Thursday, January 9, 2014

Status Keris Dan kelas Keris

Status Keris dan Kelas Keris di Dunia Manusia
 
Mungkin awalnya sebuah keris hanyalah menjadi sebuah senjata tikam atau sabet. Tetapi kemudian orang membuat keris memiliki kegaiban di dalamnya, menjadi senjata yang berbeda dengan jenis senjata lain, memiliki suatu kegaiban sebagai senjata tarung sekaligus sebagai alat keselamatan dari serangan gaib.

Seiring perkembangan jaman, di pulau Jawa khususnya, pada jamannya,
selain faktor kegaibannya, sebuah keris menjadi lambang derajat pemiliknya, lebih dari sekedar senjata perang / tarung, yang dibuat khusus oleh empu pembuatnya untuk si pemilik keris. Fisik keris, kegaiban / tuah dan tingkat kesaktiannya oleh si empu disesuaikan dengan kondisi si pemesan sesuai batas kemampuan si empu.
Keris tidak ditampilkan sebagai alat kegagahan, dibawa dengan diselipkan di belakang pinggang. Bila keris hanya menjadi sebuah alat kegagahan, hanya menjadi sebuah senjata tarung atau senjata tikam, tidak mungkin keris akan dibuat sangat indah bentuknya atau beraksesoris mewah, bila akhirnya hanya akan menjadi sebuah senjata yang berlumuran darah.

Pada awalnya, di tanah Jawa (Jawa Tengah dan Jawa Timur) keris diciptakan hanya untuk
kesaktian, untuk memberikan tuah perlindungan gaib dan wibawa kekuasaan. Keris adalah sebuah benda yang menjadi kebanggaan masyarakat pada umumnya dan juga menjadi lambang status / derajat pemiliknya. Keris menjadi "keharusan" untuk dimiliki oleh para pejabat, baik raja, keluarga kerajaan atau bangsawan, orang-orang kaya, para senopati sampai prajurit  (prajurit biasanya menggunakan jenis tombak), adipati / bupati sampai lurah desa. Di kalangan masyarakat umum-pun hampir semua orang laki-laki ingin memiliki keris, terutama mereka yang memiliki ilmu beladiri dan orang-orang tua yang menghayati spiritual kejawen.

Di pulau Jawa khususnya, pada jamannya, keris merupakan lambang derajat pemiliknya, lebih daripada sekedar sebuah senjata perang / tarung. Ada aturan-aturan yang harus dipatuhi di masyarakat tentang cara mengenakan keris dan jenis-jenis keris yang boleh dimiliki oleh seseorang. Seorang rakyat biasa tidak boleh mengenakan keris yang diperuntukkan untuk seorang lurah. Seorang lurah tidak boleh mengenakan keris yang diperuntukkan untuk seorang bupati. Seorang senopati tidak boleh mengenakan keris yang diperuntukkan untuk seorang raja. Seorang raja juga tidak boleh mengenakan keris yang diperuntukkan untuk seorang senopati.
Bila ada seseorang memiliki keris yang derajatnya lebih tinggi dari kedudukan dirinya di masyarakat, maka orang itu tidak akan menyimpannya untuk dirinya sendiri. Biasanya akan diserahkan / dipersembahkannya kepada orang yang pantas untuk memilikinya. Begitu juga bila seseorang memiliki keris yang peruntukkannya untuk kelas derajat yang lebih rendah, biasanya akan diberikannya kepada orang lain yang lebih pantas untuk memilikinya.

Kehormatan pribadi seseorang bukan hanya ditentukan oleh status keningratan atau jabatan, kemewahan atau kekayaan, tetapi terutama juga adalah kepantasannya dalam berperilaku dan berpenampilan, kepantasannya dalam mengenakan busana dan pusaka, dan kepantasannya dalam menempatkan diri di dalam pergaulan dan di masyarakat, sesuai derajatnya masing-masing.

Keberadaan sebuah keris bersifat pribadi. Keris menjadi lambang kehormatan pribadi dan harga diri seseorang. Keris diakui sebagai sesuatu yang menyatu dengan pribadi pemiliknya, sehingga sebuah keris milik seseorang akan sangat dihormati, sama seperti menghormati manusia pemiliknya, sehingga keris seseorang dapat diterima dan diakui untuk mewakili kehadiran seseorang sebagai pengantin pria yang berhalangan hadir dalam acara pinangan atau perkawinan, atau mewakili kehadirannya dalam acara penting kekeluargaan, dan keris seorang raja dapat mewakili kehadiran sang raja dalam acara kenegaraan.
Keris menjadi kelengkapan "wajib" untuk dikenakan sebagai busana kehormatan dalam acara-acara resmi kenegaraan, kekeluargaan, perkawinan, dan acara ritual kerohanian, seperti acara ruwatan, selametan, bersih desa, dsb. Dan dalam setiap upacara formal, seseorang yang terpandang atau berderajat tinggi akan jatuh martabatnya / kehormatannya jika menghadiri upacara tersebut tanpa mengenakan keris.

Demikianlah, keris memiliki status tersendiri di masyarakat jawa dan menjadi unsur penting dalam budaya dan kehidupan sehari-hari, lebih daripada sekedar sebuah senjata tarung.

Pada jaman itu seorang empu keris adalah juga seorang spiritualis dan pemuka agama (baca: Keris dan Empu Keris). Karena itu sebuah keris yang diterima seseorang dari seorang empu keris akan sangat dihargai dan juga 'dikeramatkan', lebih daripada sekedar jimat dan senjata, karena berisi doa-doa keselamatan dan kesejahteran dari seorang spiritualis / pemuka agama untuk si pemilik keris dan menjadi lambang diturunkannya restu Tuhan kepada si manusia pemilik keris.

Dengan demikian, lebih daripada sekedar sebuah senjata, keris juga secara psikologis menjadi lambang kerohanian dan kedekatan hati dengan Tuhan. Karena itulah sang pemilik keris akan benar-benar menjaga dan memelihara kerisnya, bahkan akan 'mengeramatkan'-nya, lebih daripada sekedar sebuah senjata atau jimat. Keris menjadi sarana kedekatan hati dengan Tuhan dan juga menjadi sarana pemujaan kepada Tuhan. Karena itu sang pemilik keris akan selalu menjaga kelurusan hati, tekun beribadah, menjaga moral dan budi pekerti dan sikap ksatria. Itulah sebabnya orang-orang yang hidup dalam dunia kejahatan, yang menjadi penyamun, perampok, dsb, orang-orang golongan hitam, biasanya tidak memakai keris, tetapi menggunakan senjata jenis lain.

Mengenai kelengkapan dan kemewahan hiasan / perabot keris adalah tergantung pada akan diberikan kepada siapa keris itu nantinya, tergantung pada status pribadi si pemilik keris di masyarakat. Selain kesanggupan untuk membayar biaya pembuatan keris, status pribadi itulah yang menentukan kepantasan keris yang akan dikenakannya. Semakin tinggi status kedudukan sang pemilik keris, maka akan semakin lengkap dan mewah hiasan kerisnya.
Lebih daripada sekedar sebuah senjata berkhodam, atau sebagai bagian dari kelengkapan busana seseorang, sebuah keris dibuat dengan mengikuti suatu filosofi dan pakem pembuatan keris yang tata aturannya tidak boleh dilanggar.

Keris dan kegaibannya diciptakan dengan mengikuti tata aturan hirarki status dan kelas gaib keris, yang aturannya sama dengan status dan kelas wahyu dewa yang diturunkan kepada manusia, karena filosofi dasar diturunkannya wahyu gaib keris adalah untuk dipasangkan dengan wahyu dewa yang diturunkan kepada manusia. Dengan demikian dalam rangka pembuatannya masing-masing keris sudah disesuaikan dengan status si manusia calon pemiliknya di masyarakat, sehingga hirarki status dan kelas gaib keris dan wahyu dewa itu sejalan (baca juga: Dewa dan Wahyu Dewa).

Sesuai status pemiliknya di masyarakat, keris mempunyai status dan kelas sendiri-sendiri sebagai berikut :
     1. 
Keris Pusaka Kerajaan.
Tingkatannya :
1. Keris Keraton, adalah keris dan pusaka-pusaka lain yang maksud dan tujuan pembuatannya
    adalah
khusus nantinya menjadi lambang kekuasaan dan kebesaran sebuah keraton.
2. Keris Pusaka Kerajaan, adalah keris dan pusaka-pusaka lain yang oleh pemerintahan kerajaan
    dijadikan
lambang kekuasaan dan kebesaran kerajaan atau diandalkan untuk mengamankan
    kerajaan dari gangguan kerusuhan, pemberontakan atau serangan gaib.
Keris-keris jenis tersebut di atas biasanya disimpan di dalam ruang pusaka kerajaan dan tempatnya disendirikan, terpisah dari pusaka-pusaka yang lain dan baru akan dikeluarkan bila ada upacara-upacara kerajaan atau bila terjadi situasi yang mendesak dan berbahaya.

P
usaka kerajaan berbentuk tombak dan payung kebesaran, yang juga merupakan lambang kebesaran sebuah kerajaan, biasanya diletakkan berdiri di belakang singgasana raja.

Dalam kategori pusaka kerajaan ini termasuk juga, sesuai tingkatannya masing-masing, pusaka-pusaka
yang menjadi lambang kekuasaan dan kebesaran sebuah keraton kadipaten atau kabupaten.


Keris Keraton dan Keris Pusaka Kerajaan agak sulit membedakannya. Orang harus memiliki spiritualitas yang tinggi untuk bisa membedakan kandungan wahyu di dalam masing-masing keris untuk bisa membedakan mana yang adalah Keris Keraton dan mana yang bukan Keris Keraton tetapi dijadikan Pusaka Kerajaan dan diperlakukan sama seperti sebuah Keris Keraton.

Dalam pengertian Keris Keraton, pusaka-pusaka yang tujuan pembuatannya adalah khusus untuk menjadi lambang kebesaran sebuah keraton, terkandung di dalamnya apa yang biasa disebut sebagai Wahyu Keraton. Keris Keraton tidak boleh dipakai oleh sembarang orang, termasuk walaupun ia adalah anak seorang raja. Hanya orang-orang yang sudah menerima wahyu keraton / keprabon saja yang boleh memakainya, sehingga wahyu di dalam orang itu dan wahyu dari kerisnya akan mewujudkan sebuah sinergi kegaiban, yang kegaibannya tidak akan bisa disamai oleh jenis-jenis pusaka lain (baca : Wahyu Keraton Di Dalam Keris Jawa).

Contoh Keris Keraton adalah Keris Nagasasra dan Keris Sabuk Inten, sepasang keris yang menjadi lambang kebesaran keraton Majapahit. Setelah masa kerajaan Majapahit berakhir dan kekuasaan pemerintahan berpindah ke kerajaan Demak, sepasang keris Nagasasra dan Sabuk Inten juga ikut diambil dan dipindahkan ke Demak, dijadikan lambang kebesaran kerajaan Demak, tetapi sayangnya, di Demak itu wahyu kerisnya tidak bekerja.
Contoh pusaka yang dijadikan Pusaka Kerajaan adalah pusaka tombak Kyai Plered yang dijadikan pusaka lambang kerajaan Mataram, sebuah pusaka yang dulunya diberikan oleh Adipati Adiwijaya (Sultan Adiwijaya / Jaka Tingkir / Mas Karebet) kepada Sutawijaya sebagai bekal untuk mengalahkan Raden Arya Penangsang, yang kemudian mengantarkan Sutawijaya menjadi penguasa Mataram (Panembahan Senopati).
Contoh lainnya adalah Bende Mataram yang digunakan oleh kerajaan Mataram (Panembahan Senopati) untuk menaikkan semangat tempur prajurit Mataram, tetapi sekaligus ditujukan untuk merusak psikologis prajurit musuh, pada saat berperang melawan prajurit kerajaan Pajang (Sultan Adiwijaya).
Ada juga keris yang menjadi lambang serah-terima tahta kerajaan, yaitu sebuah keris yang diserahkan kepada anaknya atau raja penggantinya ketika sang raja turun tahta. Keris ini menjadi lambang bahwa sang raja sudah lengser, sudah menyerahkan tahtanya kepada orang yang kepadanya kerisnya itu ia serahkan. Keris ini juga bukan keris keraton, tetapi tergolong sebagai keris raja, dan biasanya kemudian oleh raja penggantinya akan disimpan dalam ruang pusaka kerajaan, menjadi keris pusaka kerajaan

     2.  Keris Raja.  
Keris raja ada 3 macam, yaitu :
  -  keris yang menjadi pegangan / piyandel sang raja sehari-hari  (bersifat pribadi dan dipakai oleh
     sang raja sehari-hari).

  -  keris yang merupakan keharusan untuk dimiliki oleh seorang raja (keris yang diterima oleh sang
     raja dalam acara serah-terima tahta kerajaan, atau keris yang harus dikenakan sang raja dalam
     upacara-upacara kerajaan).

  -  keris yang dipersembahkan oleh orang lain kepada raja.
Selain yang sehari-hari dikenakan oleh sang raja, keris-keris lainnya disimpan dalam ruangan pusaka kerajaan.

     3.  Keris keluarga kerajaan / bangsawan, bupati / adipati.
Jenis ini adalah keris-keris yang memiliki tanda / bentuk tersendiri sesuai statusnya. Contohnya adalah keris-keris dan tombak ber-luk lima, keris pandawa, keris pulanggeni luk 5, keris-keris berdapur nagasasra dan keris-keris Singa Barong.

Keris-keris tersebut secara umum disebut  Keris Keningratan , yang hanya boleh dimiliki oleh raja, keluarga raja dan kerabat kerajaan, bangsawan
adipati / bupati dan keluarganya saja (kalangan ningrat). Selain mereka, bahkan para menteri kerajaan, panglima, senopati dan prajurit, tumenggung, demang dan lurah, dan orang-orang kaya, yang tidak memiliki garis kebangsawanan dan bukan kerabat kerajaan, tidak boleh memilikinya, apalagi rakyat biasa.Keris-keris berdapur nagasasra hanya patut dimiliki oleh seorang raja dan anggota keluarga raja saja. 
Keris-keris
berdapur singa barong untuk kelas di bawahnya, yaitu untuk adipati / bupati dan keluarganya.

     4.  Keris untuk menteri dan pejabat kerajaan, panglima, senopati dan prajurit.
Keris-keris ini memiliki tanda khusus yang melambangkan status mereka di kerajaan dan biasanya memiliki hiasan-hiasan / simbol yang melambangkan derajat mereka.

     5.  Keris untuk orang-orang kaya (yang bukan kerabat kerajaan), tumenggung, demang dan lurah.
Biasanya memiliki hiasan-hiasan yang melambangkan derajat mereka.

     6.  Keris milik seorang panembahan / spiritualis dan keris milik seorang raja atau keluarga raja
yang
          sudah mandito (meninggalkan keduniawian).
Biasanya ber-luk 7 atau 9.
Biasanya bentuknya sederhana dan tidak memiliki hiasan-hiasan mewah sesuai kondisi mereka yang sudah meninggalkan keduniawian.

     7.  Keris untuk ksatria dan rakyat biasa.
Biasanya tidak memiliki hiasan-hiasan yang mewah, sesuai budaya dan kebiasaan mereka untuk merendahkan hati. 
Keris yang khusus dibuat untuk para ksatria, pesilat dan pendekar dunia persilatan biasanya sederhana bentuknya, dan tidak menunjukkan kesan angker, tetapi memiliki kesaktian gaib yang tinggi dan mengandung energi gaib yang tajam. Keris-keris jenis ini biasanya aktif berinteraksi dengan kebatinan pemiliknya, walaupun kerisnya tidak dikeluarkan dari sarungnya.
Keris untuk rakyat biasa, sesuai status pemiliknya, biasanya tuah utama keris-keris tersebut bukan untuk kesaktian, kekuasaan atau wibawa, tetapi untuk perlindungan gaib, ketentraman keluarga, kerejekian dan kesuburan. Keris untuk rakyat biasa biasanya pembuatannya dilakukan secara masal oleh sang empu, karena tidak bersifat pesanan khusus, dan yang melakukan penempaannya adalah para cantrik-cantriknya.

Secara umum keris-keris dalam nomor 1, 2, dan 3 di atas adalah yang disebut sebagai Keris Keningratan.
Walaupun sifat keningratannya ada tingkatan dan kelas-kelasnya, secara umum keris-keris yang tergolong sebagai keris keningratan di atas hanya patut dimiliki oleh orang-orang ningrat atau keturunan ningrat, karena keris-keris itu tidak akan menyatukan dirinya dan memberikan tuahnya kepada orang-orang yang tidak sesuai dengan tujuan keris-keris itu diciptakan, yaitu orang-orang yang bukan keturunan ningrat.
Sesuai jenis dan kelas keris-keris tersebut di atas, para empu pembuatnya pun terbagi-bagi sesuai kelasnya masing-masing yang diterima dan diakui di masyarakat dan di lingkungan perkerisan, yaitu empu kerajaan, empu kelas menengah dan empu desa.
Seperti yang sudah dituliskan di atas, keris-keris yang dibuat oleh para empu keris ada tingkatan-tingkatannya, ada kelas-kelasnya, yang sisi kegaiban kerisnya akan sebanding dengan wahyu yang sudah ada pada si manusia pemilik keris dan sesuai juga dengan status si manusia itu sendiri di masyarakat. Kemampuan para empu keris dalam membuat keris dan mendatangkan gaib keris yang sesuai dengan masing-masing jenis dan kelas keris di atas pun terbagi-bagi sesuai kualitas masing-masing empu keris yang ditentukan berdasarkan kelas / tingkatan kualitas wahyu dewa yang sudah diterima oleh masing-masing empu keris, tidak semata-mata ditentukan oleh kemampuan pribadi manusia sang empu keris dalam membuat keris.
Empu keris terbagi menjadi empu desa, empu kelas menengah dan empu kerajaan, penentunya adalah kualitas wahyu dewa pada masing-masing empu, bukan semata-mata kemampuan pribadi sang empu keris dalam membuat keris.
Karena isi gaib keris jawa bersifat "wahyu", maka :
Empu desa tidak akan mampu membuat keris-keris keningratan.
Empu desa dan empu kelas menengah tidak akan mampu  membuat  keris keraton  yang di dalamnya terkandung apa yang disebut sebagai wahyu keraton.

 Status Keris dan Kelas Keris di Dunia Gaib Perkerisan

Bukan hanya di dunia manusia, di dunia gaib khodam keris juga ada aturan hirarki status dan kelas gaib keris, yang aturannya sama dengan status dan kelas wahyu dewa yang diturunkan kepada manusia, karena filosofi dasar diturunkannya wahyu gaib keris adalah untuk dipasangkan dengan wahyu dewa yang diturunkan kepada manusia, sehingga hirarki status dan kelas gaib keris dan wahyu dewa itu sejalan.
Sesuai status dan kelas gaib keris di dunia gaib perkerisan, maka urutan keris-keris yang menonjol dalam menunjukkan penyatuannya dengan manusia adalah sbb :
  1. Keris Keningratan. Untuk tulisan ini Keris Keraton, Keris Pusaka Kerajaan dan Keris Keningratan disatukan penggolongannya sebagai Keris Keningratan. Keris-keris ber-luk 5, keris pandawa, keris pulanggeni luk 5, keris nagasasra, singa barong dan keris-keris keningratan lain, yang dalam pembuatannya ditujukan untuk dimiliki oleh seorang raja atau orang-orang yang memiliki status keningratan karena status keluarga / keturunan seorang raja / bangsawan. Secara umum jenis keris keningratan ini hanya akan menunjukkan penyatuannya dengan pemiliknya yang adalah seorang keturunan raja, keluarga raja, para bangsawan, atau keturunan mereka (keturunan ningrat).
  2. Keris-keris bertuah wibawa kekuasaan.
  3. Keris-keris bertuah kewibawaan.
  4. Keris-keris bertuah kesaktian.
  5. Keris-keris bertuah kesepuhan.
  6. Keris-keris bertuah kerejekian.
  7. Keris-keris bertuah pengasihan.

Sesuai status dan kelas gaib keris di dunia gaib perkerisan itu, kemampuan para empu keris dalam membuat keris yang sesuai dengan masing-masing jenis dan kelas keris di atas pun terbagi-bagi sesuai kualitas masing-masing empu keris yang ditentukan berdasarkan kelas / tingkatan kualitas wahyu dewa yang sudah diterima oleh masing-masing empu keris, tidak semata-mata ditentukan oleh kemampuan pribadi manusia sang empu keris dalam membuat keris.

Dalam pendampingannya kepada manusia pemiliknya, jika seseorang memiliki beberapa / sekelompok keris yang mempunyai fungsi tuah yang sama, misalnya ada beberapa keris yang sama-sama mempunyai tuah untuk kekuasaan dan wibawa, atau sama-sama mempunyai tuah untuk kerejekian, maka keris-keris yang sama tuahnya itu yang lebih tua akan mewakili keris-keris yang lebih muda umurnya.
Sehubungan dengan tulisan di atas, mengenai bentuk penyatuan / pendampingan isi gaib keris dengan manusia pemiliknya, maka jika seseorang mempunyai beberapa buah keris, mungkin tidak semua gaib keris akan tampak mendampingi si manusia, mungkin hanya satu saja mewakili gaib keris yang lain, dan tidak semuanya menonjol dalam memberikan tuahnya kepada manusia, karena ada aturan hierarki status dan kelas gaib keris seperti tertulis di atas.


Secara umum pada masa sekarang, yang lebih menonjol menunjukkan penyatuannya dengan manusia adalah keris-keris yang berfungsi untuk penjagaan gaib, terutama didapatkan dari keris-keris untuk keningratan dan yang bertuah untuk kekuasaan dan/ atau wibawa. Karena itu jika seseorang memiliki beberapa buah keris yang fungsinya berbeda-beda dan ingin semua keris memberikan tuah secara bersama-sama dan terkoordinasi, maka harus ada upaya dari si manusia untuk menyatu dan mengsugesti keris-kerisnya.

Jika seseorang mempunyai beberapa buah keris, sebenarnya masing-masing keris itu dapat memberikan tuahnya secara terkoordinasi sesuai jenis tuahnya masing-masing. Namun dalam pelaksanaannya tergantung juga pada tingkat penyatuan masing-masing keris dengan manusia pemiliknya.

Secara alami tingkat penyatuan masing-masing keris dengan manusia pemiliknya itu selain tergantung pada tingkat penyatuan masing-masing pihak secara hati dan batin, juga tergantung pada kecocokan sifat fungsi keris dengan aktivitas keseharian pemiliknya, sehingga seorang pemilik keris yang kesehariannya bekerja sebagai seorang karyawan, mungkin hanya kerisnya yang berfungsi kerejekian-pengasihan saja yang menonjol tuahnya, bukan yang bertuah kekuasaan dan wibawa.

(Sumber : Javanese2000)

ARTKEL TERKAIT



No comments: