Saturday, March 22, 2014

MISTERI DANA AMANAH BAB I

Bretton Woods

Bretton Woods adalah kota kecil di Negara Bagian New Hamshire, Amerika Serikat, di dekat White Mountain National Forest. Pada 1 Juli-22 Juli 1944 di kota ini, di Hotel Mount Washington diselenggarakan sebuah koferensi yang dihadiri oleh 730 delegasi dari 44 negara. Konferensi ini menghasilkan kesepakatan tentang aturan, institusi, dan prosedur sistem moneter internasional, yang kemudian melahirkan tiga institusi keuangan dunia yaitu  Dana Moneter Internasional,Bank Dunia, dan Organisasi Perdagangan Dunia. Anda bisa membaca lebih lanjut hal ikhwal Bretton Woods di situs Wikipedia.




Saya sih lebih tertarik pada hal-hal yang mungkin luput dari perhatian umum, atau sepintas tidak ada saling keterkaitannya, tapi sebetulnya sarat dengan teka-teki, penuh misteri, dan menarik untuk diinvestigasi.
Pertama, konferensi itu ‘kan diselenggarakan pas pada saat Perang Dunia II sedang seru dan hebat-hebatnya berkecamuk, ya di medan perang Eropa-Atlantik, ya di medan perang Asia-Pasifik; dan waktu itu ‘kan amat sangat belum ketahuan, siap yang bakal menang siapa yang bakal kalah, bukan? Tapi kok bisa-bisanya, ya, 730 delegasi dari 44 negara, hadir bareng di Bretton Woods sana? Ini keanehan pertama, seperti ada sutradara yang mengatur.
Kedua, walau pun waktu 1944 itu Amerika Serikat belum tentu menang perang bersama Sekutu, tapi sejarah mencatat bahwa akhirnya seluruh delegasi sepakat bahwa nilai mata uang tiap negara ditentukan oleh seberapa besar masing-masing negara punya emas di bank sentralnya masing-masing, dan besar kecilnya cadangan emas negara itulah yang menentukan seberapa besar nilai mata uangnya tatkala di-kurs ke dalam US dollar. Jadi, US dollar jadi acuan dunia. Itulah inti dari Bretton Woods System.
Tapi anehnya lagi, 27 tahun sesudah itu (1971), justru Presiden Nixon yang menyatakan bahwa Amerika Serikat ke luar dari Bretton Wood System. Ada apa ini? Pasti ada sebab musababnya, bukan? Mungkinkah AS ke luar dari Bretton Woods karena tabungannya tekor gara-gara membiayai perang dingin dengan Uni Soviet? Mungkinkah duitnya tambah jebol gara-gara balapan dengan Uni Soviet juga dulu-duluan mendaratkan manusianya ke bulan? Mungkin jugakah duit negara menipis gara-gara perang Korea dan perang Vietnam dalam konteks teori domino melawan komunis?
Ketiga, who know.... mungkin semua itu benar dan gara-gara sebab-sebab tersebut di atas pemerintah Amrik mencetak duit anyar terus menerus sampai kebablasan melebihi nilai cadangan emasnya, lalu mbalelo?

External Debt

Coba Anda ketik dan klik: List of Countries by External Debt List of Countries by External Debt. Di sana Anda bisa melihat bahwa utang luar negeri Indonesia Tahun 2009 besarnya 150,7 Milyar USD! Kalau utang itu bebannya musti dibagi rata ditanggung oleh rakyat, maka setiap kepala di tanah air republik tercinta ini ujug-ujug musti bayar 651 USD. Wuaah... berat banget, cing!
Tapi kalau dibading-banding dengan utang luar negerinya banyak negara lain, ternyata itu nggak seberapanya banget. Betul! Mari kita lihat utangnya Pemerintah Federal Amerika Serikat. Negara superpower itu utangnya paling gede, bo', 13,5 triliun USD (2009), jadinya warga Amrik sana musti nanggu utang nyarais 44 ribu USD per kepala. Hmmmm....
Itu kondisi tahun 2009. Adapun tahun 2011 utang negeri Paman Sam sudah mencapai 14,29 trilliun USD,ampir mentok ke batas maksimal pinjaman luar negeri yang bisa ditolerir yaitu konon sebesar 14,5% menurut aturan main perbankan internasional.
Padaposisi Agustus 2011 kono jumlahnya sudah mencapai $16 triliun, dan seberapakah besarnya itu bisa dilihat ilustrasinya di youtube, tinggal klik: 
$16 Trillion U.S. DEBT - A Visual Perspepective

Utang AS dalam ‘Bahaya’
Utang AS dalam ‘Bahaya’. [1]
LONDON, Selasa – Lembaga pemeringkat Standard & Poor’s mengatakan kemungkinan akan menurunkan peringkat utang AS. Ini membuat pasar finansial global bergejolak pada Selasa (19/4) dan Rabu (20/4). Pasar langsung menilai, status utang negara AS dalam “bahaya”.
Standard & Poor’s (S&P) masih memberikan kode AAA (aman dari segala risiko) terhadap utang AS. Namun, S&P telah menurunkan prospek utang AS dari “stabil AAA” menjadi “negatif AAA” alias status itu bisa anjlok segera.
Ini semua terkait kekhawatiran pasar soal kemampuan AS membayar utang-utang itu kelak. Utang-utang AS melejit pesat, sementara pertumbuhan ekonominya kembang kempis (lihat tabel).

Dalam 10 tahun mendatang, Partai Demokrat dan Presiden AS Barack Obama merencanakan pengurangan utang sebesar 4 triliun dollar AS.
Kubu Republik meminta agar Obama menyusun rencana penurunan utang sebesar 6 triliun dollar AS untuk 12 tahun ke depan.
Namun, tidak satu pun dari dua skema itu yang akan layak dijalankan secara teoritis. Jika mengikuti skema Obama, artinya setiap tahun Pemerintah AS harus mengurangi utang sebesar 400 miliar dollar AS.
Ini sulit karena pertumbuhan ekonomi AS harus menghasilkan uang di atas 400 miliar dollar AS per tahun alias pertumbuhan minimal 3 persen. Ini relatif mustahil bagi ekonomi AS.
S&P prihatin dengan tingkat utang Pemerintah AS saat ini serta sikap para politisi yang tak bersepakat soal pengurangan defisit anggaran pemerintah yang selama ini ditutupi dengan utang.
Isu utang AS ini menjadi penting ke depan. Tidak dimungkiri, gejolak di pasar finansial pertanda investor semakin memerhatikan posisi utang AS.
Belum ada reaksi langsung terhadap pernyataan S&P. China sebagai pemegang terbesar obligasi Pemerintah AS belum bereaksi. Namun, Li Jie, Kepala Riset Valuta Asing China, sebuah lembaga riset di Universitas Pusat Keuangan dan Ekonomi di Beijing, menyatakan, “Pernyataan S&P merupakan peringatan.”
David Watt, seorang ahli strategi investasi dari RBC Dominion Securities, mengatakan, diskusi soal potensi penurunan peringkat utang AS sudah marak dalam dua tahun terakhir. 


[1] Kutipan dari Kompas 20 April 2011. “Utang AS dalam ‘Bahaya’”http://cetak.kompas.com/read/2011/04/20/04123324/utang.as.dalam.bahaya 

Posisi AS di Dunia dalam Bahaya
 TAMPA, KOMPAS.com — Mantan Menlu Condoleezza Rice mengingatkan bahwa posisi AS dalam segala hal di dunia sedang dalam bahaya. Karena itu, kemampuan AS untuk tetap berjaya di dunia tergantung pada solusi atas persoalan domestik.
Demikian diberitakan kantor berita Associated Press, Kamis (30/8/2012) [1]. Rice yang juga berkulit hitam itu menyatakan, Mitt Romney adalah tokoh yang bisa meraih posisi itu. Dia berbicara pada konvensi Partai Republik untuk menominasikan secara resmi Romney sebagai calon presiden menghadapi Presiden AS Barack Obama pada pemilu November mendatang.
Rice menambahkan bahwa posisi Amerika Serikat, yang dalam sejarah terbukti paling sukses dalam politik dan ekonomi, kini sedang dalam bahaya. Dikatakan, Amerika Serikat sudah lama mengemban tugas sebagai pendamba kebebasan ekonomi dan kebebasan manusia. Jika AS tidak lagi bisa melakukan itu, tidak akan ada pihak lain yang akan bisa melakukan itu; dan ini menjadi benih kekacauan.
Rice tidak menyinggung soal kebangkrutan negara AS akibat pembebasan pajak selama bertahun-tahun oleh pemerintahan di bawah Partai Republik. Hal ini telah menyebabkan tumpukan utang negara AS yang mencapai 100 persen terhadap produksi domestik bruto (PDB). Maksimum utang seharusnya maksimum 60 persen terhadap PDB.
Dia juga tidak menyebutkan praktik penipuan Wall Street telah menyebabkan kebangkrutan lembaga keuangan AS dan itu semua terjadi selama pemerintahan Presiden George W Bush (2000-2008). Ketimpangan antara warga kaya dan miskin juga meninggi selama periode itu.
Ekonom Joseph E Stiglitz adalah pengkritik keras Bush dengan peringatannya bahwa perang yang tidak perlu di Afganistan dan Irak telah menggerogoti kekuatan keuangan negara AS. Hal serupa itu juga sudah pernah diingatkan ekonom Paul Krugman, bahwa pembebasan pajak pada warga kaya membahayakan anggaran Pemerintah AS. Tumpukan utang, ketimpangan, dan defisit anggaran negara serta kebangkrutan korporasi adalah beban utama yang dihadapi Obama dalam empat tahun terakhir.



[1] Simon Saragih. “Posisi AS di Dunia dalam Bahaya.” Kamis, 30 Agustus 2012. http://internasional.kompas.com/read/2012/08/30/10080820/Posisi.AS.di.Dunia.dalam.Bahaya


Obama Vs Fiscal Cliff - Amerika Serikat Dalam Bahaya
Obama Vs Fiscal Cliff - Amerika Serikat Dalam Bahaya.

Sumber berita: REP | 12 November 2012 “Obama Vs Fiscal Cliff - Amerika Serikat Dalam Bahaya”.


Jakarta, 12-11-2012. Topik hangat yang sedang banyak diperbincangkan di dunia ekonomi menjelang akhir tahun adalah Fiscal Cliff.  Jurang Fiskal atau Fiscal Cliff adalah sebuah istilah yang menunjuk kepada pengaruh yang akan terjadi pada akhir tahun 2012 dimana Budget Control Act 2011 dijadwalkan untuk mulai efektif.
Pada tanggal 31 Desember 2012 beberapa hal akan terjadi jika tidak terjadi perubahan pada peraturan yang berlaku.  Pertama adalah habisnya masa berlaku pemotongan pajak panghasilan sementara dimana perihal ini berarti akan ada kenaikan pajak sebanyak 2% pada pekerja.  Kedua adalah berakhirnya beberapa pelonggaran pajak pada bisnis-bisnis di Amerika Serikat yang artinya di dalam kondisi ekonomi yang masih krisis ini para pebisnis harus membayar pajak selayaknya dan mempertinggi beban biaya bisnis itu sendiri. PengaruhKetiga yaitu seiring dengan habisnya masa berlaku potongan pajak dari tahun 2001-2003 dan dimulainya pajak-pajak yang ditetapkan dibawah presiden Obama Health Care Law.  Seiring dengan ketiga pengaruh diatas, pengaruh Keempat juga akan terjadi yaitu pemotongan anggaran belanja pemerintahan sebagai bagian persetujuan tahun 2011.  Dimana pemotongan anggaran ini akan berlaku kepada lebih dari 1000 program pemerintahan yang telah sebelumnya direncanakan.

Pilihan Opsi Langkah Yang Dapat Diambil.
Beberapa langkah dapat menentukan masa depan ekonomi AS:
1.  Pemerintah AS dapat saja membiarkan ketentuan-ketentuan yang akan berlaku tahun 2013 tetap berjalan seperti adanya.  Habisnya masa berlaku keringanan pajak serta pemotongan anggaran belanja program pemerintahan dapat membebani pertumbuhan ekonomi AS.  Ini dapat kembali memicu resesi yang menjelang akhir tahun sudah menunjukan perbaikan menjelang akhir tahun ini.  Sisi positifnya dari langkah ini adalah defisit yang juga salah satu bagian dari GDP akan berkurang setengahnya.  Namun banyak pakar ekonomi memperkirakan bahwa keadaan ekonomi Amerika Serikat sekarang ini tidak mampu untuk menerima tekanan dari Fiscal Cliff.  Keadaan tingkat pengangguran akan semakin meresahkan dengan prakiraan dari CBO dengan peningkatan tingkat pengangguran yang tinggi seiring dengan hilangnya 2 juta pekerjaan.
2.  Opsi kedua adalah pemerintah AS dapat saja merubah beberapa ketentuan guna meniadakan kenaikan pajak (melanjutkan kembali langkah peringanan pajak) serta membatalkan kebijakan pemotongan anggaran belanja.  Tentunya opsi yang berlawanan dengan opsi pertama ini akan memicu besarnya defisit yang dapat mengakibatkan AS masuk ke dalam krisis seperti yang dialami negara gabungan Eropa.  Opsi ini juga akan membuat hutang AS semakin membengkak.
3.  Opsi terakhir adalah mencari jalan tengahnya.  Dengan memberlakukan kebijakan kebijakan yang diberikan batasan-batasan tertentu bagi keringanan pajak maupun pemotongan anggaran belanja.  Opsi ini juga akan membuat pertumbuhan ekonomi AS berkembang secara lebih perlahan.

Investor Butuh Kepastian.
Saat ini Investor sedang menunggu kepastian atau lebih tepatnya berusaha mencium gerak gerik para petinggi AS guna mendapatkan gambaran yang lebih jelas  apa yang akan dilakukan menjelang penutupan akhir tahun.  Sebenarnya pemerintah AS mempunyai banyak waktu atau tepatnya 3 tahun untuk menemukan solusinya namun kondisi politik antara pihak Demokrat dan partai Republik menyulitkan untuk adanya solusi yang konkrit.  Pihak Replublik ingin adanya kenaikan pajak serta pemotongan anggaran sedangkan pihak Demokrat ingin adanya kombinasi diantara keduanya.  Kondisi ini menjadi pelik apalagi pada saat itu adalah para pihak sedang mempersiapkan kubu mereka masing-masing bagi pemilu yang sudah dimenangkan oleh Presiden Obama.
Obama yang baru-baru ini berusaha untuk menemukan kesatuan diantara kedua belah partai menyampaikan bahwa dirinya terbuka untuk ide-ide baru guna menemukan solusi yang tepat bagi ekonomi AS.  Kendati demikian Presiden Obama tetap bersikeras bahwa pajak tetap harus dinaikan bagi mereka yang memiliki tingkat ekonomi diatas rata-rata.  Ini adalah bagian penting bagi Obama yang merupakan salah satu senjata pada saat kampanye untuk memenangkan hati warga Amerika Serikat.
Keitidakpastian ini membuat Investor bimbang dan resah apalagi menjelang akhir tahun diperkirakan banyak Investor yang sudah bersiap untuk tutup buku mengakhiri tahun 2012.  Apapun yang terjadi menjelang akhir tahun baik itu negosiasi dan kebijakan-kebijakan baru akan sangat mempengaruhi keadaan pergerakan ekonomi Amerika Serikat pada awal tahun 2013.
Jika keadaannya semakin suram tidak menutup kemungkinan Dolar AS akan semakin anjlok sehingga mengangkat nilai logam mulia atau Emas serta mata uang lainnya dalam pasar pertukaran mata uang.


Ekonomi AS Pasti Jatuh
Warga Menuding Republiken di Balik Kemelut Anggaran

Sumber: Harian KOMPAS, Senin, 04 Maret 2013 
http://cetak.kompas.com/read/2013/03/04/02355314/ekonomi.as.pasti.jatuh

clip_image001
AFP/SAUL LOEB 
Presiden Amerika Serikat Barack Obama berbicara kepada media tentang sequester, di Gedung Putih, Washington DC, Jumat (1/3). Obama akhirnya menandatangani pengurangan anggaran pemerintah senilai 85 miliar dollar AS, yang bisa menyebabkan 700.000 orang kehilangan pekerjaan.
Washington, Minggu - Ekonomi Amerika Serikat hampir pasti kembali terjerembap ke dalam resesi. Hal ini terjadi setelah Presiden AS Barack Obama menandatangani pengurangan pengeluaran negara sebesar 85 miliar dollar AS. Korban dari pengurangan ini antara lain militer, pekerja taman nasional, dan petugas bandara.
”Akan ada derita yang segera dihadapi warga. Semoga hal ini akan bisa memaksa Kongres AS kembali bernegosiasi untuk menemukan kesepakatan,” kata Obama dalam pidato lewat radio pada Sabtu (2/3) di Washington DC, AS.
Diperkirakan ada pengurangan 700.000 pekerja akibat sequester, istilah yang muncul di AS untuk menamai program pengurangan anggaran pemerintah senilai 85 miliar dollar AS atau Rp 822 triliun itu.
Masalah ini langsung menghadang Menteri Pertahanan AS Chuck Hagel, yang baru sepekan lalu lolos nominasi Senat. Hagel mengatakan tetap mencoba memaksimalkan tugas militer di balik pengurangan anggaran itu.
Ketua DPR AS John Boehner (Republiken, Ohio) mengatakan tidak bertanggung atas dampak negatif yang mungkin terjadi akibat sequester.
Pengurangan anggaran itu terjadi karena Partai Republik dan Demokrat di Kongres AS tidak sepakat tentang cara mengatasi defisit anggaran, yang telah menembus 1 triliun dollar AS. Defisit terjadi karena penerimaan lebih kecil daripada pengeluaran.
Selama ini defisit besar itu selalu diatasi dan tidak memunculkan persoalan nasional. Namun, di era Presiden George W Bush, defisit selalu diatasi dengan penambahan utang secara terus- menerus. Hal ini membuat utang AS menggunung dan kini mencapai angka 16,4 triliun dollar AS, hampir setara dengan 100 persen nilai produksi domestik bruto (PDB) AS. Batasan utang yang aman adalah maksimum 60 persen dari PDB.

Keterlaluan 
Obama menilai, batasan utang sudah keterlaluan. Dia ingin mengurangi utang hingga 1,2 triliun dollar AS selama 10 tahun mendatang. Ini dilakukan agar investor tetap memiliki kepercayaan terhadap perekonomian AS. Oleh lembaga pemeringkat Standard & Poor’s, peringkat utang AS sudah diturunkan dari AAA menjadi AA+.
Lebih dari 50 persen tumpukan utang itu juga disebabkan kebijakan perang Bush di Irak dan Afganistan serta pemborosan di sektor militer. Di sisi lain, Bush malah mengurangi pungutan pajak dan tidak menyentuh kepentingan warga tak mampu di AS.
Untuk itu, Obama dan Demokrat menginginkan perhatian kepada warga tak mampu sekaligus kenaikan pajak. Adapun Republiken hanya mau menaikkan sedikit pajak dan tidak mau kenaikan pajak massal. Hampir semua Republiken anti-kenaikan pajak. Mereka juga menentang program jaminan sosial yang dicanangkan Obama.
Hal ini membuat Obama meneken pengurangan anggaran sebagaimana adanya, sesuai kemampuan penerimaan negara.
Mantan kandidat presiden dari Partai Republik, Mitt Romney, mengatakan tidak melihat kesuksesan Obama terkait anggaran. Namun, kubu Demokrat menganggap bahwa semua itu akibat sikap Republiken yang selalu tak mau menaikkan pajak. Kenaikan pajak yang disepakati hanya terbatas walau menurut Demokrat dan Obama masih banyak celah pajak yang bisa dimanfaatkan.
Dalam jajak pendapat terakhir terlihat sebesar 28 persen warga AS menyalahkan Republiken sebagai penyebab sequester. Sebanyak 22 persen menyalahkan Demokrat dan 37 persen warga menyalahkan kedua belah pihak.
Masih ada celah untuk negosiasi. Pengurangan efektif pengeluaran pemerintah baru berlaku 27 Maret 2013. Boehner menegaskan bahwa masih ada kesepakatan perpanjangan waktu untuk mencegah pengurangan efektif pengeluaran. Namun, Obama mengatakan, tidak ada kemajuan negosiasi dalam dua tahun terakhir. (REUTERS/AP/AFP/MON)

Krisis Finansial Uni Eropa
Sumber: Salamuddin Daeng, peneliti di Indonesia for Global Justice“Bom Waktu dalam Krisis Uni Eropa”. Juli 23, 2012. http://gagasanhukum.wordpress.com/2012/07/23/bom-waktu-dalam-krisis-uni-eropa/ 
Krisis finansial Uni Eropa dapat meledak sewaktu-waktu jika tidak disikapi dengan cermat. Banyak analisis muncul dalam melihat krisis yang melanda Uni Eropa (EU) saat ini. Namun, menarik juga untuk memahami bagaimana anatomi krisis tersebut dan penularannya secara struktural terhadap perekonomian Indonesia.
Krisis EU bukanlah semata-mata krisis keuangan, atau krisis utang pemerintah, atau krisis akibat pertumbuhan yang rendah, tetapi krisis ekonomi yang sifatnya struktural dalam tiga dimensi krisis utama d bawah ini.
Pertama, kelebihan produksi barang/jasa pada tingkat EU dan global (overproduction) yang tidak dapat diserap pasar (underconsumption) karena daya beli mayoritas masyarakat yang semakin rendah. Sebagai contoh, over produksi pangan terjadi saat lebih dari 1 miliar manusia di muka bumi menurut World Health Organization (WHO) mengalami kelangkaan pangan.
Kedua, adanya konsentrasi uang dan kapital di tangan segelintir pemain pasar keuangan, yang tidak dapat diekspansi dalam kegiatan produksi barang maupun jasa (overaccumulation), sehingga hanya diekspansi lewat utang dan pasar keuangan (money to money).
Ketiga, transaksi pasar keuangan derivatif yang besar (financial buble) yang tidak sebanding dengan produksi riil, akibat liberalisasi sektor finansial. Produk pasar keuangan derivatif global mencapai US$ 600 triliun, sementara produksi riil barang dan jasa (PDB) dunia hanya sekitar US$ 60 triliun.
Jika melihat fundamen krisis ini, masalahnya menjadi jelas, bahwa ekonomi tengah berada dalam ketidakseimbangan yang dalam (unbalance).
Dengan demikian, para analis mestinya memperhatikan bahwa tidak mungkin meningkatkan pertumbuhan sementara ekonomi mengalamai over produksi, demikian pula dengan perluasan investasi. Sementara itu, pasar keuangan derivatif tidak mungkin diperluas lagi karena gelembungnya telah pecah.
Penulis berpendapat ada yang keliru dalam cara penanganan krisis ini, sehingga justru semakin memperparah keadaan. Sejauh ini langkah penanganan yang dilakukan EU, bersama Dana Moneter Internasional (IMF), seperti membenamkan bom waktu yang cepat atau lambat akan meledak dan memorak-porandakan ekonomi EU.

Memperkaya Spekulan
Skema penyelesaian krisis yang disponsori Jerman, IMF, G-20, yang berkutat pada reformasi sektor keuangan sejauh ini tidak dapat mendinginkan krisis. Justru yang terjadi sebaliknya, negara-negara yang mengalami krisis malah berhadapan dengan kekacauan politik nasional berkepanjangan.
Kebijakan dana talangan perbankan, stimulus fiskal, bunga rendah, austerity, justru merugikan kepentingan negara-negara krisis dan menguntungkan negara pemberi utang.
Sebagai contoh dari total utang Yunani sebesar € 400 miliar (252 persen dari PDB), sebagian besar berasal dari Prancis sebesar € 41.1 miliar, Jerman sebesar € 15.9 miliar, Inggris sebesar € 9,4 miliar dan dari Amerika Serikat sebesar € 6,2 miliar (BBC News, November 2011). Dengan begitu, konteks penyelamatan yang dilakukan negara besar bukan untuk Yunani, melainkan untuk menyelamatkan uang negara besar itu sendiri.
Dalam rumus penyelesaian krisis EU, ada tiga hal yang dihasilkan: pertama, terkurasnya pajak rakyat dari negara-negara yang terkena krisis sebagai dana talangan bagi sektor swasta perbankan, yang notabene adalah investasi luar negeri.
Kedua, terkurasnya anggaran nasional dari negara-negara yang mengalami krisis ke tangan negara pemberi utang, seperti Jerman, Prancis, Inggris, Amerika Serikat, dan Jepang.
Ketiga, terkurasnya dana rakyat dan anggaran negara dari negara-negara yang terkena krisis dan negara miskin lainnya seperti Indonesia, berpindah ke tangan sektor swasta, khususnya pemain pasar keuangan.
Modus pengumpulan uang melalui G-20 dan IMF mengindikasikan rencana semacam itu. Dengan demikian, potensi penularan krisis ke seluruh dunia, termasuk ke Indonesia, sangat mungkin terjadi dalam jangka pendek.
Ini terjadi ketika negara besar menarik utang dan investasi luar negeri mereka dalam rangka menyelamatkan EU terlebih dahulu.
Berdasarkan ketiga hal tersebut, semakin terindikasi bahwa krisis EU dan krisis keuangan global tidak lain adalah strategi memperkaya perusahaan swasta, pemain pasar keuangan, dan lembaga keuangan regional dan global. Sementara itu, krisisnya dibiarkan terus bergulir sebagai mekanisme sentralisasi kapital semacam itu.

Menanam Bom Waktu
Krisis EU memang akan berlangsung panjang, namun sangat bergantung pada cara pemerintahan EU menanganinya. Krisis ini juga bisa menimbulkan kebangkrutan EU dalam tempo yang sangat singkat. Jika skema kebijakan yang dijalankan salah, ini justru akan menimbulkan gejolak baru.
Sebagai contoh, kebijakan dana talangan dan kebijakan dana talangan perbankan justru menimbulkan beban utang dan bunga yang semakin besar dan menjadi bom waktu di masa depan. Demikian juga dengan stimulus fiskal dan suku bunga rendah sama sekali tidak dapat membantu pergerakan ekonomi, karena kebijakan semacam itu telah lazim dilakukan pada era sebelum krisis.
Bagaimana mungkin, solusi utang yang dijawab dengan utang baru, masalah yang ditimbukan finansialisasasi anggaran negara dijawab dengan sentralisasi lembaga talangan dan pengawasan perbankan pada tingkat regional atau global, serta masalah rendahnya pertumbuhan justru dijawab dengan stimulus fiskal bagi sektor swasta yang dapat menekan anggaran negara. Semuanya jelas merupakan solusi keliru.
Mestinya krisis dijawab dengan formulasi antikrisis, tesis dijawab dengan antitesis. Utang pemerintah harus dijawab dengan pemotongan utang, melalui audit terhadap utang bermasalah terlebih dahulu. Dengan demikian, negara-negara anggota EU yang menjadi episentrum krisis dapat menekan pengeluaran mereka untuk cicilan utang dan bunga.
Rusaknya sistem keuangan akibat penyatuan mata uang, harusnya dijawab dengan memperbaiki kembali institusi keuangan pada setiap negara, memperkuat kembali kemandirian sektor keuangan masing-masing negara sehingga tidak rentan terhadap gejolak regional atau global.
Demikian pula halnya masalah rendahnya pertumbuhan ekonomi, tidak dapat dijawab dengan bunga rendah dan stimulus fiskal, yang justru akan semakin memperparah penerimaan negara.
Kemampuan penerimaan negara harus diperbesar dengan meningkatkan pajak bagi sektor swasta, terutama transaksasi keuangan, karena sektor inilah yang harus diregulasi secara ketat dengan memberi beban besar pada transaksi sektor keuangan. Strategi ini juga bisa menahan spekulasi dan arus keluar uang (capital outflow) dari suatu negara.
Jadi, cara pengambil kebijakan EU menjawab krisis, ibarat masalah dijawab dengan masalah baru, tesis dijawab dengan tesis yang baru. Ini tentu saja tidak akan menghasilkan kemajuan, namun justru akan memperparah dan menjadi bom waktu yang dapat meledak setiap saat. 

Lanjut ke BABA II


Belajar Sejarah dari Kisah Negara-negara Plural-Multikultural yang pecah.


Di dunia ini negara-negara yang jumlah penduduknya besar Kalau diurut dari yang terbesar, maka peringkatnya di tahun 2012 adalah:

  1. China, 1,3 milyar jiwa.
  2. India,  1,2 milyar jiwa.
  3. Amerika Serikat, 311 juta jiwa.
  4. Indonesia, 242 juta jiwa.
  5. Brazilia, 196 juta jiwa.

Tapi kalau yang dilihat adalah negara-negara besar dengan tingkat pluralitas dan derajat multikulturalitas yang tinggi, itu ceritanya lain lagi. Apalagi bila dirinci mana saja dari negara-negara besar yang multikultur dan plural itu yang kemudian bubar atau pecah, informasinya ada di bawah ini:




  1. India. Tahun 1947 pecah menjadi India dan Pakistan, dan pada tahun 1971, Pakistan pecah menjadi Pakistan dan Bangladesh.
  2. Uni Soviet.  Tahun 1991 pecah menjadi 15 negara baru.
  3. Yugoslavia. Tahun 1992 pecah menjadi 6 negara baru.

Jadi, yang belum bubar mungkin tinggal China, AS dan Indonesia saja.
Menyedihkan memang, kalau sampai bubar atau pecah. Kalau bubar dan pecahnya damai sih masih mending, tapi yang terjadi di negara-negara yang sudah bubar itu sini justru konflik horizontal antar warga yang penuh tragedi yang amat berdarah-darah, serta menyisakan trauma yang berkepanjangan, segudang dendam kesumat, dan mungkin sejumlah kisah kasih tak sampai.

Sebaiknya Anda bisa melihat sendiri saja fakta sejarah pecahnya negara-negara India, Uni Soviet dan Yugoslavia dari internet, agar bisa disimak siapa yang bertikai, dan Anda bisa menyimpulkan sendiri apa penyebabnya.  Saya akan menunggu Anda selesai membacanya, dan sesudah itu saya akan mengajukan sebuah pertanyaannya:  apakah bubarnya atau pecahnya negara yang plural dan multikultur itu sebuah bukti berlakunya proses hukum alam biasa, atau karena ada kekuatan yang sengaja berbuat di belakang layar?

Inilah yang sepatutnya dipelajari dari sejarah, buat kita di Indonesia, kalau kita tidak mau Indonesia bubar.

Tujuh Strategi Dunia Menghancurkan Indonesia

Djujoto Suntani dalam bukunya berjudul "Tahun 2015 Indonesia "Pecah"", mengisyaratkan sebuah warning kepada rakyat Indonesia, bahwa Indonesia bubar atau pecah bukan sesuatu yang mustahil terjadi, kalau melihat gejala-gejalanya di dalam negeri, dan fakta yang terjadi di balik pecahnya negara-negara India, Uni Soviet, dan Yugoslavia. Argumentasinya tersebut dapat Anda lihat sendiri di website:

http://fenz-capri.blogspot.com/2010/07/ramalan-indonesia-akan-pecah-di-tahun.html


Adapun intisari warning-nya - yaitu "tujuh strategi menghancurkan Indonesia" saya coba tulis untuk Anda di bawah ini:

  1. Memperlemah Negara Kesatuan (NKRI). Secara pelan tapi pasti, mereka mendorong Indonesia ke arah jurang kehancuran dengan memecah belah seluruh anak bangsa. Jaringan global itu kini telah membuat 'peta baru' NKRI menjadi '17 negara merdeka'.
  2. Menghapus Ideologi Pancasila. Begitu terjadi krisis ekonomi dan politik pada tahun 1998, secara pelan-pelan terjadi delegitimasi terhadap eksistensi Pancasila. Dimulai dengan metode penghapusan lembaga BP-7, pembubaran Tim P-7, sampai menghilangkan penataran P-4 dengan target generasi baru tidak lagi mengenal Pancasila.
  3. Menghapus Rasa Cinta Tanah Air. Strategi menghapus rasa cinta tanah air dilakukan jaringan the Lucifers Conspiration dengan sangat halus. Pertama, menjadikan uang sebagai dewa. Kedua, membuka kran kebebasan pers sehingga semua keburukan Indonesiaa diberitakan secara vulgar oleh media kita sendiri, terutama media elektronikKetiga, penciptaan citra Indonesia sarang teroris. Keempat, menghilangkan budaya kekerabatan, sehingga anak-anak muda tidak lagi menghormati orang tua. Melalui empat cara yang dikemas secara halus, masyarakat Indonesia, terutama generasi muda, lebih mengunggulkan budaya asing (Barat) daripada budaya sendiri.
  4. Menempatkan uang sebagai Dewa. Uang telah ditempatkan di atas segala-galanya. Implikasi serius dari pendewaan terhadap uang menjadikan korupsi merajalela di seluruh sektor kehidupan.
  5. Menciptakan Sistem Multi Partai. Sistem multipartai berakibat merenggangkan hubungan kekerabatan, persaudaraan, kebersamaan sesama anak bangsa. Semakin banyak partai pasti membuat republik semakin runyam. Masing-masing partai punya agenda sendiri, punya program sendiri, punya misi sendiri, punya target sendiri, dan punya pendukung sendiri. Benturan kepentingan antar partai tidak bisa dihindarkan. Bentrokan antar pendukung partai di lapis bawah menjadi menu makanan sehari-hari.
  6. Menumbuhkan Sekulerisme. Bisa dikatakan, upaya menerapkan paham sekulerisme secara verbal di negeri ini pasti sulit atau bahkan 'tidak mungkin' dalam waktu dekat. Namun jaringan the Luciferians Conspiration tidak pernah kehilangan strategi. Secara formal memang sulit, atau bahkan tidak mungkin, tetapi secara informal, secara 'spirit', sekulerisme telah tumbuh pesar di bumi Indonesia.
  7. Membentuk Tata Dunia Baru. The Luciferians memiliki skenario global membentuk "Tata Dunia Baru". Dunia di-setting berada dalam satu kendali. Mereka menghendaki dunia berada dalam "satu pemerintahan, satu mata uang, dan satu agama". Sistem ini ternyata cukup sukses diterapkan di Indonesia.  

ARTKEL TERKAIT



No comments: