang belum kita ketahui. Sekalipun jika kita menjangkau titik-titik terjauh dari alam semesta, pengetahuan kita akan senantiasa tetap terbatas. Tuhan Yang Mahakuasa, Pencipta segala sesuatu, memiliki pengetahuan menyeluruh dan sempurna atas segala sesuatu yang, karena telah diciptakan Tuhan, mampu memiliki sebatas pengetahuan yang Dia izinkan.
Dalam hal ini, filsuf ilmu pengetahuan terkemuka, Bertrand Rusell, menulis:
Sentuhan yang terasa ketika kita menekan meja dengan jari-jari kita, yaitu gangguan elektris pada proton dan elektron di ujung jari kita. Menurut fisika modern, hal ini dihasilkan oleh kedekatan proton dan elektron pada meja. Jika gangguan elektris yang sama pada ujung jari kita ditimbulkan dengan cara lain, kita masih merasakan meja di ujung jari kita, walaupun meja tersebut tidak ada.
Memang kita mudah tertipu, mempercayai suatu persepsi walaupun dalam kenyataannya tidak ada materi yang berkaitan dengannya. Kita sering mengalami perasaan ini dalam mimpi. Dalam mimpi, kita mengalami kejadian, melihat orang, objek dan lingkungan yang tampak nyata. Tetapi semuanya hanya persepsi. Tidak ada perbedaan mendasar antara mimpi dan "dunia nyata"; keduanya dialami dalam otak.
Siapakah Sang Pelaku Pengindraan?
Otak adalah setumpuk sel yang terbuat dari proten dan molekul-molekul lemak. Otak terbentuk dari sel-sel saraf yang disebut neuron. Tidak ada kekuatan apa pun dalam potongan daging ini untuk mengamati imaji-imaji, untuk memberi kesadaran, atau untuk menciptakan keberadaan yang kita sebut "diri sendiri".
Seperti yang telah kita bahas sejauh ini, tidak ada keraguan terhadap fakta bahwa dunia yang kita pikir kita diami dan kita sebut "dunia luar" dibentuk di dalam otak kita. Akan tetapi, di sini muncul pertanyaan penting. Jika semua kejadian fisik yang kita ketahui, pada hakikatnya adalah persepsi, bagaimana dengan otak kita? Karena otak kita adalah bagian dari dunia fisik seperti halnya lengan, kaki atau objek lain, maka otak pun seharusnya merupakan persepsi seperti semua objek lainnya.
Sebuah contoh tentang mimpi akan membuat masalah ini menjadi lebih jelas. Mari kita pikirkan bahwa kita melihat mimpi dalam otak kita sesuai dengan apa yang telah dikatakan sejauh ini. Di dalam mimpi kita akan memiliki tubuh imajiner, lengan imajiner, mata imajiner dan otak imajiner. Jika selama mimpi kita ditanya "Di mana Anda melihat?", kita akan menjawab "Saya melihat di dalam otak saya". Meskipun sebenarnya tidak ada otak untuk kita bicarakan, hanya ada kepala imajiner dan otak imajiner. Yang melihat citra-citra ini bukan otak imajiner dalam mimpi, melainkan "sesuatu" yang jauh lebih superior daripadanya.
Kita tahu bahwa tidak ada perbedaan fisik antara situasi mimpi dan situasi yang kita sebut sebagai "kehidupan nyata". Jadi ketika dalam setting yang kita sebut "dunia nyata" kita ditanya "di mana Anda melihat" maka jawaban "di dalam otak" sama tidak berartinya dengan contoh di atas. Pada kedua kondisi, entitas yang melihat dan merasa bukan otak, yang bagaimanapun hanya seonggok daging.
Sejauh ini, kita telah berbicara berulang-ulang tentang bagaimana kita menyaksikan sebuah salinan dari dunia luar di dalam otak kita. Satu makna pentingnya adalah bahwa kita tidak pernah dapat merasakan dunia luar sebagaimana yang sesungguhnya.
Kenyataan berikutnya, dan yang tidak kalah penting adalah bahwa "wujud mandiri [kesadaran]" di dalam otak kita yang menyaksikan dunia ini tidaklah mungkin otak itu sendiri, yang menyerupai perangkat komputer terpadu: mengolah data yang sampai kepadanya, menerjemahkan ke dalam gambar, dan menampilkannya pada layar. Namun sebuah komputer tidak mampu menyaksikan wujudnya sendiri, tidak pula komputer itu sadar akan keberadaannya.
Ketika otak dianalisa, yang ditemukan hanya lipida dan protein, molekul yang juga terdapat pada organisme lain. Berarti di dalam sepotong daging yang kita sebut "otak", tidak ada apa pun yang dapat digunakan untuk mengamati citra, membangun kesadaran atau mencipta seseorang yang kita sebut "saya".
R. L. Gregory merujuk kekeliruan yang dilakukan orang-orang berkaitan dengan persepsi citra di dalam otak: Ada godaan, yang harus dihindari, untuk mengatakan bahwa mata menghasilkan gambar di dalam otak. Gambar di dalam otak berarti memerlukan sejenis mata internal untuk melihatnya — tetapi mata internal ini akan memerlukan mata lain lagi untuk melihat gambarnya… dan seterusnya tanpa akhir antara mata dan gambar. Ini benar-benar absurd.
Fakta inilah yang menempatkan materialis — yang tidak mempercayai apa pun kecuali materi sebagai kebenaran — dalam kesulitan. Milik siapakah "mata di dalam" yang melihat, yang memahami apa yang dilihatnya dan bereaksi?
Karl Pribram juga menyoroti pertanyaan tentang siapakah sang pelaku pengindraan tersebut, suatu pertanyaan penting di dunia ilmu pengetahuan dan filsafat: Sejak zaman Yunani, filsuf- filsuf telah berpikir tentang "hantu di dalam mesin", "orang kecil di dalam orang kecil" dan seterusnya. Di manakah "saya", orang yang menggunakan otaknya? Siapakah dia yang menyadari tindakan memahami? Seperti dikatakan Saint Francis of Assisi: "Yang kita cari adalah siapa yang melihat."
Sekarang mari kita renungkan: buku di tangan Anda, ruangan di mana Anda berada, singkatnya, semua citra di depan Anda dilihat di dalam otak. Apakah atom-atom yang melihat citra ini? Atom yang buta, tuli, dan tidak memiliki kesadaran? Apakah tindakan kita berpikir, memahami, mengingat, merasa senang, merasa tidak bahagia dan semua hal lainnya terdiri atas reaksi elektrokimia antara atom-atom ini?
Ketika kita memikirkan pertanyaan ini, kita melihat bahwa mencari kehendak dalam atom adalah tidak masuk akal. Jelas bahwa sesuatu yang melihat, mendengar dan merasa adalah wujud supramaterial. Wujud ini "hidup" dan dia bukan materi atau citra materi. Wujud ini berhubungan dengan persepsi di depannya dengan menggunakan citra tubuh kita.
Wujud ini adalah "jiwa".
Wujud berakal yang menulis dan membaca kalimat-kalimat ini bukan kumpulan atom dan molekul — serta reaksi kimia di antaranya — melainkan sebuah "jiwa".
Wujud Mutlak yang Nyata
Semua fakta ini membawa kita langsung pada pertanyaan yang sangat penting. Jika sesuatu yang kita akui sebagai dunia materi hanya terdiri dari persepsi-persepsi yang dilihat oleh jiwa, lalu apa sumber persepsi-persepsi ini?
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus mempertimbangkan fakta berikut: materi tidak memiliki kemampuan untuk mengatur eksistensinya sendiri. Karena materi adalah sebuah persepsi, maka materi bersifat "artifisial". Keberadaan persepsi ini harus disebabkan oleh kekuatan lain, yang berarti bahwa persepsi sebenarnya diciptakan. Selain itu, penciptaan ini harus kontinu. Jika tidak ada penciptaan kontinu dan konsisten, maka apa yang kita sebut materi akan menghilang dan musnah. Mirip dengan televisi, di mana sebuah gambar akan ditayangkan selama sinyal dipancarkan.
Jadi siapa yang membuat jiwa kita melihat bintang, bumi, tanaman, orang, badan kita dan semua yang kita lihat? Sangat jelas bahwa ada Pencipta Agung, yang telah menciptakan seluruh dunia materi, yaitu kumpulan persepsi, dan yang meneruskan penciptaan-Nya tiada henti. Karena Pencipta ini menunjukkan penciptaan yang demikian hebat, Dia pasti memiliki daya dan kekuatan abadi.
Pencipta ini mengenalkan diri-Nya kepada kita. Dia telah meurunkan sebuah kitab dalam semesta pengindraan yang telah diciptakan-Nya. Melalui kitab tersebut Dia telah menggambarkan diri-Nya sendiri, alam semesta dan alasan keberadaan kita.
Pencipta ini adalah Allah dan nama kitab-Nya adalah Al Quran.
Fakta bahwa langit dan bumi atau alam semesta tidak kekal, bahwa keberadaannya dimungkinkan hanya oleh penciptaan Allah dan bahwa alam semesta akan musnah ketika Dia mengakhiri penciptaan ini.
Jika Tuhan tidak berkehendak menampilkan gambar dunia ini kepada otak kita, maka seluruh alam semesta tidak akan ada lagi untuk kita, dan kita tidak akan pernah mampu menjangkaunya.
Kenyataan bahwa kita tidak pernah mampu berhubungan langsung dengan alam semesta yang bersifat materi ini juga menjawab pertanyaan "Di mana Tuhan?" yang menyibukkan pemikiran banyak orang.
Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian awal, banyak orang tidak memiliki pemahaman yang benar tentang Allah sehingga mereka membayangkan-Nya sebagai suatu wujud yang ada di suatu tempat di langit dan tidak sepenuhnya mencampuri urusan duniawi. Dasar logika ini sebenarnya terletak pada pemikiran bahwa alam semesta adalah kumpulan materi dan Allah berada di "luar" dunia materi ini, yaitu di tempat yang sangat jauh. Pada agama-agama palsu, kepercayaan terhadap Allah terbatas pada pemahaman ini.
Akan tetapi, persis sebagaimana ketidakmampuan kita bersentuhan langsung dengan alam semesta yang bersifat materi ini, tidak pula kita mampu memiliki pengetahuan menyeluruh tentang intisari alam semesta tersebut. Semua yang kita tahu adalah keberadaan Pencipta Yang memunculkan segala sesuatu ini menjadi ada—dengan kata lain, Tuhan. Untuk mengungkapkan kebenaran itu, para ulama Islam seperti Imam Rabbani telah berkata bahwa satu-satunya wujud mutlak adalah Tuhan; dan segala sesuatu lainnya, kecuali Dia, hanyalah wujud bayangan [maya/fana].
Karena masing-masing wujud material adalah persepsi, mereka tidak dapat melihat Allah; tetapi Allah melihat materi yang Dia ciptakan dalam segala bentuknya. Dalam Al Quran, fakta ini dinyatakan dengan: "Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui." (QS. Al Anaam, 6: 103).
Kita tidak dapat menangkap keberadaan Allah dengan mata kita, tetapi Allah secara menyeluruh meliputi diri kita, baik bagian dalam maupun bagian luar, termasuk penglihatan dan pemikiran kita. Kita tidak dapat mengucapkan satu kata atau menarik satu napas pun kecuali dengan pengetahuan-Nya.
Ketika seseorang berpikir bahwa tubuhnya tersusun atas "materi", dia tidak dapat memahami fakta penting tersebut. Jika dia menjadikan otaknya sebagai "dirinya", maka tempat yang dia maksud sebagai luar hanyalah 20-30 senti-meter darinya. Namun, ketika dia memahami bahwa materi sebenarnya tidak ada dan bahwa segala sesuatu hanya imajinasi, maka pengertian seperti luar, dalam atau dekat akan kehilangan arti. Allah meliputinya dan Dia "sangat dekat" dengannya.
Allah memberitahu manusia bahwa Dia berada sangat dekat dengan mereka melalui ayat "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat..." (QS. Al Baqarah, 2: 186). Ayat lain berkaitan dengan fakta yang sama: "Dan (ingatlah), ketika Kami wahyukan kepadamu: 'Sesungguhnya (ilmu) Tuhanmu meliputi segala manusia'." (QS. Al Isra, 17: 60).
Manusia keliru dengan berpikir bahwa wujud yang terdekat dengannya adalah dirinya sendiri. Allah sebenarnya lebih dekat dengan kita dari-pada kita sendiri. Sebagaimana disampaikan dalam ayat tersebut, orang-orang hidup tanpa menyadari fakta luar biasa ini karena mereka tidak melihat dengan mata mereka.
Sebaliknya, manusia yang hanya berupa wujud bayangan tidak mungkin memiliki kekuatan dan kehendak lepas dari Allah. Allah memberi wujud bayangan ini perasaan bahwa dirinyalah yang melempar. Dalam kenyataannya, Allah yang melakukan semua tindakan. Jadi jika seseorang beranggapan bahwa apa yang diperbuatnya adalah perbuatan dirinya sendiri, sebenarnya ia menipu dirinya.
Ini adalah kenyataan. Seseorang mungkin tidak mau mengakui kenyataan ini dan berpikir bahwa dirinya adalah wujud yang tidak bergantung kepada Allah; namun sikap ini tidak mengubah apa pun.
Segala Sesuatu yang Anda Miliki pada Hakikatnya Adalah Ilusi
Sebagaimana terlihat dengan jelas, merupakan fakta ilmiah dan logis bahwa "dunia luar" tidak memiliki realitas materialistis tetapi merupakan kumpulan citra yang dihadapkan secara terus-menerus kepada jiwa kita oleh Allah. Akan tetapi, orang biasanya tidak memasukkan, atau cenderung tidak mau memasukkan segala sesuatu ke dalam konsep "dunia luar".
Jika Anda memikirkan hal ini dengan tulus dan berani, Anda akan menyadari bahwa rumah, perabotan di dalamnya, mobil yang mungkin baru saja dibeli, kantor, perhiasan, rekening di bank, koleksi pakaian, suami atau istri, anak-anak, rekan sejawat, dan semua yang Anda miliki sebenarnya termasuk dalam dunia luar imajiner yang diproyeksikan kepada Anda. Segala sesuatu yang Anda lihat, dengar, atau cium — singkatnya, Anda tangkap dengan kelima indra adalah bagian dari "dunia imajiner" ini. Suara penyanyi favorit Anda, kerasnya kursi yang Anda duduki, parfum yang aromanya Anda suka, matahari yang menghangatkan tubuh Anda, bunga dengan warna yang indah, burung yang terbang di depan jendela Anda, speedboat yang bergerak cepat di atas air, kebun Anda yang subur, komputer yang Anda gunakan di tempat kerja, hi-fi dengan teknologi tercanggih di dunia.
Ini adalah kenyataan, karena dunia ini hanyalah kumpulan citra yang diciptakan untuk menguji manusia. Manusia diuji sepanjang hidupnya yang terbatas dengan persepsi-persepsi yang tidak mengandung realitas. Persepsi-persepsi ini sengaja dihadirkan secara menggoda dan memikat.
Sebagian besar orang mengabaikan agamanya karena daya tarik kekayaan, rumah, timbunan emas dan perak, uang, perhiasan, rekening bank, kartu kredit, lemari penuh dengan pakaian, mobil model terbaru; singkatnya, semua bentuk kemakmuran yang mereka miliki atau mereka usahakan untuk memilikinya. Orang-orang seperti ini hanya memikirkan dunia ini dan melupakan hari akhir. Mereka tertipu oleh wajah dunia yang cantik dan gemerlap ini, dan tidak menegakkan shalat, memberi sedekah kepada kaum miskin, melakukan ibadah yang akan membuat mereka bahagia di hari akhir. Mereka mengatakan, "Masih ada yang harus saya kerjakan", "Saya memiliki cita-cita", "Saya punya tanggung jawab", "Saya tidak punya banyak waktu", "Saya harus menyelesaikan pekerjaan", "Saya lakukan nanti saja". Mereka mengisi hidup dengan berusaha hanya untuk bahagia di dunia ini.
Jika seseorang merenungkan dalam-dalam semua yang disampaikan di sini, dia akan segera menyadari sendiri situasi yang luar biasa dan menakjubkan ini: bahwa semua kejadian di dunia tak lebih dari imajinasi belaka...
Fakta yang kami gambarkan dalam bab ini, yaitu bahwa segala sesuatu adalah citra, merupakan hal yang sangat penting karena implikasinya membuat semua nafsu dan batas-batas menjadi tidak berarti. Pembuktian fakta ini memperjelas bahwa segala sesuatu yang dimiliki dan diusahakan orang, kekayaan yang diperoleh dengan tamak, anak-anak yang mereka banggakan, suami atau istri yang mereka anggap sebagai bagian terdekat, teman-teman mereka, tubuh mereka, kedudukan tinggi yang mereka pertahankan, sekolah yang telah mereka ikuti, liburan yang mereka lalui: semuanya hanyalah ilusi. Oleh karena itu, semua usaha yang dikerahkan, waktu yang dihabiskan serta ketamakan mereka, terbukti tidak berguna.
Itulah mengapa sebagian orang secara tidak sadar mempermainkan diri sendiri ketika mereka membanggakan kekayaan dan harta, atau "kapal pesiar, helikopter, pabrik, perusahaan, rumah dan tanah" mereka, seolah-olah semuanya benar-benar ada. Orang-orang kaya ini dengan bangga bepergian dengan kapal pesiar mereka, memamerkan mobil-mobil mereka, terus membicarakan kekayaan mereka, menganggap bahwa jabatan menempatkan status mereka lebih tinggi dari orang lain, dan terus berpikir bahwa mereka sukses karena semua itu. Orang-orang ini seharusnya memikirkan status apa yang akan mereka dapati bagi diri mereka setelah menyadari bahwa kesuksesan itu bukan apa-apa melainkan ilusi belaka.
Dalam kenyataannya, pemandangan ini sering terlihat dalam mimpi pula. Dalam mimpi, mereka pun memiliki rumah, mobil balap, perhiasan sangat mahal, gulungan uang, serta timbunan emas dan perak. Dalam mimpi, mereka juga menempati status sosial tinggi, memiliki pabrik dengan ribuan pekerja, memiliki kekuasaan untuk mengatur banyak orang, berpakaian yang membuat setiap orang kagum. Seperti halnya membanggakan kepemilikan dalam mimpi membuat seseorang menjadi bahan ejekan, ia pasti akan dipermalukan juga jika membanggakan citra yang dilihatnya di dunia ini. Bagaimanapun juga, baik yang dilihatnya dalam mimpi maupun yang dimilikinya di dunia ini hanyalah citra dalam otak.
Sama halnya, cara orang bereaksi terhadap kejadian-kejadian yang dialami di dunia akan membuat mereka malu ketika menyadari kenyataan sebenarnya. Mereka yang saling bertengkar sengit, berteriak-teriak marah, menipu, menerima suap, terlibat pemalsuan, berbohong, rakus menimbun uang, berbuat salah terhadap orang lain, memukul dan mengutuk orang lain, menjadi penindas, berambisi pada pekerjaan dan status, iri hati, pamer, menganggap diri sendiri suci, dan sebagainya, akan malu ketika menyadari bahwa mereka telah melakukan semua perbuatan ini dalam mimpi.
Karena Allah lah yang menciptakan semua citra ini. Dia lah pemilik akhir segala sesuatu. Menyingkirkan agama demi nafsu imajiner adalah kebodohan besar yang menyebabkan hilangnya kesempatan untuk kehidupan penuh berkah di surga.
Sampai tahap ini, ada satu hal yang harus dipahami dengan baik: di sini tidak dikatakan bahwa fakta yang Anda hadapi menyatakan "semua kepemilikan, kekayaan, anak, suami/istri, teman-teman, status yang menjadikan Anda kikir akan lenyap cepat atau lambat, dan oleh karena itu, semuanya tidak berarti". Yang tepat adalah bahwa "semua hal yang tampaknya Anda miliki sebenarnya tidak ada sama sekali, seluruhnya hanya sebuah mimpi dan tersusun atas citra yang diperlihatkan Allah untuk menguji Anda". Bisa Anda lihat, ada perbedaan besar antara kedua pernyataan di atas.
Meskipun seseorang tidak langsung mau mengakui fakta ini dan lebih suka menipu diri sendiri dengan berasumsi bahwa segala sesuatu yang dimilikinya benar-benar ada, pada akhirnya ia akan mati dan segala sesuatu akan menjadi jelas pada saat ia diciptakan kembali di hari akhir nanti. Akan tetapi, jika ia menghabiskan waktu hidupnya mengejar tujuan-tujuan imajiner, ia akan berharap tidak pernah menjalani hidup tersebut .
Apa yang harus dilakukan oleh manusia bijak, di lain pihak, adalah mencoba memahami kenyataan terbesar alam semesta di sini, di dunia ini, ketika ia masih memiliki waktu. Jika tidak, ia hanya akan menghabiskan hidupnya untuk mengejar mimpi dan menghadapi hukuman pedih di akhirat kelak.
Logika Pendek Materialis
Sejak awal bab ini, dengan jelas dinyatakan bahwa materi bukan wujud mutlak seperti yang dikatakan materialis, melainkan kumpulan rasa yang diciptakan Allah. Materialis menolak mentah-mentah realitas yang merusak filsafat mereka dan mengajukan antitesis yang tidak berdasar.
Sebagai contoh, salah satu pendukung filsafat materialisme abad ke-20, seorang Marxis tulen bernama George Politzer memberikan "contoh bis" sebagai "bukti terkuat" keberadaan materi. Menurutnya, filsuf-filsuf yang berpikir bahwa materi adalah persepsi, akan lari ketika mereka melihat bis (yang akan menabrak mereka), dan ini bukti eksistensi fisik materi.9
Ketika seorang materialis terkenal lainnya, Johnson, diberitahu bahwa materi hanya kumpulan persepsi, dia mencoba "membuktikan" eksistensi fisik batu dengan menendangnya.10
Contoh serupa diperlihatkan oleh Friedrich Engels, pembimbing Politzer dan pendiri materialisme dialektik bersama Marx. Ia pernah menulis "jika kue yang kita makan hanya persepsi, maka kue itu tidak akan menghilangkan rasa lapar kita".
Masih banyak contoh dan kalimat kasar lainnya seperti "Anda akan mengerti eksistensi materi setelah Anda ditampar" dalam buku-buku materialis terkenal seperti Marx, Engels, Lenin dan lainnya. Kekacauan pemahaman yang menyebabkan materialis memberikan contoh-contoh di atas adalah karena penjelasan "materi adalah persepsi" dipahami sebagai "materi adalah permainan cahaya". Mereka berpikir bahwa konsep persepsi hanya pada penglihatan dan bahwa persepsi seperti sentuhan memiliki korelasi fisik. Contoh bis yang menabrak orang membuat mereka berkata, "Lihat, terjadi tabrakan, jadi itu bukan persepsi". Mereka tidak memahami bahwa semua persepsi yang dialami dalam tabrakan bis seperti hantaman, benturan, dan rasa sakit terbentuk dalam otak.
Mimpi sebagai Contoh
Contoh terbaik untuk menjelaskan realitas ini adalah mimpi. Seseorang dapat mengalami kejadian yang sangat nyata dalam mimpinya. Dia bisa jatuh dari tangga sehingga kakinya patah, mengalami kecelakaan mobil yang fatal, tergilas bis, atau makan kue dan merasa kenyang. Kejadian-kejadian dalam kehidupan sehari-hari itu juga dialami dalam mimpi secara meyakinkan dan menimbulkan perasaan yang sama pula.
Seseorang yang bermimpi bahwa dirinya tertabrak bis dapat membuka matanya kembali di rumah sakit masih dalam mimpinya dan menyadari bahwa dirinya cacat, tetapi semuanya hanya mimpi. Dia juga bisa bermimpi bahwa dia meninggal dalam sebuah tabrakan mobil, malaikat maut mengambil jiwanya, dan kehidupannya di alam baka dimulai. (Kejadian yang sama dialami dengan cara yang sama dalam kehidupan ini, yang sebenarnya hanya persepsi seperti mimpi tersebut.)
Orang ini dengan sangat jelas menangkap citra, suara, rasa benturan, cahaya, warna, dan semua perasaan lain yang berkaitan dengan kejadian yang dialaminya di dalam mimpi. Persepsi yang diterima dalam mimpinya sama wajarnya dengan persepsi dalam kehidupan "nyata". Kue yang dimakannya di dalam mimpi mengenyangkannya, meskipun kue tersebut hanya persepsi, sebab rasa kenyang pun merupakan persepsi. Padahal pada saat itu, dalam kenyataan, orang ini sedang berbaring di tempat tidur. Sebenarnya tidak ada tangga, lalu lintas, dan bis. Orang yang bermimpi mengalami serta melihat persepsi dan perasaan yang tidak ada di dunia luar. Kenyataan bahwa di dalam mimpi, kita mengalami, melihat, dan merasakan kejadian-kejadian tanpa korelasi fisik dengan "dunia luar", secara jelas mengungkapkan bahwa "dunia luar" sebenarnya hanya terdiri dari persepsi-persepsi.
Mereka yang meyakini filsafat materialisme, dan terutama penganut Marxisme, menjadi sangat marah ketika kenyataan ini diungkapkan. Mereka mengutip contoh-contoh pemikiran dangkal dari Marx, Engels, atau Lenin dan membuat pernyataan yang emosional.
Akan tetapi, orang-orang ini mesti berpikir bahwa mereka juga dapat membuat pernyataan ini di dalam mimpi mereka. Dalam mimpi, mereka juga dapat membaca "Das Kapital", menghadiri pertemuan, berkelahi dengan polisi, terkena pukulan di kepala, bahkan merasakan sakit pada luka-luka mereka. Ketika mereka ditanya dalam mimpi, mereka akan berpikir bahwa apa yang mereka alami dalam mimpi juga terdiri atas "materi absolut"— sebagaimana mereka menganggap segala sesuatu yang mereka lihat ketika bangun adalah "materi absolut". Akan tetapi, baik dalam mimpi atau dalam kehidupan sehari-hari, semua yang mereka lihat, alami atau rasakan hanya terdiri atas persepsi-persepsi.
DUNIA DI DALAM MIMPI
Bagi Anda, realitas adalah semua yang dapat disentuh dengan tangan dan dilihat dengan mata. Di dalam mimpi, Anda juga dapat "menyentuh dengan tangan dan melihat dengan mata Anda", namun dalam kenyataan, Anda tidak memiliki tangan dan mata, juga tidak ada yang dapat disentuh atau dilihat. Tidak ada realitas material yang membuat hal ini terjadi kecuali otak Anda. Anda telah tertipu.
Apakah yang memisahkan kehidupan nyata dengan mimpi? Pada dasarnya kedua bentuk kehidupan tersebut terjadi di dalam otak. Jika kita dengan mudah dapat hidup dalam dunia tak nyata selama bermimpi, hal yang sama dapat terjadi di dunia yang kita diami. Ketika kita terbangun dari sebuah mimpi, tidak ada alasan logis untuk tidak berpikir bahwa kita telah memasuki mimpi yang lebih panjang yang kita sebut "kehidupan nyata". Anggapan kita bahwa mimpi adalah khayalan dan dunia sadar adalah dunia sesungguhnya, merupakan kebiasaan dan praduga. Jadi bisa saja kita dibangunkan dari kehidupan di bumi — yang kita anggap tempat kita hidup sekarang — sebagaimana kita dibangunkan dari sebuah mimpi.
Contoh Penyambungan Saraf secara Paralel
Marilah kita pikirkan tabrakan mobil yang dicontohkan Politzer. Dalam kecelakaan ini, jika saraf orang yang tertabrak — yang menghubungkan kelima indra dengan otaknya — dihubungkan dengan otak orang lain, misalnya otak Politzer, melalui sambungan paralel, maka pada saat bis menabrak orang tersebut, bis yang sama akan menabrak Politzer yang sedang duduk di rumahnya. Dengan kata lain, semua perasaan yang dialami orang tersebut akan dialami oleh Politzer, seperti halnya lagu yang sama didengarkan dari dua pengeras suara yang terhubungkan ke tape recorder yang sama. Politzer akan merasa, melihat dan mengalami bunyi rem bis, benturan bis pada tubuhnya, gambaran lengan patah dan darah tertumpah, nyeri patah tulang, gambaran dirinya memasuki ruang operasi, kerasnya gips dan lemahnya tangan.
Setiap orang yang terhubung ke saraf tersebut secara pararel, akan mengalami kejadian yang sama dari awal hingga akhir seperti Politzer. Jika orang dalam kecelakaan tersebut mengalami koma, mereka semua akan mengalami koma. Bahkan jika semua persepsi yang berkaitan dengan kecelakaan direkam dalam suatu alat dan jika semua persepsi ini ditransmisikan ke seseorang, maka bis akan menabrak orang ini berkali-kali.
Dengan demikian, bis penabrak manakah yang benar-benar ada? Filosofi materialis tidak memiliki jawaban konsisten untuk pertanyaan ini. Jawaban yang benar adalah mereka semua mengalami kecelakaan mobil secara mendetail di dalam pikiran mereka sendiri.
Prinsip yang sama berlaku pada contoh kue dan batu. Jika saraf dari organ indra Engels, yang merasa puas dan kenyang setelah makan kue, dihubungkan secara pararel ke otak orang kedua, maka orang ini juga akan merasa kenyang seperti Engels. Jika saraf Johnson, yang merasakan kakinya sakit ketika menendang batu dengan keras, dihubungkan ke orang kedua secara paralel, orang ini juga akan merasakan sakit yang sama.
Jadi, kue atau batu mana yang benar-benar ada? filsafat materialis kembali tidak mampu memberikan jawaban konsisten untuk pertanyaan ini. Jawaban yang benar dan konsisten adalah: baik Engels dan orang kedua telah memakan kue dalam pikiran mereka dan merasa kenyang; baik Johnson dan orang kedua mengalami saat-saat menendang batu dalam pikiran mereka.
Mari kita buat perubahan dalam contoh kasus Politzer. Kita hubungkan saraf orang yang tertabrak bis ke otak Politzer, dan sebaliknya kita hubungkan saraf Politzer yang duduk di rumah ke otak orang yang tertabrak bis. Dalam kasus ini, Politzer akan merasa bahwa bis telah menabraknya meskipun dirinya sedang duduk di rumah; sedangkan orang yang sebenarnya tertabrak tidak akan pernah merasakan akibat kecelakaan tersebut dan merasa bahwa dirinya sedang duduk di rumah Politzer. Logika yang sama berlaku pula untuk contoh kue dan batu.
Sebagaimana terlihat, manusia tidak mungkin melampaui dan terlepas dari indranya. Dalam hal ini, jiwa manusia dapat dihadapkan pada semua macam situasi meskipun tidak memiliki tubuh, tidak berwujud materi dan tidak memiliki bobot materi. Tidak mungkin manusia menyadari hal ini karena ia berasumsi bahwa citra tiga dimensi ini benar-benar ada dan sangat meyakini keberadaannya karena setiap orang tergantung pada persepsi yang dibentuk oleh organ-organ sensorinya.
Filsuf Inggris terkemuka, David Hume mengungkapkan pemikirannya tentang fakta ini:
Sejujurnya, ketika saya menempatkan diri pada apa yang saya sebut ‘diri sendiri’, saya selalu mengakui persepsi tertentu yang berhubungan dengan panas atau dingin, terang atau gelap, cinta atau benci, asam atau manis atau konsep-konsep lainnya. Tanpa keberadaan persepsi, saya tidak pernah dapat menemukan diri sendiri pada waktu tertentu dan saya tidak dapat mengamati apa pun.
Kita tidak akan pernah mampu melangkah lebih jauh dari pengindraan ini dan merasakan materi sebagaimana "wujud aslinya", sehingga sama sekali tidaklah masuk akal untuk merumuskan pemikiran [filsafat] apa pun yang menganggap materi sebagai wujud mutlak yang dapat kita rasakan langsung. Sebagai sebuah teori, materialisme benar-benar tidaklah memiliki landasan, sejak awal kemunculannya.
Pembentukan Persepsi dalam Otak Bukan Filsafat Melainkan Fakta Ilmiah
Materialis mengatakan bahwa apa yang telah kita bahas dalam buku ini adalah pandangan filsafat. Akan tetapi, pernyataan bahwa "dunia luar" merupakan kumpulan persepsi adalah fakta ilmiah yang jelas, bukan sebentuk filsafat. Bagaimana citra dan perasaan terbentuk di dalam otak telah diajarkan secara detail di semua sekolah kedokteran. Fakta-fakta tersebut, yang telah dibuktikan oleh ilmu pengetahuan abad ke-20, khususnya bidang fisika, dengan jelas menunjukkan bahwa materi tidak memiliki realitas absolut dan bahwa setiap orang dapat dikatakan sedang mengamati "monitor di dalam otaknya".
Setiap orang yang meyakini ilmu pengetahuan, baik ia ateis, penganut Buddha, atau meyakini pandangan lain, harus menerima fakta ini. Seorang materialis mungkin mengingkari keberadaan Pencipta namun ia tidak dapat menolak kenyataan ilmiah ini.
Ketidakmampuan Karl Marx, Friedrich Engels, Georges Politzer dan lainnya memahami fakta sederhana dan jelas ini masih mengejutkan, sekalipun pemahaman dan kemungkinan ilmu pengetahuan di masa mereka memang tidak mencukupi. Di masa sekarang, kemajuan ilmu dan teknologi serta penemuan-penemuan terakhir mempermudah kita memahami fakta ini. Akan tetapi, materialis justru diliputi ketakutan untuk memahami fakta ini dan menyadari bagaimana keyakinan mereka akan hancur karenanya.
Ketakutan Besar Materialis
Pokok bahasan ini mengungkapkan fakta bahwa materi hanya suatu persepsi. Untuk sementara waktu, tidak ada serangan balik yang substansial dari kalangan materialis Turki terhadap pemikiran-pemikiran yang diungkapkan di sini. Karenanya, kami mendapat kesan bahwa maksud kami belum mereka tangkap dengan jelas dan diperlukan penjelasan lebih lanjut. Akan tetapi, belum lama ini, terungkap bahwa materialis merasa gelisah atas kepopuleran pemikiran ini dan bahkan sangat takut padanya.
Materialis dengan gencar mengungkapkan ketakutan dan kepanikan mereka melalui berbagai terbitan, konferensi dan diskusi panel. Wacana mereka yang propagandis dan tanpa harapan menyiratkan bahwa mereka mengalami krisis intelektual yang hebat. Keruntuhan ilmiah teori evolusi, yang menjadi dasar keyakinan mereka, telah sangat mengejutkan mereka. Sekarang mereka mulai menyadari bahwa mereka mulai kehilangan materi itu sendiri, inti keyakinan yang lebih penting daripada Darwinisme. Ini membuat mereka lebih terpukul. Mereka menyatakan bahwa selain merupakan "ancaman terbesar" bagi mereka, permasalahan ini juga "merusak struktur budaya mereka".
Penulis materialis Turki, Rennan Pekunlu mengatakan bahwa "teori evolusi tidaklah sepenting ini, ancaman sesungguhnya adalah subjek ini", karena meniadakan materi, satu-satunya konsep yang diyakininya.
Salah seorang materialis yang menyatakan kepanikan dan kecemasan secara terang-terangan adalah Renan Pekunlu, akademisi dan penulis majalah Bilim ve Utopya (Ilmu Pengetahuan dan Utopia). Dalam artikel majalah yang membela materialisme ini dan diskusi panel yang diikutinya, Rennan Pekunlu menyatakan buku Keruntuhan Teori Evolusi (Evolution Deceit) sebagai "ancaman" nomor satu terhadap materialisme. Ia sudah cukup risau dengan bab-bab yang meruntuhkan Darwinisme, tetapi bagian yang Anda baca sekarang adalah bagian yang paling mengganggunya. Kepada para pembaca dan (hanya segelintir) peserta diskusinya, Pekunlu berpesan, "Jangan biarkan diri Anda hanyut dalam indoktrinasi idealisme dan jagalah keyakinan Anda pada materialisme". Ia merujuk Vladimir I. Lenin, pemimpin revolusi berdarah di Rusia, sebagai panutan. Sambil menyarankan setiap orang membaca buku Lenin yang berjudul Materialism and Empirio-Criticism dan sudah berumur satu abad, Pekunlu hanya dapat mengulang kata-kata Lenin: "Jangan memikirkan persoalan ini, atau Anda akan kehilangan materialisme dan terhanyut oleh agama". Dalam sebuah artikel yang ditulisnya pada majalah Bilim ve Utopya, Pekunlu mengutip pernyataan Lenin berikut:
Sekali Anda menolak realitas kebendaan, menyerah pada pengindraan, Anda telah kehilangan segala daya untuk melawan fideisme*), karena Anda telah tergelincir kepada agnotisisme**) atau subjektivisme***) — hanya itu yang dibutuhkan fideisme. Satu cakar saja terjerat, seekor burung tertangkap. Dan semua pengikut kita akan terjerat dalam idealisme, yaitu fideisme yang tidak kentara; mereka terjerat segera setelah menganggap "pengindraan" bukan lagi suatu citra dunia luar tetapi sebagai "unsur" khusus. Pengindraan, pikiran, jiwa dan keinginan bukan seperti itu adanya.
Kata-kata ini secara eksplisit menunjukkan bahwa fakta yang menggusarkan Lenin dan ingin ia keluarkan dari pikirannya dan "kameradnya"; yang juga meresahkan materialis dewasa ini. Akan tetapi, Pekunlu dan materialis lain mengalami keadaan lebih menyusahkan; karena mereka sadar bahwa sekarang fakta ini dikemukakan dengan cara dan bentuk lebih eksplisit dan meyakinkan daripada 100 tahun lalu. Untuk pertama kalinya dalam sejarah dunia, persoalan ini dijelaskan dengan cara yang tidak mungkin ditolak.
Meski demikian, secara umum dapat dikatakan bahwa sejumlah besar ilmuwan materialis tidak sungguh-sungguh menanggapi fakta bahwa "materi hanyalah ilusi". Persoalan yang dijelaskan dalam bab ini adalah salah satu persoalan paling penting dan menarik yang pernah dijumpai seseorang dalam hidupnya. Mereka pasti belum pernah menghadapi persoalan sepenting ini sebelumnya. Namun, reaksi ilmuwan-ilmuwan itu atau sikap mereka dalam ceramah dan artikel mereka mengisyaratkan betapa dangkalnya pemahaman mereka.
Reaksi sebagian materialis terhadap permasalahan yang didiskusikan di sini menunjukkan bahwa ketaatan buta terhadap materialisme telah merusak logika mereka, sehingga semakin sulit memahami persoalan ini. Sebagai contoh, Alaettin Senel, yang juga seorang akademisi dan penulis untuk Bilim ve Ütopya, berpesan seperti Rennan Pekunlu: "Lupakan keruntuhan Darwinisme, ancaman sungguhnya adalah persoalan ini". Dia juga membuat tuntutan seperti "Buktikan saja apa yang Anda katakan" karena merasa bahwa filsafatnya sendiri tidak berdasar. Yang lebih menarik adalah dalam salah satu tulisannya, ia menyatakan bahwa dirinya sama sekali tidak dapat memahami fakta yang dianggapnya sebagai ancaman ini.
Dalam sebuah artikel yang ditulis khusus membahas masalah ini, Senel menerima bahwa dunia luar ditangkap oleh otak sebagai sebuah citra. Akan tetapi, kemudian ia menyatakan bahwa citra terbagi menjadi dua jenis yaitu citra berkorelasi fisik dan citra yang tidak berkolerasi fisik, dan bahwa citra dunia luar termasuk ke dalam citra yang berkolerasi fisik. Untuk mendukung pernyataannya, ia memberikan "contoh telepon". Ringkasnya, ia menulis: "Saya tidak tahu apakah citra dalam otak saya berkolerasi dengan dunia luar atau tidak, tetapi hal yang sama berlaku ketika saya berbicara di telepon. Ketika saya berbicara di telepon, saya tidak dapat melihat orang yang saya ajak bicara, tetapi saya dapat mengkonfirmasikan percakapan tersebut ketika saya bertemu langsung dengannya."
Dengan pernyataan di atas, Senel sebenarnya bermaksud menyatakan: "Jika kita meragukan persepsi kita, kita dapat melihat pada materi itu sendiri dan memeriksa realitasnya". Konsep ini jelas-jelas salah karena kita tidak mungkin menjangkau materi itu sendiri. Kita tidak dapat keluar dari pikiran kita dan mengetahui apakah "luar" itu. Apakah suara dalam telepon berkorelasi atau tidak, dapat dikonfirmasikan pada lawan bicara di telepon. Namun, konfirmasi ini juga hanya persepsi yang dialami otak kita.
Sebenarnya, orang-orang ini juga mengalami kejadian yang sama di dalam mimpi mereka. Sebagai contoh, Senel dapat saja melihat dalam mimpinya bahwa ia berbicara di telepon dan kemudian meminta orang yang ia ajak bicara mengkonfirmasikan pembicaraan tersebut. Atau Pekunlu dalam mimpinya mengalami "ancaman serius" dan menyarankan orang-orang membaca buku-buku Lenin yang sudah kuno. Apa pun yang mereka lakukan, para materialis ini tidak dapat memungkiri kenyataan bahwa kejadian-kejadian yang mereka alami dan orang-orang yang mereka ajak bicara di dalam mimpi hanyalah persepsi belaka.
Lalu kepada siapakah seseorang dapat mengkonfirmasi bahwa citra di dalam otak berkorelasi atau tidak? Apakah kepada wujud bayangan di dalam otaknya lagi? Tak diragukan lagi, materialis mustahil menemukan sumber informasi yang dapat memberikan data mengenai keadaan di luar otak dan mengkonfirmasikannya.
Mengakui bahwa semua persepsi terbentuk di dalam otak, tetapi juga mengasumsikan bahwa seseorang dapat melangkah "keluar" dari otak dan mengkonfirmasikan persepsi ini pada dunia luar, menunjukkan kapasitas pemahaman yang terbatas dan penalaran yang terganggu.
Sebenarnya fakta yang dijelaskan di sini dapat dengan mudah ditangkap oleh orang dengan tingkat pemahaman dan penalaran normal. Setiap orang yang berpikiran lurus akan mengetahui, sehubungan dengan semua yang telah kita bicarakan, bahwa ia mustahil menguji keberadaan dunia luar dengan indranya. Namun, terlihat jelas bahwa ketaatan buta terhadap materialisme telah mengganggu penalaran manusia. Oleh karenanya, materialis kontemporer menunjukkan gangguan logika berat seperti guru-guru mereka yang mencoba "membuktikan" keberadaan materi dengan menendang batu atau memakan kue.
Seperti telah dikatakan sebelumnya pula, kondisi ini bukan sesuatu yang mengherankan; sebab ketidakmampuan memahami adalah sifat umum semua orang yang tidak beriman.
Materialis Telah Terperosok dalam Perangkap Terbesar Sepanjang Sejarah
Di Turki, gelombang kepanikan yang melanda kalangan materialis, seperti beberapa contoh terdahulu, menunjukkan bahwa materialis menghadapi kekalahan telak yang belum pernah mereka hadapi sepanjang sejarah. Fakta bahwa materi hanyalah persepsi telah dibuktikan oleh ilmu pengetahuan modern. Fakta ini dikemukakan dalam sangat jelas, jujur dan kuat. Yang tersisa bagi materialis hanya keruntuhan seluruh dunia materi, dunia yang mereka percayai secara buta dan menjadi sandaran selama ini.
Sepanjang sejarah manusia, pemikiran materialis selalu hadir. Mereka menentang Allah yang menciptakan mereka karena sangat yakin pada diri sendiri dan filsafat yang mereka pegang. Skenario yang mereka rumuskan menyatakan bahwa materi tidak bermula dan tidak pula berakhir, dan semua materi tidak mungkin memiliki Pencipta. Mereka mengingkari Allah hanya karena kesombongan, dengan berlindung di balik materi yang mereka anggap memiliki keberadaan nyata. Mereka begitu meyakini filsafat ini sehingga menganggap tak mungkin ada penjelasan yang membuktikan sebaliknya.
Semua alasan di atas menjelaskan mengapa fakta-fakta yang disajikan dalam buku ini, yang berkaitan dengan sifat-sifat sejati materi, sangat mengejutkan mereka. Penjelasan buku ini telah menghancurkan dasar filsafat mereka dan tak menyisakan apa pun untuk dibicarakan lagi. Materi, yang telah menjadi dasar pemikiran, kehidupan, kesombongan dan penolakan mereka, lenyap tiba-tiba. Bagaimana materialisme bisa bertahan jika materi tidak ada?
Allah menjebak materialis dengan membuat mereka berasumsi bahwa materi benar-benar ada, dan mempermalukan mereka dengan cara-Nya. Materialis beranggapan bahwa harta benda, status, jabatan, masyarakat lingkungan mereka, seluruh dunia dan lain-lainnya benar-benar ada, dan dengan mengandalkan semua itu mereka menjadi sombong terhadap Allah. Mereka menentang Allah dengan kesombongan yang melengkapi ketidakpercayaan mereka. Mereka sepenuhnya bergantung pada materi. Akan tetapi, mereka benar-benar tidak memahami bahwa Allah meliputi segala sesuatu.
Barangkali inilah kekalahan terbesar sepanjang sejarah. Sementara materialis menjadi sombong atas kemauan sendiri, mereka mengobarkan peperangan terhadap Allah, dengan cara memunculkan sesuatu yang berlebih-lebihan untuk melawannya.
Ketika orang-orang yang tidak beriman mencoba menyusun rencana, mereka tidak menyadari sebuah fakta penting sebagaimana ditekankan dengan kalimat "mereka hanya menipu diri mereka sendiri sedang mereka tidak menyadarinya" dalam ayat tersebut. Faktanya, segala sesuatu yang mereka alami adalah gambaran yang sengaja dirancang untuk mereka tangkap, dan seluruh rencana yang mereka susun hanyalah citra yang terbentuk di dalam otak mereka, seperti juga seluruh tindakan yang mereka lakukan. Kebodohan telah membuat mereka lupa bahwa tidak ada yang bersama mereka selain Allah, dan karenanya, mereka terjebak dalam rencana jahat mereka sendiri.
Sebagaimana kaum tidak beriman di zaman dahulu, kaum tidak beriman yang hidup sekarang juga menghadapi kenyataan yang akan menghancurkan rencana jahat mereka sampai ke akar-akarnya.
Begitu pula materialisme, menjadi "fatamorgana" bagi para pembangkang seperti yang disebutkan dalam ayat itu; ketika mereka menemukan jalan keluar, yang mereka dapati hanya ilusi. Allah telah menipu mereka dengan fatamorgana seperti itu, dan memperdaya mereka untuk menerima kumpulan citra ini sebagai suatu kenyataan. Semua orang "penting" tersebut; profesor, ahli astronomi, ahli biologi, ahli fisika dan lain-lain, apa pun pangkat dan jabatan mereka, benar-benar telah tertipu seperti anak-anak, dan dipermalukan karena mereka mempertuhankan materi. Mereka membangun filsafat dan ideologi di atas asumsi bahwa kumpulan citra tersebut absolut. Mereka terlibat dalam pembicaraan serius dan menyebutnya wacana "intelektual". Mereka menganggap diri mereka cukup bijaksana untuk menawarkan suatu argumentasi tentang kebenaran alam semesta, bahkan membantah Tuhan dengan kecerdasan mereka yang terbatas.
Bisa saja mereka lolos dari jebakan lain; tetapi rencana yang telah ditetapkan Allah untuk orang-orang tidak beriman begitu sempurna sehingga tidak ada jalan untuk meloloskan diri. Apa pun yang mereka lakukan atau kepada siapa pun mereka meminta pertolongan, mereka tidak akan pernah menemukan penolong selain Allah.
Materialis tidak pernah menyangka akan jatuh ke dalam perangkap seperti ini. Berbekal seluruh kecanggihan abad ke-21, mereka mengira dapat bertahan dengan pengingkaran mereka dan mengajak orang lain untuk ingkar pula.
Fakta yang disampaikan ayat ini berarti: materialis harus menyadari bahwa segala sesuatu yang mereka miliki hanya ilusi, dan karenanya semua itu telah dihancurkan. Saat mereka menyaksikan seluruh harta benda, pabrik, emas, uang, anak, suami/istri, teman, pangkat dan status, bahkan tubuh mereka, semua yang mereka anggap ada, terlepas dari genggaman, mereka telah "dihancurkan".
Tidak diragukan lagi, menyadari kebenaran ini mungkin merupakan hal terburuk bagia materialis. Fakta bahwa segala sesuatu yang mereka miliki hanyalah ilusi, adalah sama dengan — menurut istilah mereka — "kematian sebelum ajal" di dunia ini.
Mereka yang menjadikan materi sebagai tuhannya telah datang dari Allah dan akan kembali pada-Nya. Mau atau tidak, mereka telah menyerahkan kehendak mereka kepada Allah. Sekarang mereka menunggu Hari Perhitungan di mana setiap orang akan dipanggil untuk diadili. Betapa pun mereka tidak berkeinginan untuk memahaminya.
Kesimpulan
Topik yang telah kami jelaskan sejauh ini merupakan salah satu kebenaran terbesar yang pernah Anda temui dalam hidup Anda. Dengan membuktikan bahwa seluruh dunia materi ini sesungguhnya hanyalah "wujud bayangan", topik ini menjadi kunci untuk memahami keberadaan Allah dan penciptaan oleh-Nya, di samping untuk memahami bahwa Dialah satu-satunya wujud mutlak.
Mereka yang memahami permasalahan ini sadar bahwa dunia ini bukanlah tempat seperti anggapan orang pada umumnya. Dunia bukanlah tempat mutlak yang benar-benar ada, seperti yang dipikirkan oleh mereka yang mengembara tanpa tujuan di jalanan, yang bertengkar di klab-klab, yang menyombongkan diri di kafe-kafe mewah, yang membanggakan rumah dan tanah, atau yang mengabdikan hidup mereka untuk tujuan palsu. Dunia hanyalah kumpulan persepsi, sebuah ilusi. Semua orang yang telah kami kutip sebelumnya hanya wujud bayangan yang menyaksikan persepsi ini di dalam otak mereka: meskipun demikian mereka tidak menyadari hal ini.
Konsep ini sangat penting karena meruntuhkan filsafat materialis yang menolak keberadaan Allah, dan menghancurkan filsafat tersebut. Inilah sebabnya materialis seperti Marx, Engels, dan Lenin menjadi panik dan gusar, dan memperingatkan pengikut mereka "untuk tidak memikirkannya" jika ada orang yang menyampaikan konsep ini. Sesungguhnya orang-orang seperti ini cacat mentalnya sehingga tidak dapat memahami fakta bahwa persepsi terbentuk dalam otak. Mereka menganggap dunia yang mereka saksikan di dalam otak adalah "dunia luar". Mereka tidak dapat memahami bukti-bukti yang menunjukkan sebaliknya.
Anda dapat mengkaji lebih jauh lagi dengan menggunakan kekuatan refleksi pribadi Anda. Untuk itu Anda harus berkonsentrasi, memusatkan perhatian dan merenungkan cara Anda melihat benda-benda di sekeliling Anda dan cara Anda menyentuhnya. Jika Anda berpikir dengan penuh konsentrasi, Anda dapat merasakan bahwa wujud bijak yang melihat, mendengar, menyentuh, berpikir, dan membaca buku pada saat ini hanyalah jiwa. Jiwa ini pula yang menyaksikan persepsi yang disebut "materi" pada sebuah layar. Orang yang telah memahami hal ini dianggap telah beranjak dari tataran dunia materi yang telah menipu sebagian besar kemanusiaan, dan masuk ke dalam tataran eksistensi sesungguhnya.
Dalam zaman kita hidup, fakta ini telah teruji secara empiris berdasarkan bukti-bukti ilmiah. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, fakta bahwa alam semesta adalah wujud bayangan telah digambarkan secara nyata, jelas dan eksplisit.
Dengan alasan inilah, abad ke-21 akan menjadi titik balik sejarah di mana manusia pada umumnya akan memahami realitas ilahiah dan akan berbondong-bondong menuju Allah, satu-satunya Wujud Mutlak. Dalam abad ke-21, paham materialistis abad ke-19 akan dibuang ke keranjang sampah sejarah, eksistensi dan penciptaan Allah akan dipahami, seperti dipahaminya fakta ketiadaan ruang dan waktu, manusia akan terbebaskan dari selubung, penipuan dan takhayul kuno yang menyelimuti mereka.
Tidak mungkin kenyataan tak terbantahkan ini dapat dihalangi oleh suatu wujud bayangan.
Jelas bahwa "fakta penciptaan" yang tampak dalam setiap aspek alam semesta, mustahil hasil ciptaan alam semesta itu sendiri. Contohnya, seekor kutu tidak bisa menciptakan dirinya sendiri. Sistem tata surya tidak dapat menciptakan atau mengorganisir diri sendiri. Tanaman, manusia, bakteri, sel darah merah dan kupu-kupu juga tidak dapat menciptakan diri sendiri. Kemungkinan bahwa semua ini bermula "secara kebetulan" bahkan tidak terbayangkan sama sekali.
Oleh karena itu, kita berkesimpulan: segala sesuatu yang kita lihat telah diciptakan. Akan tetapi, tidak ada satu pun yang kita lihat dapat menjadi "pencipta" diri sendiri. Pencipta berbeda dan lebih unggul daripada semua yang kita lihat. Kekuatan Pencipta tidak terlihat tetapi keberadaan dan tanda-tandanya terungkap dalam segala sesuatu yang ada di alam.
Orang-orang yang menolak keberadaan Allah tidak sependapat tentang hal ini. Orang-orang ini terkondisikan untuk tidak mempercayai keberadaan-Nya kecuali mereka melihat-Nya dengan mata kepala sendiri. Kaum ini, yang mengabaikan fakta "penciptaan", terpaksa mengabaikan aktualitas "penciptaan" yang terwujud di seluruh alam semesta dan secara keliru membuktikan bahwa alam semesta dan kehidupan di dalamnya tidak diciptakan. Teori evolusi merupakan contoh utama usaha mereka yang sia-sia.
Kesalahan mendasar dari mereka yang mengingkari Allah dilakukan pula oleh banyak orang yang sebenarnya tidak sungguh-sungguh menolak keberadaan Allah tetapi mempunyai persepsi salah tentang-Nya. Mereka tidak mengingkari penciptaan tetapi memiliki kepercayaan takhayul mengenai "di mana" Allah. Kebanyakan dari mereka berpikir bahwa Allah berada di "langit". Mereka diam-diam membayangkan bahwa Allah berada di belakang suatu planet sangat jauh dan sewaktu-waktu mencampuri "urusan duniawi". Atau barangkali Allah tidak turun tangan sama sekali: Dia menciptakan alam semesta lalu meninggalkannya begitu saja, dan manusia dibiarkan menentukan nasibnya sendiri.
Sementara itu, kalangan lain mendengar bahwa, Allah berada "di mana-mana", namun mereka tidak dapat memahami maknanya. Mereka berpikir bahwa Allah mengelilingi segala sesuatu seperti gelombang radio atau gas yang tidak dapat diraba dan dilihat.
Akan tetapi, semua gagasan ini dan juga kepercayaan lain yang tidak bisa menjelaskan "di mana" Allah (dan mungkin karena itu mengingkari keberadaan Allah) beranjak dari kesalahan yang sama. Mereka berprasangka tanpa dasar sehingga sampai pada pemahaman yang salah tentang Allah. Prasangka apakah itu?.
Prasangka ini tentang alam dan sifat-sifat materi. Kita demikian terbiasa dengan anggapan tentang keberadaan materi sehingga kita tidak pernah memikirkan apakah materi benar-benar ada atau hanya bayangan. Ilmu pengetahuan modern menghancurkan prasangka ini dan mengungkap sebuah realitas yang sangat penting dan mengesankan.
Dunia Sinyal-Sinyal Elektris
Semua informasi yang kita miliki tentang dunia tempat kita hidup disampaikan kepada kita melalui lima indra kita. Dunia yang kita ketahui terdiri dari apa yang dilihat mata, diraba tangan, dicium hidung, dikecap lidah, dan didengar telinga kita. Kita tidak pernah berpikir bahwa dunia "luar" mungkin berbeda dengan apa yang disampaikan indra kepada kita, karena kita telah bergantung hanya kepada kelima indra tersebut sejak lahir.
Akan tetapi, penelitian modern dalam berbagai bidang ilmu menunjukkan pemahaman sangat berbeda dan menimbulkan keraguan serius tentang indra kita serta dunia yang kita pahami dengannya.
Titik awal pendekatan ini adalah bahwa gagasan "dunia luar" yang terbentuk dalam otak kita hanya sebuah respon yang diciptakan oleh sinyal-sinyal elektris. Merahnya apel, kerasnya kayu, bahkan, ibu, ayah, keluarga Anda dan segala sesuatu yang Anda miliki, rumah, pekerjaan, kalimat-kalimat dalam buku ini, hanya terdiri atas sinyal-sinyal elektris.
Frederick Vester menjelaskan apa yang telah dicapai ilmu pengetahuan tentang subjek ini:
Pernyataan-pernyataan beberapa ilmuwan bahwa "manusia adalah sebuah citra, segala sesuatu yang dialaminya bersifat sementara dan menipu, dan alam semesta ini adalah bayangan", tampaknya dibuktikan oleh ilmu pengetahuan mutakhir.
Untuk memperjelas permasalahan ini, mari kita pikirkan indra penglihatan kita, yang memberikan informasi paling luas tentang dunia luar.
Bagaimana Kita Melihat, Mendengar dan Mengecap?
Proses penglihatan terjadi melalui cara yang sangat canggih. Paket-paket cahaya (foton) yang melintas dari objek ke mata melewati lensa di bagian depan mata. Paket-paket cahaya ini terpecah-pecah dan jatuh terbalik pada retina di bagian belakang mata. Di sini, cahaya tersebut diubah menjadi sinyal-sinyal elektris, kemudian dikirimkan oleh sel-sel saraf ke bintik kecil yang disebut pusat penglihatan di bagian belakang otak. Sinyal listrik ini diterjemahkan sebagai sebuah citra setelah melalui serangkaian proses. Tindakan melihat sebenarnya terjadi dalam bintik kecil ini, yang merupakan tempat gelap pekat dan terisolasi total dari cahaya.
Sekarang, marilah kita kaji kembali proses yang tampaknya biasa dan tidak istimewa ini. Saat kita mengatakan "kita melihat", sebenarnya kita melihat efek impuls yang mencapai mata dan muncul di dalam otak setelah cahaya diubah menjadi sinyal listrik. Jadi ketika kita mengatakan "kita melihat" sebenarnya kita sedang mengamati sinyal-sinyal elektris di dalam otak kita.
Stimulasi dari sebuah objek diubah menjadi sinyal-sinyal elektris dan mempengaruhi otak. Ketika kita "melihat", kita sebenarnya menyaksikan efek dari sinyal-sinyal elektris ini dalam pikiran kita.
Semua citra yang kita lihat dalam kehidupan dibentuk di dalam pusat penglihatan, yang hanya beberapa kubik sentimeter dari keseluruhan volume otak. Baik buku yang sedang Anda baca maupun dataran tanpa batas yang Anda lihat ketika menatap cakrawala tercakup dalam ruangan kecil ini. Hal lain yang harus diingat adalah bahwa otak terisolasi dari cahaya, di dalamnya benar-benar gelap. Tidak ada kontak antara otak dengan cahaya itu sendiri.
Kita dapat menjelaskan situasi menarik ini dengan sebuah contoh. Andaikan ada sebuah lilin menyala di depan kita. Kita bisa duduk di depan lilin tersebut dan memperhatikannya untuk beberapa lama. Selama itu otak kita tidak pernah bersentuhan langsung dengan cahaya lilin. Bahkan ketika kita melihat cahaya lilin, bagian dalam otak kita gelap gulita. Kita melihat dunia yang berwarna-warni dan cerah di dalam otak kita yang gelap.
R.L. Gregory memberikan penjelasan berikut tentang aspek menakjubkan dari melihat, suatu kegiatan yang kita anggap biasa saja:
Kita begitu terbiasa dengan melihat sehingga diperlukan lompatan imajinasi untuk menyadari bahwa terdapat kerumitan di balik ini. Tetapi cobalah pikirkan hal ini. Mata kita diberi citra kecil dan terbalik, dan kita melihat benda-benda nyata di sekitar kita. Dari pola simulasi pada retina mata inilah kita memahami dunia benda, dan ini adalah suatu keajaiban.
Hal yang sama berlaku pula bagi seluruh indra kita. Suara, sentuhan, rasa dan aroma seluruhnya dikirimkan dalam bentuk sinyal-sinyal listrik ke otak, di mana sinyal-sinyal ini diterjemahkan di pusatnya masing-masing.
Bahkan ketika kita merasakan cahaya dan panas nyala api, bagian dalam otak kita tetap gelap gulita dan suhunya tidak pernah berubah.
Berkas cahaya dari sebuah objek jatuh di retina secara terbalik. Di sini, bayangan diubah menjadi sinyal-sinyal elektris dan ditransmisikan ke pusat penglihatan di belakang otak. Karena otak terisolasi dari cahaya, tidak mungkin cahaya mencapai pusat penglihatan. Artinya, kita menyaksikan dunia yang penuh cahaya dan kedalaman dalam titik kecil yang terisolasi dari cahaya.
Proses mendengar terjadi dengan cara yang sama. Telinga luar menangkap suara melalui daun telinga dan membawanya ke telinga bagian tengah; telinga bagian tengah meneruskan dan memperkuat getaran suara ini ke telinga bagian dalam; telinga bagian dalam mengubah getaran suara ini menjadi sinyal-sinyal elektris dan mengirimkannya ke otak. Seperti halnya mata, tindakan mendengar berakhir di pusat pendengaran dalam otak. Otak kita terisolasi dari suara seperti halnya terisolasi dari cahaya. Oleh karena itu, bagaimanapun gaduhnya di luar, bagian dalam otak sunyi senyap.
Semua yang kita lihat sehari-hari dibentuk dalam "pusat penglihatan", di belakang otak kita, yang hanya berukuran beberapa sentimeter kubik. Baik buku yang sedang Anda baca, maupun pemandangan tanpa batas yang Anda saksikan ketika memandang horizon termuat dalam ruang kecil ini. Karenanya, kita tidak melihat objek dengan ukuran sebenarnya di luar, namun dalam ukuran yang ditangkap oleh otak.
Meskipun demikian, suara paling lemah pun bisa ditangkap dalam otak. Proses ini sangat presisi sehingga telinga orang sehat mampu mendengarkan suara apa pun tanpa gangguan atau interferensi asmosferik. Dalam otak yang terisolasi dari suara, Anda menangkap simfoni orkestra, kebisingan di tempat ramai dan semua jenis suara dalam rentang frekuensi yang lebar mulai dari desir dedaunan hingga deru pesawat jet. Namun jika pada saat itu tingkat suara dalam otak Anda diukur dengan suatu peralatan sensitif, akan didapati bahwa di dalam otak sepenuhnya sunyi.
Persepsi kita tentang aroma terbentuk dengan cara yang sama. Molekul-molekul 'volatil' (mudah menguap) yang dikeluarkan benda seperti vanila atau mawar mencapai reseptor (sensor penerima) berupa rambut-rambut lembut di daerah epitel hidung sehingga terjadilah interaksi. Interaksi ini disampaikan ke otak sebagai sinyal elektris dan dipahami sebagai aroma. Segala sesuatu yang kita cium, baik yang enak maupun tidak, pada hakikatnya adalah pemahaman otak terhadap interaksi molekul-molekul volatil yang diubah ke dalam sinyal-sinyal elektris. Anda menangkap bau parfum, bunga, makanan kegemaran, laut atau aroma lain yang Anda suka ataupun tidak, di dalam otak Anda. Molekul-molekul itu sendiri tidak pernah menyentuh otak. Jadi sama dengan pendengaran dan penglihatan, yang sampai ke otak Anda hanya sinyal-sinyal listrik. Dengan kata lain, semua aroma yang sejak lahir Anda anggap berasal dari objek-objek luar, sebenarnya hanya sinyal-sinyal elektris yang Anda rasakan melalui indra.
Demikian pula dengan empat macam reseptor kimiawi di bagian depan lidah manusia. Sensor-sensor ini menangkap rasa asin, manis, asam dan pahit. Setelah serangkaian proses kimia, sensor-sensor rasa mengubah persepsi rasa ini ke dalam sinyal elektris dan mengirimkannya ke otak. Sinyal-sinyal ini dipahami sebagai rasa oleh otak. Rasa yang Anda peroleh ketika Anda memakan coklat atau buah yang Anda suka merupakan interpretasi sinyal-sinyal elektris oleh otak. Anda tidak pernah dapat menjangkau objek di luar tersebut; Anda tidak pernah dapat melihat, mencium atau merasakan coklat itu sendiri. Sebagai contoh, jika saraf pengecap yang terhubung ke otak dipotong, apa pun yang Anda makan tidak akan sampai pada otak; Anda akan kehilangan kemampuan mengecap.
Sampai di sini, kita mendapati fakta lain: kita tidak pernah bisa yakin bahwa apa yang kita rasakan ketika kita mengecap makanan adalah sama dengan apa yang orang lain rasakan ketika dia mengecap makanan yang sama, atau apa yang kita tangkap ketika kita mendengar bunyi adalah sama dengan apa yang ditangkap orang lain ketika dia mendengar bunyi yang sama. Terhadap fakta ini, Lincoln Barnett mengatakan bahwa "tidak seorang pun dapat mengetahui apakah orang lain melihat warna merah atau mendengar nada C sama dengan yang dilihat dan didengarnya."
Indra peraba kita tidak berbeda dengan indra lainnya. Ketika kita meraba sebuah objek, semua informasi yang membantu kita mengenali dunia luar dan objek-objek dibawa ke otak oleh saraf pada kulit. Rasa sentuhan dibentuk dalam otak kita. Berlawanan dengan keyakinan umum, kita merasakan sentuhan bukan di ujung jari atau kulit melainkan di pusat sentuh di dalam otak. Sebagai hasil tafsiran otak terhadap stimulan-stimulan elektris yang datang dari suatu objek, kita menangkap rasa yang berbeda dari objek-objek tersebut seperti keras atau lunak, panas atau dingin. Kita mendapatkan semua detail informasi yang membantu kita mengenali sebuah objek dari stimulan seperti ini. Dua filsuf terkenal, B. Russell dan L. Wittgeinstein, mengungkapkan pemikiran mereka tentang fakta penting ini sebagai berikut:
Sebagai contoh, apakah sebuah jeruk benar-benar ada atau tidak dan bagaimana buah ini menjadi ada tidak bisa dipertanyakan dan diselidiki. Sebuah jeruk hanya terdiri dari rasa yang dikecap lidah, aroma yang dicium hidung, warna dan bentuk yang dilihat mata; dan hanya sifat-sifat inilah yang dapat dijadikan bahan pengujian dan penelitian. Ilmu pengetahuan tidak akan pernah tahu dunia fisik.
Tidak mungkin kita menjangkau dunia fisik. Semua objek di sekeliling kita adalah kumpulan persepsi dari penglihatan, pendengaran dan sentuhan. Dengan mengolah data di pusat penglihatan dan di pusat-pusat sensoris lain, seumur hidup otak kita berhadapan bukan dengan materi "asli" yang ada di luar kita, melainkan dengan tiruan yang terbentuk di dalam otak. Pada titik inilah kita keliru mengasumsikan bahwa tiruan-tiruan ini adalah materi-materi sejati di luar kita.
"Dunia Luar" dalam Otak Kita
Berdasarkan fakta-fakta fisik yang telah digambarkan sejauh ini, kita dapat meyimpulkan sebagai berikut: segala sesuatu yang kita lihat, sentuh, dengar dan indrakan sebagai "materi", "dunia" atau "alam semesta" tidak lain hanya sinyal-sinyal listrik dalam otak kita.
Seseorang yang memakan buah pada hakikatnya tidak berhadapan dengan buah sebenarnya tetapi dengan persepsi tentang buah dalam otak. Objek yang dianggap sebagai buah oleh orang tersebut sebenarnya terdiri dari kesan-kesan elektris di dalam otak mengenai bentuk, rasa, bau dan tekstur buah. Jika saraf penglihatan yang terhubung ke otak tiba-tiba rusak, citra buah akan hilang secara tiba-tiba. Putusnya saraf yang menghubungkan sensor-sensor di hidung dengan otak akan mengganggu proses penciuman. Singkatnya, buah hanyalah interpretasi sinyal-sinyal listrik oleh otak.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah kesan jarak. Jarak, misalnya antara Anda dan buku ini, hanya perasaan hampa yang terbentuk di dalam otak. Objek yang tampak jauh dalam pandangan seseorang terbentuk juga di dalam otak. Sebagai contoh, seseorang yang melihat bintang-bintang di langit beranggapan bahwa bintang-bintang tersebut berada dalam jarak jutaan tahun cahaya darinya. Akan tetapi, apa yang dia "lihat" sebenarnya adalah bintang-bintang dalam dirinya sendiri, yaitu di dalam pusat penglihatannya. Ketika Anda membaca kalimat-kalimat ini, Anda sebenarnya tidak berada di dalam ruangan yang Anda kira, sebaliknya ruanganlah yang berada di dalam diri Anda. Karena melihat tubuh Anda, Anda jadi berpikir bahwa Anda berada di dalamnya. Akan tetapi, Anda harus ingat bahwa tubuh Anda juga sebuah citra yang dibentuk di dalam otak.
Hal yang sama berlaku pada semua persepsi Anda lainnya. Sebagai contoh, ketika Anda berpikir bahwa Anda mendengar suara televisi di kamar sebelah, Anda sebenarnya sedang mendengarkan suara tersebut di dalam otak Anda. Anda juga tidak dapat membuktikan bahwa kamar tersebut benar-benar ada di sebelah kamar Anda, atau bahwa suara televisi datang dari kamar tersebut. Baik suara yang Anda pikir datang dari jarak beberapa meter maupun bisikan seseorang di sebelah Anda, ditangkap oleh pusat pendengaran yang berukuran hanya beberapa sentimeter persegi di dalam otak Anda. Terlepas dari pusat persepsi ini, tidak ada konsep seperti kanan, kiri, depan atau belakang. Jadi suara tidak datang pada Anda dari kanan, kiri atau dari udara; tidak ada arah dari mana suara tersebut datang.
Aroma yang Anda tangkap demikian pula; tidak satu aroma pun yang sampai kepada Anda dari jarak jauh. Anda beranggapan bahwa hasil akhir yang terbentuk di dalam pusat penciuman adalah aroma objek di luar. Akan tetapi, sebagaimana citra mawar di dalam pusat penglihatan Anda, aroma bunga ini pun berada di dalam pusat penciuman; tidak ada mawar atau aromanya di luar.
"Dunia luar" yang ditunjukkan oleh persepsi kita hanya kumpulan sinyal listrik yang sampai pada otak kita. Sepanjang hidup kita, sinyal-sinyal ini diproses oleh otak dan kita hidup tanpa menyadari bahwa kita telah keliru menganggap sinyal-sinyal tersebut sebagai wujud asli objek-objek yang berada di "dunia luar". Kita telah terpedaya karena kita tidak pernah dapat menjangkau materi itu sendiri dengan indra kita.
Lagi-lagi, otak kitalah yang menafsirkan dan memaknai sinyal-sinyal yang kita anggap sebagai "dunia luar". Sebagai contoh, marilah kita perhatikan indra pendengaran. Sesungguhnya otak kitalah yang mengubah gelombang suara di "dunia luar" menjadi sebuah simfoni. Sehingga dapat dikatakan bahwa musik adalah persepsi yang dibuat oleh otak kita. Dengan cara yang sama, ketika kita melihat warna, apa yang sampai pada mata kita hanya sinyal-sinyal listrik dengan beragam panjang gelombang. Sekali lagi otak kitalah yang mengubah sinyal-sinyal ini menjadi warna. Tidak ada warna di "dunia luar". Apel juga tidak merah, langit tidak biru atau pohon tidak hijau. Apel, langit dan pohon terlihat seperti itu hanya karena kita mengindranya seperti itu. "Dunia luar" sepenuhnya tergantung pada pengindraan seseorang.
Bahkan kerusakan kecil pada retina mata dapat menyebabkan buta warna. Ada orang yang menangkap warna biru sebagai hijau, ada yang menangkap merah sebagai biru dan ada pula yang melihat semua warna sebagai abu-abu dengan beragam intensitas. Dalam hal ini, tidak penting lagi apakah objek di luar berwarna atau tidak.
Pemikir terkemuka, Berkeley, juga mengungkapkan fakta ini:
Pada awalnya, dipercaya bahwa warna, aroma dan sebagainya "benar-benar ada", tetapi berangsur-angsur pandangan seperti itu ditinggalkan, dan kemudian dipahami bahwa hal-hal tersebut tergantung pada pengindraan kita.
Penemuan-penemuan fisika modern menunjukkan bahwa alam semesta merupakan suatu kumpulan persepsi. Pertanyaan berikut muncul pada sampul majalah ilmu pengetahuan Amerika terkenal, New Scientist yang mengangkat fakta ini dalam terbitan 30 Januari 1999: "Di Luar Realitas: Apakah Alam Semesta Sebenarnya Sebuah Pesiar Informasi dan Materi Hanyalah Fatamorgana?"
Pengetahuan Manusia Yang Terbatas
Makna lain dari berbagai kenyataan yang telah dipaparkan sejauh ini adalah bahwa sebenarnya, pengetahuan manusia tentang dunia luar sungguh sangat terbatas.
Pengetahuan itu terbatas pada kelima indra kita, dan tidak ada bukti bahwa dunia yang kita kenali melalui kelima indra itu sama persis dengan dunia "yang sesungguhnya".
Jadi, dunia tersebut bisa saja sangatlah berbeda dari apa yang kita kenali. Mungkin saja terdapat sangat banyak dimensi dan wujud lain yang belum kita ketahui. Sekalipun jika kita menjangkau titik-titik terjauh dari alam semesta, pengetahuan kita akan senantiasa tetap terbatas. Tuhan Yang Mahakuasa, Pencipta segala sesuatu, memiliki pengetahuan menyeluruh dan sempurna atas segala sesuatu yang, karena telah diciptakan Tuhan, mampu memiliki sebatas pengetahuan yang Dia izinkan.
Dalam hal ini, filsuf ilmu pengetahuan terkemuka, Bertrand Rusell, menulis:
Sentuhan yang terasa ketika kita menekan meja dengan jari-jari kita, yaitu gangguan elektris pada proton dan elektron di ujung jari kita. Menurut fisika modern, hal ini dihasilkan oleh kedekatan proton dan elektron pada meja. Jika gangguan elektris yang sama pada ujung jari kita ditimbulkan dengan cara lain, kita masih merasakan meja di ujung jari kita, walaupun meja tersebut tidak ada.
Memang kita mudah tertipu, mempercayai suatu persepsi walaupun dalam kenyataannya tidak ada materi yang berkaitan dengannya. Kita sering mengalami perasaan ini dalam mimpi. Dalam mimpi, kita mengalami kejadian, melihat orang, objek dan lingkungan yang tampak nyata. Tetapi semuanya hanya persepsi. Tidak ada perbedaan mendasar antara mimpi dan "dunia nyata"; keduanya dialami dalam otak.
Siapakah Sang Pelaku Pengindraan?
Otak adalah setumpuk sel yang terbuat dari proten dan molekul-molekul lemak. Otak terbentuk dari sel-sel saraf yang disebut neuron. Tidak ada kekuatan apa pun dalam potongan daging ini untuk mengamati imaji-imaji, untuk memberi kesadaran, atau untuk menciptakan keberadaan yang kita sebut "diri sendiri".
Seperti yang telah kita bahas sejauh ini, tidak ada keraguan terhadap fakta bahwa dunia yang kita pikir kita diami dan kita sebut "dunia luar" dibentuk di dalam otak kita. Akan tetapi, di sini muncul pertanyaan penting. Jika semua kejadian fisik yang kita ketahui, pada hakikatnya adalah persepsi, bagaimana dengan otak kita? Karena otak kita adalah bagian dari dunia fisik seperti halnya lengan, kaki atau objek lain, maka otak pun seharusnya merupakan persepsi seperti semua objek lainnya.
Sebuah contoh tentang mimpi akan membuat masalah ini menjadi lebih jelas. Mari kita pikirkan bahwa kita melihat mimpi dalam otak kita sesuai dengan apa yang telah dikatakan sejauh ini. Di dalam mimpi kita akan memiliki tubuh imajiner, lengan imajiner, mata imajiner dan otak imajiner. Jika selama mimpi kita ditanya "Di mana Anda melihat?", kita akan menjawab "Saya melihat di dalam otak saya". Meskipun sebenarnya tidak ada otak untuk kita bicarakan, hanya ada kepala imajiner dan otak imajiner. Yang melihat citra-citra ini bukan otak imajiner dalam mimpi, melainkan "sesuatu" yang jauh lebih superior daripadanya.
Kita tahu bahwa tidak ada perbedaan fisik antara situasi mimpi dan situasi yang kita sebut sebagai "kehidupan nyata". Jadi ketika dalam setting yang kita sebut "dunia nyata" kita ditanya "di mana Anda melihat" maka jawaban "di dalam otak" sama tidak berartinya dengan contoh di atas. Pada kedua kondisi, entitas yang melihat dan merasa bukan otak, yang bagaimanapun hanya seonggok daging.
Sejauh ini, kita telah berbicara berulang-ulang tentang bagaimana kita menyaksikan sebuah salinan dari dunia luar di dalam otak kita. Satu makna pentingnya adalah bahwa kita tidak pernah dapat merasakan dunia luar sebagaimana yang sesungguhnya.
Kenyataan berikutnya, dan yang tidak kalah penting adalah bahwa "wujud mandiri [kesadaran]" di dalam otak kita yang menyaksikan dunia ini tidaklah mungkin otak itu sendiri, yang menyerupai perangkat komputer terpadu: mengolah data yang sampai kepadanya, menerjemahkan ke dalam gambar, dan menampilkannya pada layar. Namun sebuah komputer tidak mampu menyaksikan wujudnya sendiri, tidak pula komputer itu sadar akan keberadaannya.
Ketika otak dianalisa, yang ditemukan hanya lipida dan protein, molekul yang juga terdapat pada organisme lain. Berarti di dalam sepotong daging yang kita sebut "otak", tidak ada apa pun yang dapat digunakan untuk mengamati citra, membangun kesadaran atau mencipta seseorang yang kita sebut "saya".
R. L. Gregory merujuk kekeliruan yang dilakukan orang-orang berkaitan dengan persepsi citra di dalam otak: Ada godaan, yang harus dihindari, untuk mengatakan bahwa mata menghasilkan gambar di dalam otak. Gambar di dalam otak berarti memerlukan sejenis mata internal untuk melihatnya — tetapi mata internal ini akan memerlukan mata lain lagi untuk melihat gambarnya… dan seterusnya tanpa akhir antara mata dan gambar. Ini benar-benar absurd.
Fakta inilah yang menempatkan materialis — yang tidak mempercayai apa pun kecuali materi sebagai kebenaran — dalam kesulitan. Milik siapakah "mata di dalam" yang melihat, yang memahami apa yang dilihatnya dan bereaksi?
Karl Pribram juga menyoroti pertanyaan tentang siapakah sang pelaku pengindraan tersebut, suatu pertanyaan penting di dunia ilmu pengetahuan dan filsafat: Sejak zaman Yunani, filsuf- filsuf telah berpikir tentang "hantu di dalam mesin", "orang kecil di dalam orang kecil" dan seterusnya. Di manakah "saya", orang yang menggunakan otaknya? Siapakah dia yang menyadari tindakan memahami? Seperti dikatakan Saint Francis of Assisi: "Yang kita cari adalah siapa yang melihat."
Sekarang mari kita renungkan: buku di tangan Anda, ruangan di mana Anda berada, singkatnya, semua citra di depan Anda dilihat di dalam otak. Apakah atom-atom yang melihat citra ini? Atom yang buta, tuli, dan tidak memiliki kesadaran? Apakah tindakan kita berpikir, memahami, mengingat, merasa senang, merasa tidak bahagia dan semua hal lainnya terdiri atas reaksi elektrokimia antara atom-atom ini?
Ketika kita memikirkan pertanyaan ini, kita melihat bahwa mencari kehendak dalam atom adalah tidak masuk akal. Jelas bahwa sesuatu yang melihat, mendengar dan merasa adalah wujud supramaterial. Wujud ini "hidup" dan dia bukan materi atau citra materi. Wujud ini berhubungan dengan persepsi di depannya dengan menggunakan citra tubuh kita.
Wujud ini adalah "jiwa".
Wujud berakal yang menulis dan membaca kalimat-kalimat ini bukan kumpulan atom dan molekul — serta reaksi kimia di antaranya — melainkan sebuah "jiwa".
Wujud Mutlak yang Nyata
Semua fakta ini membawa kita langsung pada pertanyaan yang sangat penting. Jika sesuatu yang kita akui sebagai dunia materi hanya terdiri dari persepsi-persepsi yang dilihat oleh jiwa, lalu apa sumber persepsi-persepsi ini?
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus mempertimbangkan fakta berikut: materi tidak memiliki kemampuan untuk mengatur eksistensinya sendiri. Karena materi adalah sebuah persepsi, maka materi bersifat "artifisial". Keberadaan persepsi ini harus disebabkan oleh kekuatan lain, yang berarti bahwa persepsi sebenarnya diciptakan. Selain itu, penciptaan ini harus kontinu. Jika tidak ada penciptaan kontinu dan konsisten, maka apa yang kita sebut materi akan menghilang dan musnah. Mirip dengan televisi, di mana sebuah gambar akan ditayangkan selama sinyal dipancarkan.
Jadi siapa yang membuat jiwa kita melihat bintang, bumi, tanaman, orang, badan kita dan semua yang kita lihat? Sangat jelas bahwa ada Pencipta Agung, yang telah menciptakan seluruh dunia materi, yaitu kumpulan persepsi, dan yang meneruskan penciptaan-Nya tiada henti. Karena Pencipta ini menunjukkan penciptaan yang demikian hebat, Dia pasti memiliki daya dan kekuatan abadi.
Pencipta ini mengenalkan diri-Nya kepada kita. Dia telah meurunkan sebuah kitab dalam semesta pengindraan yang telah diciptakan-Nya. Melalui kitab tersebut Dia telah menggambarkan diri-Nya sendiri, alam semesta dan alasan keberadaan kita.
Pencipta ini adalah Allah dan nama kitab-Nya adalah Al Quran.
Fakta bahwa langit dan bumi atau alam semesta tidak kekal, bahwa keberadaannya dimungkinkan hanya oleh penciptaan Allah dan bahwa alam semesta akan musnah ketika Dia mengakhiri penciptaan ini.
Jika Tuhan tidak berkehendak menampilkan gambar dunia ini kepada otak kita, maka seluruh alam semesta tidak akan ada lagi untuk kita, dan kita tidak akan pernah mampu menjangkaunya.
Kenyataan bahwa kita tidak pernah mampu berhubungan langsung dengan alam semesta yang bersifat materi ini juga menjawab pertanyaan "Di mana Tuhan?" yang menyibukkan pemikiran banyak orang.
Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian awal, banyak orang tidak memiliki pemahaman yang benar tentang Allah sehingga mereka membayangkan-Nya sebagai suatu wujud yang ada di suatu tempat di langit dan tidak sepenuhnya mencampuri urusan duniawi. Dasar logika ini sebenarnya terletak pada pemikiran bahwa alam semesta adalah kumpulan materi dan Allah berada di "luar" dunia materi ini, yaitu di tempat yang sangat jauh. Pada agama-agama palsu, kepercayaan terhadap Allah terbatas pada pemahaman ini.
Akan tetapi, persis sebagaimana ketidakmampuan kita bersentuhan langsung dengan alam semesta yang bersifat materi ini, tidak pula kita mampu memiliki pengetahuan menyeluruh tentang intisari alam semesta tersebut. Semua yang kita tahu adalah keberadaan Pencipta Yang memunculkan segala sesuatu ini menjadi ada—dengan kata lain, Tuhan. Untuk mengungkapkan kebenaran itu, para ulama Islam seperti Imam Rabbani telah berkata bahwa satu-satunya wujud mutlak adalah Tuhan; dan segala sesuatu lainnya, kecuali Dia, hanyalah wujud bayangan [maya/fana].
Karena masing-masing wujud material adalah persepsi, mereka tidak dapat melihat Allah; tetapi Allah melihat materi yang Dia ciptakan dalam segala bentuknya. Dalam Al Quran, fakta ini dinyatakan dengan: "Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui." (QS. Al Anaam, 6: 103).
Kita tidak dapat menangkap keberadaan Allah dengan mata kita, tetapi Allah secara menyeluruh meliputi diri kita, baik bagian dalam maupun bagian luar, termasuk penglihatan dan pemikiran kita. Kita tidak dapat mengucapkan satu kata atau menarik satu napas pun kecuali dengan pengetahuan-Nya.
Ketika seseorang berpikir bahwa tubuhnya tersusun atas "materi", dia tidak dapat memahami fakta penting tersebut. Jika dia menjadikan otaknya sebagai "dirinya", maka tempat yang dia maksud sebagai luar hanyalah 20-30 senti-meter darinya. Namun, ketika dia memahami bahwa materi sebenarnya tidak ada dan bahwa segala sesuatu hanya imajinasi, maka pengertian seperti luar, dalam atau dekat akan kehilangan arti. Allah meliputinya dan Dia "sangat dekat" dengannya.
Allah memberitahu manusia bahwa Dia berada sangat dekat dengan mereka melalui ayat "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat..." (QS. Al Baqarah, 2: 186). Ayat lain berkaitan dengan fakta yang sama: "Dan (ingatlah), ketika Kami wahyukan kepadamu: 'Sesungguhnya (ilmu) Tuhanmu meliputi segala manusia'." (QS. Al Isra, 17: 60).
Manusia keliru dengan berpikir bahwa wujud yang terdekat dengannya adalah dirinya sendiri. Allah sebenarnya lebih dekat dengan kita dari-pada kita sendiri. Sebagaimana disampaikan dalam ayat tersebut, orang-orang hidup tanpa menyadari fakta luar biasa ini karena mereka tidak melihat dengan mata mereka.
Sebaliknya, manusia yang hanya berupa wujud bayangan tidak mungkin memiliki kekuatan dan kehendak lepas dari Allah. Allah memberi wujud bayangan ini perasaan bahwa dirinyalah yang melempar. Dalam kenyataannya, Allah yang melakukan semua tindakan. Jadi jika seseorang beranggapan bahwa apa yang diperbuatnya adalah perbuatan dirinya sendiri, sebenarnya ia menipu dirinya.
Ini adalah kenyataan. Seseorang mungkin tidak mau mengakui kenyataan ini dan berpikir bahwa dirinya adalah wujud yang tidak bergantung kepada Allah; namun sikap ini tidak mengubah apa pun.
Segala Sesuatu yang Anda Miliki pada Hakikatnya Adalah Ilusi
Sebagaimana terlihat dengan jelas, merupakan fakta ilmiah dan logis bahwa "dunia luar" tidak memiliki realitas materialistis tetapi merupakan kumpulan citra yang dihadapkan secara terus-menerus kepada jiwa kita oleh Allah. Akan tetapi, orang biasanya tidak memasukkan, atau cenderung tidak mau memasukkan segala sesuatu ke dalam konsep "dunia luar".
Jika Anda memikirkan hal ini dengan tulus dan berani, Anda akan menyadari bahwa rumah, perabotan di dalamnya, mobil yang mungkin baru saja dibeli, kantor, perhiasan, rekening di bank, koleksi pakaian, suami atau istri, anak-anak, rekan sejawat, dan semua yang Anda miliki sebenarnya termasuk dalam dunia luar imajiner yang diproyeksikan kepada Anda. Segala sesuatu yang Anda lihat, dengar, atau cium — singkatnya, Anda tangkap dengan kelima indra adalah bagian dari "dunia imajiner" ini. Suara penyanyi favorit Anda, kerasnya kursi yang Anda duduki, parfum yang aromanya Anda suka, matahari yang menghangatkan tubuh Anda, bunga dengan warna yang indah, burung yang terbang di depan jendela Anda, speedboat yang bergerak cepat di atas air, kebun Anda yang subur, komputer yang Anda gunakan di tempat kerja, hi-fi dengan teknologi tercanggih di dunia.
Ini adalah kenyataan, karena dunia ini hanyalah kumpulan citra yang diciptakan untuk menguji manusia. Manusia diuji sepanjang hidupnya yang terbatas dengan persepsi-persepsi yang tidak mengandung realitas. Persepsi-persepsi ini sengaja dihadirkan secara menggoda dan memikat.
Sebagian besar orang mengabaikan agamanya karena daya tarik kekayaan, rumah, timbunan emas dan perak, uang, perhiasan, rekening bank, kartu kredit, lemari penuh dengan pakaian, mobil model terbaru; singkatnya, semua bentuk kemakmuran yang mereka miliki atau mereka usahakan untuk memilikinya. Orang-orang seperti ini hanya memikirkan dunia ini dan melupakan hari akhir. Mereka tertipu oleh wajah dunia yang cantik dan gemerlap ini, dan tidak menegakkan shalat, memberi sedekah kepada kaum miskin, melakukan ibadah yang akan membuat mereka bahagia di hari akhir. Mereka mengatakan, "Masih ada yang harus saya kerjakan", "Saya memiliki cita-cita", "Saya punya tanggung jawab", "Saya tidak punya banyak waktu", "Saya harus menyelesaikan pekerjaan", "Saya lakukan nanti saja". Mereka mengisi hidup dengan berusaha hanya untuk bahagia di dunia ini.
Jika seseorang merenungkan dalam-dalam semua yang disampaikan di sini, dia akan segera menyadari sendiri situasi yang luar biasa dan menakjubkan ini: bahwa semua kejadian di dunia tak lebih dari imajinasi belaka...
Fakta yang kami gambarkan dalam bab ini, yaitu bahwa segala sesuatu adalah citra, merupakan hal yang sangat penting karena implikasinya membuat semua nafsu dan batas-batas menjadi tidak berarti. Pembuktian fakta ini memperjelas bahwa segala sesuatu yang dimiliki dan diusahakan orang, kekayaan yang diperoleh dengan tamak, anak-anak yang mereka banggakan, suami atau istri yang mereka anggap sebagai bagian terdekat, teman-teman mereka, tubuh mereka, kedudukan tinggi yang mereka pertahankan, sekolah yang telah mereka ikuti, liburan yang mereka lalui: semuanya hanyalah ilusi. Oleh karena itu, semua usaha yang dikerahkan, waktu yang dihabiskan serta ketamakan mereka, terbukti tidak berguna.
Itulah mengapa sebagian orang secara tidak sadar mempermainkan diri sendiri ketika mereka membanggakan kekayaan dan harta, atau "kapal pesiar, helikopter, pabrik, perusahaan, rumah dan tanah" mereka, seolah-olah semuanya benar-benar ada. Orang-orang kaya ini dengan bangga bepergian dengan kapal pesiar mereka, memamerkan mobil-mobil mereka, terus membicarakan kekayaan mereka, menganggap bahwa jabatan menempatkan status mereka lebih tinggi dari orang lain, dan terus berpikir bahwa mereka sukses karena semua itu. Orang-orang ini seharusnya memikirkan status apa yang akan mereka dapati bagi diri mereka setelah menyadari bahwa kesuksesan itu bukan apa-apa melainkan ilusi belaka.
Dalam kenyataannya, pemandangan ini sering terlihat dalam mimpi pula. Dalam mimpi, mereka pun memiliki rumah, mobil balap, perhiasan sangat mahal, gulungan uang, serta timbunan emas dan perak. Dalam mimpi, mereka juga menempati status sosial tinggi, memiliki pabrik dengan ribuan pekerja, memiliki kekuasaan untuk mengatur banyak orang, berpakaian yang membuat setiap orang kagum. Seperti halnya membanggakan kepemilikan dalam mimpi membuat seseorang menjadi bahan ejekan, ia pasti akan dipermalukan juga jika membanggakan citra yang dilihatnya di dunia ini. Bagaimanapun juga, baik yang dilihatnya dalam mimpi maupun yang dimilikinya di dunia ini hanyalah citra dalam otak.
Sama halnya, cara orang bereaksi terhadap kejadian-kejadian yang dialami di dunia akan membuat mereka malu ketika menyadari kenyataan sebenarnya. Mereka yang saling bertengkar sengit, berteriak-teriak marah, menipu, menerima suap, terlibat pemalsuan, berbohong, rakus menimbun uang, berbuat salah terhadap orang lain, memukul dan mengutuk orang lain, menjadi penindas, berambisi pada pekerjaan dan status, iri hati, pamer, menganggap diri sendiri suci, dan sebagainya, akan malu ketika menyadari bahwa mereka telah melakukan semua perbuatan ini dalam mimpi.
Karena Allah lah yang menciptakan semua citra ini. Dia lah pemilik akhir segala sesuatu. Menyingkirkan agama demi nafsu imajiner adalah kebodohan besar yang menyebabkan hilangnya kesempatan untuk kehidupan penuh berkah di surga.
Sampai tahap ini, ada satu hal yang harus dipahami dengan baik: di sini tidak dikatakan bahwa fakta yang Anda hadapi menyatakan "semua kepemilikan, kekayaan, anak, suami/istri, teman-teman, status yang menjadikan Anda kikir akan lenyap cepat atau lambat, dan oleh karena itu, semuanya tidak berarti". Yang tepat adalah bahwa "semua hal yang tampaknya Anda miliki sebenarnya tidak ada sama sekali, seluruhnya hanya sebuah mimpi dan tersusun atas citra yang diperlihatkan Allah untuk menguji Anda". Bisa Anda lihat, ada perbedaan besar antara kedua pernyataan di atas.
Meskipun seseorang tidak langsung mau mengakui fakta ini dan lebih suka menipu diri sendiri dengan berasumsi bahwa segala sesuatu yang dimilikinya benar-benar ada, pada akhirnya ia akan mati dan segala sesuatu akan menjadi jelas pada saat ia diciptakan kembali di hari akhir nanti. Akan tetapi, jika ia menghabiskan waktu hidupnya mengejar tujuan-tujuan imajiner, ia akan berharap tidak pernah menjalani hidup tersebut .
Apa yang harus dilakukan oleh manusia bijak, di lain pihak, adalah mencoba memahami kenyataan terbesar alam semesta di sini, di dunia ini, ketika ia masih memiliki waktu. Jika tidak, ia hanya akan menghabiskan hidupnya untuk mengejar mimpi dan menghadapi hukuman pedih di akhirat kelak.
Logika Pendek Materialis
Sejak awal bab ini, dengan jelas dinyatakan bahwa materi bukan wujud mutlak seperti yang dikatakan materialis, melainkan kumpulan rasa yang diciptakan Allah. Materialis menolak mentah-mentah realitas yang merusak filsafat mereka dan mengajukan antitesis yang tidak berdasar.
Sebagai contoh, salah satu pendukung filsafat materialisme abad ke-20, seorang Marxis tulen bernama George Politzer memberikan "contoh bis" sebagai "bukti terkuat" keberadaan materi. Menurutnya, filsuf-filsuf yang berpikir bahwa materi adalah persepsi, akan lari ketika mereka melihat bis (yang akan menabrak mereka), dan ini bukti eksistensi fisik materi.9
Ketika seorang materialis terkenal lainnya, Johnson, diberitahu bahwa materi hanya kumpulan persepsi, dia mencoba "membuktikan" eksistensi fisik batu dengan menendangnya.10
Contoh serupa diperlihatkan oleh Friedrich Engels, pembimbing Politzer dan pendiri materialisme dialektik bersama Marx. Ia pernah menulis "jika kue yang kita makan hanya persepsi, maka kue itu tidak akan menghilangkan rasa lapar kita".
Masih banyak contoh dan kalimat kasar lainnya seperti "Anda akan mengerti eksistensi materi setelah Anda ditampar" dalam buku-buku materialis terkenal seperti Marx, Engels, Lenin dan lainnya. Kekacauan pemahaman yang menyebabkan materialis memberikan contoh-contoh di atas adalah karena penjelasan "materi adalah persepsi" dipahami sebagai "materi adalah permainan cahaya". Mereka berpikir bahwa konsep persepsi hanya pada penglihatan dan bahwa persepsi seperti sentuhan memiliki korelasi fisik. Contoh bis yang menabrak orang membuat mereka berkata, "Lihat, terjadi tabrakan, jadi itu bukan persepsi". Mereka tidak memahami bahwa semua persepsi yang dialami dalam tabrakan bis seperti hantaman, benturan, dan rasa sakit terbentuk dalam otak.
Mimpi sebagai Contoh
Contoh terbaik untuk menjelaskan realitas ini adalah mimpi. Seseorang dapat mengalami kejadian yang sangat nyata dalam mimpinya. Dia bisa jatuh dari tangga sehingga kakinya patah, mengalami kecelakaan mobil yang fatal, tergilas bis, atau makan kue dan merasa kenyang. Kejadian-kejadian dalam kehidupan sehari-hari itu juga dialami dalam mimpi secara meyakinkan dan menimbulkan perasaan yang sama pula.
Seseorang yang bermimpi bahwa dirinya tertabrak bis dapat membuka matanya kembali di rumah sakit masih dalam mimpinya dan menyadari bahwa dirinya cacat, tetapi semuanya hanya mimpi. Dia juga bisa bermimpi bahwa dia meninggal dalam sebuah tabrakan mobil, malaikat maut mengambil jiwanya, dan kehidupannya di alam baka dimulai. (Kejadian yang sama dialami dengan cara yang sama dalam kehidupan ini, yang sebenarnya hanya persepsi seperti mimpi tersebut.)
Orang ini dengan sangat jelas menangkap citra, suara, rasa benturan, cahaya, warna, dan semua perasaan lain yang berkaitan dengan kejadian yang dialaminya di dalam mimpi. Persepsi yang diterima dalam mimpinya sama wajarnya dengan persepsi dalam kehidupan "nyata". Kue yang dimakannya di dalam mimpi mengenyangkannya, meskipun kue tersebut hanya persepsi, sebab rasa kenyang pun merupakan persepsi. Padahal pada saat itu, dalam kenyataan, orang ini sedang berbaring di tempat tidur. Sebenarnya tidak ada tangga, lalu lintas, dan bis. Orang yang bermimpi mengalami serta melihat persepsi dan perasaan yang tidak ada di dunia luar. Kenyataan bahwa di dalam mimpi, kita mengalami, melihat, dan merasakan kejadian-kejadian tanpa korelasi fisik dengan "dunia luar", secara jelas mengungkapkan bahwa "dunia luar" sebenarnya hanya terdiri dari persepsi-persepsi.
Mereka yang meyakini filsafat materialisme, dan terutama penganut Marxisme, menjadi sangat marah ketika kenyataan ini diungkapkan. Mereka mengutip contoh-contoh pemikiran dangkal dari Marx, Engels, atau Lenin dan membuat pernyataan yang emosional.
Akan tetapi, orang-orang ini mesti berpikir bahwa mereka juga dapat membuat pernyataan ini di dalam mimpi mereka. Dalam mimpi, mereka juga dapat membaca "Das Kapital", menghadiri pertemuan, berkelahi dengan polisi, terkena pukulan di kepala, bahkan merasakan sakit pada luka-luka mereka. Ketika mereka ditanya dalam mimpi, mereka akan berpikir bahwa apa yang mereka alami dalam mimpi juga terdiri atas "materi absolut"— sebagaimana mereka menganggap segala sesuatu yang mereka lihat ketika bangun adalah "materi absolut". Akan tetapi, baik dalam mimpi atau dalam kehidupan sehari-hari, semua yang mereka lihat, alami atau rasakan hanya terdiri atas persepsi-persepsi.
DUNIA DI DALAM MIMPI
Bagi Anda, realitas adalah semua yang dapat disentuh dengan tangan dan dilihat dengan mata. Di dalam mimpi, Anda juga dapat "menyentuh dengan tangan dan melihat dengan mata Anda", namun dalam kenyataan, Anda tidak memiliki tangan dan mata, juga tidak ada yang dapat disentuh atau dilihat. Tidak ada realitas material yang membuat hal ini terjadi kecuali otak Anda. Anda telah tertipu.
Apakah yang memisahkan kehidupan nyata dengan mimpi? Pada dasarnya kedua bentuk kehidupan tersebut terjadi di dalam otak. Jika kita dengan mudah dapat hidup dalam dunia tak nyata selama bermimpi, hal yang sama dapat terjadi di dunia yang kita diami. Ketika kita terbangun dari sebuah mimpi, tidak ada alasan logis untuk tidak berpikir bahwa kita telah memasuki mimpi yang lebih panjang yang kita sebut "kehidupan nyata". Anggapan kita bahwa mimpi adalah khayalan dan dunia sadar adalah dunia sesungguhnya, merupakan kebiasaan dan praduga. Jadi bisa saja kita dibangunkan dari kehidupan di bumi — yang kita anggap tempat kita hidup sekarang — sebagaimana kita dibangunkan dari sebuah mimpi.
Contoh Penyambungan Saraf secara Paralel
Marilah kita pikirkan tabrakan mobil yang dicontohkan Politzer. Dalam kecelakaan ini, jika saraf orang yang tertabrak — yang menghubungkan kelima indra dengan otaknya — dihubungkan dengan otak orang lain, misalnya otak Politzer, melalui sambungan paralel, maka pada saat bis menabrak orang tersebut, bis yang sama akan menabrak Politzer yang sedang duduk di rumahnya. Dengan kata lain, semua perasaan yang dialami orang tersebut akan dialami oleh Politzer, seperti halnya lagu yang sama didengarkan dari dua pengeras suara yang terhubungkan ke tape recorder yang sama. Politzer akan merasa, melihat dan mengalami bunyi rem bis, benturan bis pada tubuhnya, gambaran lengan patah dan darah tertumpah, nyeri patah tulang, gambaran dirinya memasuki ruang operasi, kerasnya gips dan lemahnya tangan.
Setiap orang yang terhubung ke saraf tersebut secara pararel, akan mengalami kejadian yang sama dari awal hingga akhir seperti Politzer. Jika orang dalam kecelakaan tersebut mengalami koma, mereka semua akan mengalami koma. Bahkan jika semua persepsi yang berkaitan dengan kecelakaan direkam dalam suatu alat dan jika semua persepsi ini ditransmisikan ke seseorang, maka bis akan menabrak orang ini berkali-kali.
Dengan demikian, bis penabrak manakah yang benar-benar ada? Filosofi materialis tidak memiliki jawaban konsisten untuk pertanyaan ini. Jawaban yang benar adalah mereka semua mengalami kecelakaan mobil secara mendetail di dalam pikiran mereka sendiri.
Prinsip yang sama berlaku pada contoh kue dan batu. Jika saraf dari organ indra Engels, yang merasa puas dan kenyang setelah makan kue, dihubungkan secara pararel ke otak orang kedua, maka orang ini juga akan merasa kenyang seperti Engels. Jika saraf Johnson, yang merasakan kakinya sakit ketika menendang batu dengan keras, dihubungkan ke orang kedua secara paralel, orang ini juga akan merasakan sakit yang sama.
Jadi, kue atau batu mana yang benar-benar ada? filsafat materialis kembali tidak mampu memberikan jawaban konsisten untuk pertanyaan ini. Jawaban yang benar dan konsisten adalah: baik Engels dan orang kedua telah memakan kue dalam pikiran mereka dan merasa kenyang; baik Johnson dan orang kedua mengalami saat-saat menendang batu dalam pikiran mereka.
Mari kita buat perubahan dalam contoh kasus Politzer. Kita hubungkan saraf orang yang tertabrak bis ke otak Politzer, dan sebaliknya kita hubungkan saraf Politzer yang duduk di rumah ke otak orang yang tertabrak bis. Dalam kasus ini, Politzer akan merasa bahwa bis telah menabraknya meskipun dirinya sedang duduk di rumah; sedangkan orang yang sebenarnya tertabrak tidak akan pernah merasakan akibat kecelakaan tersebut dan merasa bahwa dirinya sedang duduk di rumah Politzer. Logika yang sama berlaku pula untuk contoh kue dan batu.
Sebagaimana terlihat, manusia tidak mungkin melampaui dan terlepas dari indranya. Dalam hal ini, jiwa manusia dapat dihadapkan pada semua macam situasi meskipun tidak memiliki tubuh, tidak berwujud materi dan tidak memiliki bobot materi. Tidak mungkin manusia menyadari hal ini karena ia berasumsi bahwa citra tiga dimensi ini benar-benar ada dan sangat meyakini keberadaannya karena setiap orang tergantung pada persepsi yang dibentuk oleh organ-organ sensorinya.
Filsuf Inggris terkemuka, David Hume mengungkapkan pemikirannya tentang fakta ini:
Sejujurnya, ketika saya menempatkan diri pada apa yang saya sebut ‘diri sendiri’, saya selalu mengakui persepsi tertentu yang berhubungan dengan panas atau dingin, terang atau gelap, cinta atau benci, asam atau manis atau konsep-konsep lainnya. Tanpa keberadaan persepsi, saya tidak pernah dapat menemukan diri sendiri pada waktu tertentu dan saya tidak dapat mengamati apa pun.
Kita tidak akan pernah mampu melangkah lebih jauh dari pengindraan ini dan merasakan materi sebagaimana "wujud aslinya", sehingga sama sekali tidaklah masuk akal untuk merumuskan pemikiran [filsafat] apa pun yang menganggap materi sebagai wujud mutlak yang dapat kita rasakan langsung. Sebagai sebuah teori, materialisme benar-benar tidaklah memiliki landasan, sejak awal kemunculannya.
Pembentukan Persepsi dalam Otak Bukan Filsafat Melainkan Fakta Ilmiah
Materialis mengatakan bahwa apa yang telah kita bahas dalam buku ini adalah pandangan filsafat. Akan tetapi, pernyataan bahwa "dunia luar" merupakan kumpulan persepsi adalah fakta ilmiah yang jelas, bukan sebentuk filsafat. Bagaimana citra dan perasaan terbentuk di dalam otak telah diajarkan secara detail di semua sekolah kedokteran. Fakta-fakta tersebut, yang telah dibuktikan oleh ilmu pengetahuan abad ke-20, khususnya bidang fisika, dengan jelas menunjukkan bahwa materi tidak memiliki realitas absolut dan bahwa setiap orang dapat dikatakan sedang mengamati "monitor di dalam otaknya".
Setiap orang yang meyakini ilmu pengetahuan, baik ia ateis, penganut Buddha, atau meyakini pandangan lain, harus menerima fakta ini. Seorang materialis mungkin mengingkari keberadaan Pencipta namun ia tidak dapat menolak kenyataan ilmiah ini.
Ketidakmampuan Karl Marx, Friedrich Engels, Georges Politzer dan lainnya memahami fakta sederhana dan jelas ini masih mengejutkan, sekalipun pemahaman dan kemungkinan ilmu pengetahuan di masa mereka memang tidak mencukupi. Di masa sekarang, kemajuan ilmu dan teknologi serta penemuan-penemuan terakhir mempermudah kita memahami fakta ini. Akan tetapi, materialis justru diliputi ketakutan untuk memahami fakta ini dan menyadari bagaimana keyakinan mereka akan hancur karenanya.
Ketakutan Besar Materialis
Pokok bahasan ini mengungkapkan fakta bahwa materi hanya suatu persepsi. Untuk sementara waktu, tidak ada serangan balik yang substansial dari kalangan materialis Turki terhadap pemikiran-pemikiran yang diungkapkan di sini. Karenanya, kami mendapat kesan bahwa maksud kami belum mereka tangkap dengan jelas dan diperlukan penjelasan lebih lanjut. Akan tetapi, belum lama ini, terungkap bahwa materialis merasa gelisah atas kepopuleran pemikiran ini dan bahkan sangat takut padanya.
Materialis dengan gencar mengungkapkan ketakutan dan kepanikan mereka melalui berbagai terbitan, konferensi dan diskusi panel. Wacana mereka yang propagandis dan tanpa harapan menyiratkan bahwa mereka mengalami krisis intelektual yang hebat. Keruntuhan ilmiah teori evolusi, yang menjadi dasar keyakinan mereka, telah sangat mengejutkan mereka. Sekarang mereka mulai menyadari bahwa mereka mulai kehilangan materi itu sendiri, inti keyakinan yang lebih penting daripada Darwinisme. Ini membuat mereka lebih terpukul. Mereka menyatakan bahwa selain merupakan "ancaman terbesar" bagi mereka, permasalahan ini juga "merusak struktur budaya mereka".
Penulis materialis Turki, Rennan Pekunlu mengatakan bahwa "teori evolusi tidaklah sepenting ini, ancaman sesungguhnya adalah subjek ini", karena meniadakan materi, satu-satunya konsep yang diyakininya.
Salah seorang materialis yang menyatakan kepanikan dan kecemasan secara terang-terangan adalah Renan Pekunlu, akademisi dan penulis majalah Bilim ve Utopya (Ilmu Pengetahuan dan Utopia). Dalam artikel majalah yang membela materialisme ini dan diskusi panel yang diikutinya, Rennan Pekunlu menyatakan buku Keruntuhan Teori Evolusi (Evolution Deceit) sebagai "ancaman" nomor satu terhadap materialisme. Ia sudah cukup risau dengan bab-bab yang meruntuhkan Darwinisme, tetapi bagian yang Anda baca sekarang adalah bagian yang paling mengganggunya. Kepada para pembaca dan (hanya segelintir) peserta diskusinya, Pekunlu berpesan, "Jangan biarkan diri Anda hanyut dalam indoktrinasi idealisme dan jagalah keyakinan Anda pada materialisme". Ia merujuk Vladimir I. Lenin, pemimpin revolusi berdarah di Rusia, sebagai panutan. Sambil menyarankan setiap orang membaca buku Lenin yang berjudul Materialism and Empirio-Criticism dan sudah berumur satu abad, Pekunlu hanya dapat mengulang kata-kata Lenin: "Jangan memikirkan persoalan ini, atau Anda akan kehilangan materialisme dan terhanyut oleh agama". Dalam sebuah artikel yang ditulisnya pada majalah Bilim ve Utopya, Pekunlu mengutip pernyataan Lenin berikut:
Sekali Anda menolak realitas kebendaan, menyerah pada pengindraan, Anda telah kehilangan segala daya untuk melawan fideisme*), karena Anda telah tergelincir kepada agnotisisme**) atau subjektivisme***) — hanya itu yang dibutuhkan fideisme. Satu cakar saja terjerat, seekor burung tertangkap. Dan semua pengikut kita akan terjerat dalam idealisme, yaitu fideisme yang tidak kentara; mereka terjerat segera setelah menganggap "pengindraan" bukan lagi suatu citra dunia luar tetapi sebagai "unsur" khusus. Pengindraan, pikiran, jiwa dan keinginan bukan seperti itu adanya.
Kata-kata ini secara eksplisit menunjukkan bahwa fakta yang menggusarkan Lenin dan ingin ia keluarkan dari pikirannya dan "kameradnya"; yang juga meresahkan materialis dewasa ini. Akan tetapi, Pekunlu dan materialis lain mengalami keadaan lebih menyusahkan; karena mereka sadar bahwa sekarang fakta ini dikemukakan dengan cara dan bentuk lebih eksplisit dan meyakinkan daripada 100 tahun lalu. Untuk pertama kalinya dalam sejarah dunia, persoalan ini dijelaskan dengan cara yang tidak mungkin ditolak.
Meski demikian, secara umum dapat dikatakan bahwa sejumlah besar ilmuwan materialis tidak sungguh-sungguh menanggapi fakta bahwa "materi hanyalah ilusi". Persoalan yang dijelaskan dalam bab ini adalah salah satu persoalan paling penting dan menarik yang pernah dijumpai seseorang dalam hidupnya. Mereka pasti belum pernah menghadapi persoalan sepenting ini sebelumnya. Namun, reaksi ilmuwan-ilmuwan itu atau sikap mereka dalam ceramah dan artikel mereka mengisyaratkan betapa dangkalnya pemahaman mereka.
Reaksi sebagian materialis terhadap permasalahan yang didiskusikan di sini menunjukkan bahwa ketaatan buta terhadap materialisme telah merusak logika mereka, sehingga semakin sulit memahami persoalan ini. Sebagai contoh, Alaettin Senel, yang juga seorang akademisi dan penulis untuk Bilim ve Ütopya, berpesan seperti Rennan Pekunlu: "Lupakan keruntuhan Darwinisme, ancaman sungguhnya adalah persoalan ini". Dia juga membuat tuntutan seperti "Buktikan saja apa yang Anda katakan" karena merasa bahwa filsafatnya sendiri tidak berdasar. Yang lebih menarik adalah dalam salah satu tulisannya, ia menyatakan bahwa dirinya sama sekali tidak dapat memahami fakta yang dianggapnya sebagai ancaman ini.
Dalam sebuah artikel yang ditulis khusus membahas masalah ini, Senel menerima bahwa dunia luar ditangkap oleh otak sebagai sebuah citra. Akan tetapi, kemudian ia menyatakan bahwa citra terbagi menjadi dua jenis yaitu citra berkorelasi fisik dan citra yang tidak berkolerasi fisik, dan bahwa citra dunia luar termasuk ke dalam citra yang berkolerasi fisik. Untuk mendukung pernyataannya, ia memberikan "contoh telepon". Ringkasnya, ia menulis: "Saya tidak tahu apakah citra dalam otak saya berkolerasi dengan dunia luar atau tidak, tetapi hal yang sama berlaku ketika saya berbicara di telepon. Ketika saya berbicara di telepon, saya tidak dapat melihat orang yang saya ajak bicara, tetapi saya dapat mengkonfirmasikan percakapan tersebut ketika saya bertemu langsung dengannya."
Dengan pernyataan di atas, Senel sebenarnya bermaksud menyatakan: "Jika kita meragukan persepsi kita, kita dapat melihat pada materi itu sendiri dan memeriksa realitasnya". Konsep ini jelas-jelas salah karena kita tidak mungkin menjangkau materi itu sendiri. Kita tidak dapat keluar dari pikiran kita dan mengetahui apakah "luar" itu. Apakah suara dalam telepon berkorelasi atau tidak, dapat dikonfirmasikan pada lawan bicara di telepon. Namun, konfirmasi ini juga hanya persepsi yang dialami otak kita.
Sebenarnya, orang-orang ini juga mengalami kejadian yang sama di dalam mimpi mereka. Sebagai contoh, Senel dapat saja melihat dalam mimpinya bahwa ia berbicara di telepon dan kemudian meminta orang yang ia ajak bicara mengkonfirmasikan pembicaraan tersebut. Atau Pekunlu dalam mimpinya mengalami "ancaman serius" dan menyarankan orang-orang membaca buku-buku Lenin yang sudah kuno. Apa pun yang mereka lakukan, para materialis ini tidak dapat memungkiri kenyataan bahwa kejadian-kejadian yang mereka alami dan orang-orang yang mereka ajak bicara di dalam mimpi hanyalah persepsi belaka.
Lalu kepada siapakah seseorang dapat mengkonfirmasi bahwa citra di dalam otak berkorelasi atau tidak? Apakah kepada wujud bayangan di dalam otaknya lagi? Tak diragukan lagi, materialis mustahil menemukan sumber informasi yang dapat memberikan data mengenai keadaan di luar otak dan mengkonfirmasikannya.
Mengakui bahwa semua persepsi terbentuk di dalam otak, tetapi juga mengasumsikan bahwa seseorang dapat melangkah "keluar" dari otak dan mengkonfirmasikan persepsi ini pada dunia luar, menunjukkan kapasitas pemahaman yang terbatas dan penalaran yang terganggu.
Sebenarnya fakta yang dijelaskan di sini dapat dengan mudah ditangkap oleh orang dengan tingkat pemahaman dan penalaran normal. Setiap orang yang berpikiran lurus akan mengetahui, sehubungan dengan semua yang telah kita bicarakan, bahwa ia mustahil menguji keberadaan dunia luar dengan indranya. Namun, terlihat jelas bahwa ketaatan buta terhadap materialisme telah mengganggu penalaran manusia. Oleh karenanya, materialis kontemporer menunjukkan gangguan logika berat seperti guru-guru mereka yang mencoba "membuktikan" keberadaan materi dengan menendang batu atau memakan kue.
Seperti telah dikatakan sebelumnya pula, kondisi ini bukan sesuatu yang mengherankan; sebab ketidakmampuan memahami adalah sifat umum semua orang yang tidak beriman.
Materialis Telah Terperosok dalam Perangkap Terbesar Sepanjang Sejarah
Di Turki, gelombang kepanikan yang melanda kalangan materialis, seperti beberapa contoh terdahulu, menunjukkan bahwa materialis menghadapi kekalahan telak yang belum pernah mereka hadapi sepanjang sejarah. Fakta bahwa materi hanyalah persepsi telah dibuktikan oleh ilmu pengetahuan modern. Fakta ini dikemukakan dalam sangat jelas, jujur dan kuat. Yang tersisa bagi materialis hanya keruntuhan seluruh dunia materi, dunia yang mereka percayai secara buta dan menjadi sandaran selama ini.
Sepanjang sejarah manusia, pemikiran materialis selalu hadir. Mereka menentang Allah yang menciptakan mereka karena sangat yakin pada diri sendiri dan filsafat yang mereka pegang. Skenario yang mereka rumuskan menyatakan bahwa materi tidak bermula dan tidak pula berakhir, dan semua materi tidak mungkin memiliki Pencipta. Mereka mengingkari Allah hanya karena kesombongan, dengan berlindung di balik materi yang mereka anggap memiliki keberadaan nyata. Mereka begitu meyakini filsafat ini sehingga menganggap tak mungkin ada penjelasan yang membuktikan sebaliknya.
Semua alasan di atas menjelaskan mengapa fakta-fakta yang disajikan dalam buku ini, yang berkaitan dengan sifat-sifat sejati materi, sangat mengejutkan mereka. Penjelasan buku ini telah menghancurkan dasar filsafat mereka dan tak menyisakan apa pun untuk dibicarakan lagi. Materi, yang telah menjadi dasar pemikiran, kehidupan, kesombongan dan penolakan mereka, lenyap tiba-tiba. Bagaimana materialisme bisa bertahan jika materi tidak ada?
Allah menjebak materialis dengan membuat mereka berasumsi bahwa materi benar-benar ada, dan mempermalukan mereka dengan cara-Nya. Materialis beranggapan bahwa harta benda, status, jabatan, masyarakat lingkungan mereka, seluruh dunia dan lain-lainnya benar-benar ada, dan dengan mengandalkan semua itu mereka menjadi sombong terhadap Allah. Mereka menentang Allah dengan kesombongan yang melengkapi ketidakpercayaan mereka. Mereka sepenuhnya bergantung pada materi. Akan tetapi, mereka benar-benar tidak memahami bahwa Allah meliputi segala sesuatu.
Barangkali inilah kekalahan terbesar sepanjang sejarah. Sementara materialis menjadi sombong atas kemauan sendiri, mereka mengobarkan peperangan terhadap Allah, dengan cara memunculkan sesuatu yang berlebih-lebihan untuk melawannya.
Ketika orang-orang yang tidak beriman mencoba menyusun rencana, mereka tidak menyadari sebuah fakta penting sebagaimana ditekankan dengan kalimat "mereka hanya menipu diri mereka sendiri sedang mereka tidak menyadarinya" dalam ayat tersebut. Faktanya, segala sesuatu yang mereka alami adalah gambaran yang sengaja dirancang untuk mereka tangkap, dan seluruh rencana yang mereka susun hanyalah citra yang terbentuk di dalam otak mereka, seperti juga seluruh tindakan yang mereka lakukan. Kebodohan telah membuat mereka lupa bahwa tidak ada yang bersama mereka selain Allah, dan karenanya, mereka terjebak dalam rencana jahat mereka sendiri.
Sebagaimana kaum tidak beriman di zaman dahulu, kaum tidak beriman yang hidup sekarang juga menghadapi kenyataan yang akan menghancurkan rencana jahat mereka sampai ke akar-akarnya.
Begitu pula materialisme, menjadi "fatamorgana" bagi para pembangkang seperti yang disebutkan dalam ayat itu; ketika mereka menemukan jalan keluar, yang mereka dapati hanya ilusi. Allah telah menipu mereka dengan fatamorgana seperti itu, dan memperdaya mereka untuk menerima kumpulan citra ini sebagai suatu kenyataan. Semua orang "penting" tersebut; profesor, ahli astronomi, ahli biologi, ahli fisika dan lain-lain, apa pun pangkat dan jabatan mereka, benar-benar telah tertipu seperti anak-anak, dan dipermalukan karena mereka mempertuhankan materi. Mereka membangun filsafat dan ideologi di atas asumsi bahwa kumpulan citra tersebut absolut. Mereka terlibat dalam pembicaraan serius dan menyebutnya wacana "intelektual". Mereka menganggap diri mereka cukup bijaksana untuk menawarkan suatu argumentasi tentang kebenaran alam semesta, bahkan membantah Tuhan dengan kecerdasan mereka yang terbatas.
Bisa saja mereka lolos dari jebakan lain; tetapi rencana yang telah ditetapkan Allah untuk orang-orang tidak beriman begitu sempurna sehingga tidak ada jalan untuk meloloskan diri. Apa pun yang mereka lakukan atau kepada siapa pun mereka meminta pertolongan, mereka tidak akan pernah menemukan penolong selain Allah.
Materialis tidak pernah menyangka akan jatuh ke dalam perangkap seperti ini. Berbekal seluruh kecanggihan abad ke-21, mereka mengira dapat bertahan dengan pengingkaran mereka dan mengajak orang lain untuk ingkar pula.
Fakta yang disampaikan ayat ini berarti: materialis harus menyadari bahwa segala sesuatu yang mereka miliki hanya ilusi, dan karenanya semua itu telah dihancurkan. Saat mereka menyaksikan seluruh harta benda, pabrik, emas, uang, anak, suami/istri, teman, pangkat dan status, bahkan tubuh mereka, semua yang mereka anggap ada, terlepas dari genggaman, mereka telah "dihancurkan".
Tidak diragukan lagi, menyadari kebenaran ini mungkin merupakan hal terburuk bagia materialis. Fakta bahwa segala sesuatu yang mereka miliki hanyalah ilusi, adalah sama dengan — menurut istilah mereka — "kematian sebelum ajal" di dunia ini.
Mereka yang menjadikan materi sebagai tuhannya telah datang dari Allah dan akan kembali pada-Nya. Mau atau tidak, mereka telah menyerahkan kehendak mereka kepada Allah. Sekarang mereka menunggu Hari Perhitungan di mana setiap orang akan dipanggil untuk diadili. Betapa pun mereka tidak berkeinginan untuk memahaminya.
Kesimpulan
Topik yang telah kami jelaskan sejauh ini merupakan salah satu kebenaran terbesar yang pernah Anda temui dalam hidup Anda. Dengan membuktikan bahwa seluruh dunia materi ini sesungguhnya hanyalah "wujud bayangan", topik ini menjadi kunci untuk memahami keberadaan Allah dan penciptaan oleh-Nya, di samping untuk memahami bahwa Dialah satu-satunya wujud mutlak.
Mereka yang memahami permasalahan ini sadar bahwa dunia ini bukanlah tempat seperti anggapan orang pada umumnya. Dunia bukanlah tempat mutlak yang benar-benar ada, seperti yang dipikirkan oleh mereka yang mengembara tanpa tujuan di jalanan, yang bertengkar di klab-klab, yang menyombongkan diri di kafe-kafe mewah, yang membanggakan rumah dan tanah, atau yang mengabdikan hidup mereka untuk tujuan palsu. Dunia hanyalah kumpulan persepsi, sebuah ilusi. Semua orang yang telah kami kutip sebelumnya hanya wujud bayangan yang menyaksikan persepsi ini di dalam otak mereka: meskipun demikian mereka tidak menyadari hal ini.
Konsep ini sangat penting karena meruntuhkan filsafat materialis yang menolak keberadaan Allah, dan menghancurkan filsafat tersebut. Inilah sebabnya materialis seperti Marx, Engels, dan Lenin menjadi panik dan gusar, dan memperingatkan pengikut mereka "untuk tidak memikirkannya" jika ada orang yang menyampaikan konsep ini. Sesungguhnya orang-orang seperti ini cacat mentalnya sehingga tidak dapat memahami fakta bahwa persepsi terbentuk dalam otak. Mereka menganggap dunia yang mereka saksikan di dalam otak adalah "dunia luar". Mereka tidak dapat memahami bukti-bukti yang menunjukkan sebaliknya.
Anda dapat mengkaji lebih jauh lagi dengan menggunakan kekuatan refleksi pribadi Anda. Untuk itu Anda harus berkonsentrasi, memusatkan perhatian dan merenungkan cara Anda melihat benda-benda di sekeliling Anda dan cara Anda menyentuhnya. Jika Anda berpikir dengan penuh konsentrasi, Anda dapat merasakan bahwa wujud bijak yang melihat, mendengar, menyentuh, berpikir, dan membaca buku pada saat ini hanyalah jiwa. Jiwa ini pula yang menyaksikan persepsi yang disebut "materi" pada sebuah layar. Orang yang telah memahami hal ini dianggap telah beranjak dari tataran dunia materi yang telah menipu sebagian besar kemanusiaan, dan masuk ke dalam tataran eksistensi sesungguhnya.
Dalam zaman kita hidup, fakta ini telah teruji secara empiris berdasarkan bukti-bukti ilmiah. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, fakta bahwa alam semesta adalah wujud bayangan telah digambarkan secara nyata, jelas dan eksplisit.
Dengan alasan inilah, abad ke-21 akan menjadi titik balik sejarah di mana manusia pada umumnya akan memahami realitas ilahiah dan akan berbondong-bondong menuju Allah, satu-satunya Wujud Mutlak. Dalam abad ke-21, paham materialistis abad ke-19 akan dibuang ke keranjang sampah sejarah, eksistensi dan penciptaan Allah akan dipahami, seperti dipahaminya fakta ketiadaan ruang dan waktu, manusia akan terbebaskan dari selubung, penipuan dan takhayul kuno yang menyelimuti mereka.
Tidak mungkin kenyataan tak terbantahkan ini dapat dihalangi oleh suatu wujud bayangan.
Subscribe to:
Posts (Atom)