Thursday, April 12, 2012

Koloni Ruang Angkasa dan Spaceship


وبذلك يعلم أنه لا مانع من أن يكون هناك فضاء بين الكواكب والسماء الدنيا، يمكن أن تسير فيه المركبات الفضائية، يمكن أن تنزل على سطح القمر أو غيره من الكواكب

“… Dengan ini bisa diketahui bahwa bukanlah suatu hal yang mustahil adanya ruang hampa diantara bintang/planet dengan langit dunia, yang memungkinkan berjalan-nya kendaraan-kendaraan ruang angkasa, dan memungkinkannya untuk turun di per-mukaan bulan atau planet-planet lainnya”. (Majmu Fatawa Ibnu Bazz 1/263).

Orang Islam berpendapat bahwa langit yang tujuh lapis ini memiliki batas, masing-masing memiliki pintu yang dijaga. Pintu itulah yang biasa digunakan untuk bisa memasuki langit yang lebih atas atau turun ke langit yang lebih bawah. Pintu-pintu itu dijaga oleh para malaikat dan setiap yang masuk akan ditanya sebagaimana dalam peristiwa Isra Mi’raj. Para ulama pun berijma, bahwa bentuk langit ini pun bulat sebagaimana Bumi. Al-Hafizh Ibnu Katsir rahima-hullahu dalam Al-Bidayah (1/69) mengatakan,

وَقَدْ حَكَى ابْنُ حَزْمٍ، وَابْنُ الْمُنَادِي، وَأَبُو الْفَرَجِ ابْنُ الْجَوْزِيِّ، وَغَيْرُ وَاحِدٍ مِنَ الْعُلَمَاءِ الْإِجْمَاعَ عَلَى أَنَّ السَّمَاوَاتِ كُرِّيَّةٌ مُسْتَدِيرَةٌ

“Dan sungguh Ibnu Hazm, Ibnu Munadi, Abu Faraj bin Al-Jauzi dan para ulama lainnya telah menyebut-kan adanya ijma bahwa langit itu bulat”.

Adapun matahari, bulan dan bintang-bintang yang kita lihat diangkasa, semuanya terletak di antara langit dunia dan bumi. Ini juga untuk membantah perkataan sebagian orang bahwa yang dimaksud langit yang 7 adalah lapisan-lapisan atas bumi seperti atmosfir, padahal al-Qur’an menegaskan bahwa bintang-bintang saja masih berada dibawah langit dunia (lapisan langit pertama) atau di ruang antara, diantara bumi dan langit dunia.

 Allah Ta’ala berfirman:

وَزَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَحِفْظًا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ

… Dan Kami hiasi langit dunia dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. (Al Fushshilat  ayat 12).
Ibnu Jarir (21/441) dan Ibnu Katsir (7/167) mengatakan bahwa maksud وَزَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ yaitu menghiasinya dengan الْكَوَاكِبُ artinya bintang-bintang atau planet-planet.

Sebagaimana dalam surat Ash-Shafat ayat 6:

إِنَّا زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِزِينَةٍ الْكَوَاكِبِ

“Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat (langit dunia) dengan hiasan, yaitu bintang-bintang”.
         
Ayat ini menegaskan bahwa bintang-bintang berada dibawah langit dunia sebagai ‘perhiasan’nya. Bahkan sebagian ulama mendapatkan faidah itu dari hasil analisis yang mendalam dari firman Allah Ta’ala,

وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ
“dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya…” (Al Anbiyaa` : 33)

Al-Qurthubi dalam Tafsir (15/33) berkata,

وَقَالَ الْحَسَنُ: الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ وَالنُّجُومُ فِي فَلَكٍ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ غَيْرُ مُلْصَقَةٍ، وَلَوْ كَانَتْ مُلْصَقَةً مَا جَرَتْ ذَكَرَهُ الثعلبي والماوردي

“Dan Al-Hasan Al-Bashri berkata : “Matahari dan bulan dan bintang-bintang terletak di antara langit (dunia) dan bumi tanpa melekat/menempel (dengan langit). Seandai-nya melekat (dengan langit) maka tidak berjalan/ beredar”. Disebutkan riwayat itu oleh Ats-Tsa’labi dan Al-Mawardi”.

Imam Sayuthi rahimahullahu dalam Dur Al-Mantsur (5/627) menyebutkan,

وَأخرج ابْن جرير وَابْن أبي حَاتِم وَأَبُو الشَّيْخ فِي العظمة عَن ابْن عَبَّاس رَضِي الله عَنْهُمَا فِي قَوْله: {كل فِي فلك} قَالَ: فَلْكَةٍ كفَلْكَة المغْزَل

“Dan dikeluarkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, dan Abu Syaikh dalam Al-‘Adzamah dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu tentang firman Allah “Masing-masing dari keduanya di dalam garis edarnya”, beliau berkata : “Masing-masing beredar/berputar sebagai-mana pemintal benang berputar pada porosnya.”
Lihat Ibnu Katsir (6/579 -salamah).

Bumi berputar seperti pemintal benang

Lalu timbul pertanyaan, mungkinkah bisa kita membuat sebuah pesawat antariksa dan berjalan diantara langit dan bumi lalu mendaratkan pesawat di planet-planet?. Jawabnya mungkin saja, bukan suatu kemustahilan. Walaupun sangat sulit sekali mewujudkannya, bahkan teknologi paling canggih buatan manusia sekarang ini pun hanya mampu mendaratkan manusia di bulan, sebagaimana datang kabarnya kepada kita.

Syaikh Bin Baz rahimahullahu berkata,

وظاهر الأدلة السابقة، وكلام الكثير من أهل العلم أو الأكثر كما حكاه النسفي، والألوسي: أن جميع الكواكب ومنها الشمس والقمر تحت السماوات، وليست في داخل شيء منها، وبذلك يعلم أنه لا مانع من أن يكون هناك فضاء بين الكواكب والسماء الدنيا، يمكن أن تسير فيه المركبات الفضائية، يمكن أن تنزل على سطح القمر أو غيره من الكواكب

“Yang nampak dari dalil-dalil tersebut dan perkataan kebanyakan ulama bahkan mayoritas mereka sebagai-mana yang disebutkan oleh an-Nasafi dan al-Alusi; bahwa semua bintang dan planet, termasuk matahari dan bulan berada di bawah langit dan bukan berada di dalamnya. Dengan ini bisa diketahui bahwa bukanlah suatu hal yang mustahil adanya ruang hampa diantara bintang/planet dengan langit dunia, yang memungkin-kan berjalannya kendaraan-kendaraan ruang angkasa, dan memungkinkannya untuk turun di permukaan bulan atau planet-planet lainnya”. (Majmu Fatawa Ibnu Bazz 1/263).
         
Kemampuan ini tentu disertai banyak sekali keterbatasan. Sebab Allah sebagaimana telah penulis sebutkan, telah mambatasi kemampuan manusia untuk melakukan itu karena manusia tidak memiliki sulthon. Adapun anggapan sebagian Ufolog kalau alien yang ada dibumi ini adalah manusia-manusia zaman dahulu (dalam Film Stargate Atlantis mereka dipanggil ancient) seperti penghuni Atlantis atau Bangsa Lemuria yang kabarnya diberitakan Plato, atau beberapa bangsa lainnya yang konon telah pindah dari Planet Bumi ke Planet-Planet dibintang lain bahkan di galaksi lain, nampaknya adalah sebuah hayalan kosong.[1]

Dalam banyak dalil disebutkan bahwa manusia nampaknya harus melupakan ambisinya untuk tinggal dan membuat koloni-koloni menetap di planet-planet di luar angkasa. Bagi manusia, tidak ada planet yang lebih cocok untuk ditinggali kecuali dibumi ini. Banyak sekali ayat al-Qur’an yang menegaskan hal tersebut.
         
Syaikh Muhammad Shalih Utsaimin rahima-hullahu tatkala ditanya,

إذا صح ما ذكر من إنزال المركبة الفضائية على سطح القمر فهل بالإمكان إنزال إنسان على سطحه؟ .

Apabila memang benar berita tentang turunnya pesawat antariksa di daratan bulan, yang dipertanyakan adalah, apakah mungkin manusia juga dapat menetap di daratannya (hidup di bulan)?

Beliau menjawab,

أن ظاهر القرآن عدم إمكان ذلك وأن بني آدم لا يحيون إلاّ في الأرض يقول الله تعالى: {فِيهَا تَحْيَوْنَ وَفِيهَا تَمُوتُونَ وَمِنْهَا تُخْرَجُونَ} . فحصر الحياة في الأرض والموت فيها والإخراج منها، وطريق الحصر فيها تقديم ما حقه التأخير، ونحو هذه الآية قوله تعالى: {مِنْهَا خَلَقْنَاكُمْ وَفِيهَا نُعِيدُكُمْ وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً أُخْرَى} . حيث حصر ابتداء الخلق من الأرض، وأنها هي التي نعاد فيها بعد الموت ونخرج منها يوم القيامة، كما أن هناك آيات تدل على أن الأرض محل عيشة الإنسان {وَلَقَدْ مَكَّنَّاكُمْ فِي الْأَرْضِ وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيهَا مَعَايِشَ} . فظاهر القرآن بلا شك يدل على أن لا حياة للإنسان إلا في هذه الأرض التي منها خلق، وإليها يعاد، ومنها يخرج، فالواجب أن نأخذ بهذا الظاهر وأن لا تبعد أوهامنا في تعظيم صناعة المخلوق إلى حد نخالف به ظاهر القرآن رجما بالغيب، ولو فرض أن أحدا من بني آدم تمكن من النزول على سطح القمر وثبت ذلك ثبوتا قطعيا أمكن حمل الآية على أن المراد بالحياة المذكورة الحياة المستقرة الجماعية كحياة الناس على الأرض، وهذا مستحيل والله أعلم.

Yang nampak dari keterangan al-Qur’an, hal semacam ini tidak mungkin terjadi, dikarenakan manusia tidak-lah mungkin bisa hidup kecuali di bumi. Allah berfirman: "Di bumi itu kamu hidup dan di di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu (pula) kamu akan dibangkitkan". (Al-A’raf: 25). Dalam ayat di atas Allah membatasi kehidupan, kematian dan kebang-kitan adalah di bumi. Bentuk pembatasan dalam ayat ini adalah mendahulukan sesuatu yang pada dasarnya harus diakhirkan. Semacam ayat ini adalah firman Allah: "Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu, dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu, dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain". (Thaha: 55). Yaitu Allah membatasi permulaan ciptaan dari bumi, dan bahwa ke bumi-lah kita akan dikembalikan setelah kematian, dan dari bumi pula kita akan dibangkitkan dari kematian di hari kiamat. Sebagaimana juga ada ayat-ayat lain yang menunjukkan bahwa bumi adalah sebagai tempat kehidupan manusia.

Allah berfirman: "Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan (Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya". [Al Hijr:20]. Zhahir al-Qur’an -tanpa keraguan lagi- menjelaskan bahwa tidak ada kehidupan buat manusia kecuali di bumi ini, yang dari bumi ini manusia diciptakan, dan kepadanya ia akan dikembali-kan, dan darinya ia akan di bangkitkan. Maka kita wajib meyakini zhahir al-Qur’an tersebut, dan jangan sampai persangkaan kita di dalam mengagungkan kreasi makhluk menjauhkan kita sehingga menyelisihi zhahir al-Qur’an dengan perkiraan. Kalau seandainya ada seorang manusia mampu turun (hidup) di daratan bulan, dan hal itu nyata dan pasti, maka dimungkinkan untuk membawa pengertian kehidupan dalam ayat tersebut ialah kehidupan yang tetap secara jama’ah seperti layaknya kehidupan manusia di bumi, sedang-kan hal ini mustahil. Wallahu’lam”. (Majmu Fatawi wa Rasail 5/326-327).
         
Penulis menambahkan bahwa akan ada banyak kesulitan manusia hidup selain dibumi ini, karena hal itu terkait “keperluan-keperluan untuk hidup”, sedang-kan bumi telah menyediakan semua keperluan itu (al-Hijr 20), apalagi tubuh manusia memerlukan adaptasi dengan lingkungan baru lebih-lebih kalau lingkungan itu berbeda secara ekstrim, seperti: udara (Oksigen) yang nyaman untuk bernafas, sekaligus tidak adanya zat-zat lain diudara yang berbahaya, ketersediaan sumber makanan dan air yang cukup, terkait juga dengan keberadaan lapisan pelindung planet yang pas dari benda-benda kosmik seperti sinar bintang, radiasi, meteor, debu luar angkasa dan lain sebagainya.

Hal tersebut diatas dipandang dari satu sisi. Belum lagi dipandang dari sisi yang lain sebagaimana telah kami sebutkan sebelumnya dari jarak yang jauh, kemampuan melintasinya dan lain sebagainya yang membuat kesimpulan bahwa alien-alien itu bukanlah manusia bumi yang hijrah ke planet-planet asing.
         
Akan tetapi kami setuju bahwa bisa jadi manusia sebelum kita mencapai tekonologi yang lebih maju dari kita. Hanya saja peninggalan yang tersisa dari teknologi mereka tinggallah puing-puing dan reruntuhan. Salah satu bukti teknologi masyarakat “Pra Sejarah” adalah Kapal Nabi Nuh ‘alaihi sallam. Bahtera ini unggul jauh dari kapal-kapal induk zaman sekarang dari segi teknologi, kekuatan dan ukurannya. Ini tidaklah mengherankan

karena firman Allah Ta’ala,

وَاصْنَعِ الْفُلْكَ بِأَعْيُنِنَا وَوَحْيِنَا

“Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami” (Qs. Hud 37).
         
Maksudnya dengan pemantauan dari Kami terhadap pembuatan kapal tersebut agar Kami dapat mengarahkan kepada pembuatan yang lebih tepat dan benar.

Dari segi ukuran, kapal ini pasti sangat besar, karena ia menampung semua jenis hewan secara berpasang-pasangan.

حَتَّى إِذَا جَاءَ أَمْرُنَا وَفَارَ التَّنُّورُ قُلْنَا احْمِلْ فِيهَا مِنْ كُلٍّ زَوْجَيْنِ اثْنَيْنِ وَأَهْلَكَ إِلا مَنْ سَبَقَ عَلَيْهِ الْقَوْلُ وَمَنْ آمَنَ وَمَا آمَنَ مَعَهُ إِلا قَلِيلٌ

“Hingga apabila perintah Kami datang, dan tannur telah memancarkan air, Kami berfirman: "Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman." Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit”. (Qs. Hud 40).

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu berkata,

فَعِنْدَ ذَلِك أمره الله تَعَالَى أَن يصنع الْفلك، وهى السَّفِينَة الْعَظِيمَة الَّتِى لم يكن لَهَا نَظِير قبلهَا وَلَا يكون بعْدهَا مثلهَ

“Pada saat itu Allah Ta’ala telah memerintahkan Nabi Nuh ‘alaihi sallam untuk membuat perahu dalam ukuran yang sangat besar yang belum pernah ada sebelumnya, dan tidak akan pernah akan ada sesudah-nya perahu sebesar ukuran perahu yang dibuat Nuh ‘alaihi sallam tersebut”. (Qishashul Anbiya hal. 94).
Dari segi teknologi dan kekuatan, bahtera itu pasti sangat canggih dan kuat. Banjir besar di zaman Nuh alaihi sallam itu tinggi gelombang Tsunaminya saja setinggi gunung sebagaimana digambarkan al-Qur’an,

وَهِيَ تَجْرِي بِهِمْ فِي مَوْجٍ كَالْجِبَالِ

”Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung…” (QS. Hud 42-43).
Saya yakin kapal induk tercanggih lagi terkuat buatan Amerika sekarang ini saja belum tentu mampu menahan terjangan tsunami yang begitu dasyatnya sampai gelombangnya setinggi gunung. Bahkan mungkin bisa mencapai 1000 kali lebih dasyat dari Tsunami Aceh yang menghebohkan itu. Ini jelas menunjukan kalau kapal Nabi Nuh ‘alahi sallam ini kecanggihan dan kekuatannya jauh melebihi kapal-kapal paling canggih dizaman ini.
Diterangkan dalam Al-Qur’an bahwa kapal itu terbuat dari al-wahi dan dusur. Para ahli tafsir berbeda

pendapat tentang makna keduanya,

وَحَمَلْنَاهُ عَلَى ذَاتِ أَلْوَاحٍ وَدُسُرٍ

“Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari al-wahi dan dusur” (Qs. Al-Qamar 13).
Ada yang mengatakan bahwa maknanya papan kayu dan paku-paku. Dapat kita bayangkan bagaimana kapal yang terbuat dari bahan kayu dan paku-paku bisa bertahan dalam bencana sedasyat itu!!. Namun demikian

hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala,

تَجْرِي بِأَعْيُنِنَا جَزَاءً لِمَنْ كَانَ كُفِرَ

“Yang berlayar dengan pemeliharaan Kami sebagai balasan bagi orang-orang yang diingkari (Nuh)”
 (Qs. Al-Qamar 13).

Andaikata tanpa pertolongan Allah Ta’ala, kapal sekuat apapun tidak akan mampu bertahan dari bencana global ini.

Sebagian orang telah mengingkari peristiwa Nuh alaihi sallam sebagai peristiwa global, kata mereka bahkan itu terjadi hanya di daerah Nabi Nuh alaihi sallam saja. Dan pendapat ini tertolak, sebab Nuh berdoa secara umum yang tercakup seluruh tempat dibumi ini.

Ibnu Katsir rahimahullahu mengatakan,

وَقَدْ أَنْكَرَتْ طَائِفَةٌ مِنْ جَهَلَةِ الْفُرْسِ وَأَهْلِ الْهِنْد وتوع الطُّوفَانِ، وَاعْتَرَفَ بِهِ آخَرُونَ مِنْهُمْ وَقَالُوا: إِنَّمَا كَانَ بِأَرْضِ بَابِلَ وَلَمْ يَصِلْ إِلَيْنَا. قَالُوا: وَلَمْ نَزَلْ نَتَوَارَثُ الْمُلْكَ كَابِرًا عَنْ كَابِرٍ، من لدن كيومرث - بعنون آدَمَ - إِلَى زَمَانِنَا هَذَا. وَهَذَا قَالَهُ مَنْ قَالَهُ مِنْ زَنَادِقَةِ الْمَجُوسِ عُبَّادِ النِّيرَانِ وَأَتْبَاعِ الشَّيْطَانِ. وَهَذِهِ سَفْسَطَةٌ مِنْهُمْ وَكُفْرٌ فَظِيعٌ وَجَهْلٌ بليغ، ومكابرة للمحسوسات، وَتَكْذيب لرب الارض وَالسَّمَوَات. وَقَدْ أَجْمَعَ أَهْلُ الْأَدْيَانِ النَّاقِلُونَ عَنْ رُسُلِ الرَّحْمَنِ، مَعَ مَا تَوَاتَرَ عِنْدَ النَّاسِ فِي سَائِرِ الْأَزْمَانِ، عَلَى وُقُوعِ الطُّوفَانِ، وَأَنَّهُ عَمَّ جَمِيعَ الْبِلَادِ، وَلَمْ يُبْقِ اللَّهُ أَحَدًا مِنْ كَفَرَةِ الْعِبَادِ ; اسْتِجَابَةً لِدَعْوَةِ نَبِيِّهِ الْمُؤَيِّدِ الْمَعْصُومِ، وَتَنْفِيذًا لِمَا سَبَقَ فِي الْقَدَرِ الْمَحْتُومِ.

“Ada sekelompok orang Persia dan India yang me-ngingkari terjadinya angin topan. Tetapi ada sebagian mereka yang mengakuinya (diantaranya seorang penulis dari Turki –pen). Hanya saja mereka menga-takan, “Angin topan itu terjadi didaerah Babil dan tidak sampai kepada kita”. Lalu mereka mengatakan, “Dan kami masih terus menerus menjalankan kerajaan dan kekuasaan secara bergantian dari sejak Kyomarats –yakni Adam- sampai zaman sekarang ini”. Demikian lah yang dikemukakan oleh para pemuka Zindiq Majusi yaitu para penyembah api dan pengikut syaitan. Hal yang merupakan kebodohan dan kekufuran mutlak. Kedunguan sekaligus kedustaan terhadap Rabb pemilik bumi dan langit. Seluruh pemeluk agama telah sepakat mengakui adanya peristiwa taufan itu yang menimpa seluruh negeri yang ada dimuka bumi. Dan tidak tersisa seorangpun dari hamba-hamba Allah yang kafir. Sebagai wujud pengabulan doa Nabi-Nya yang mendapatkan dukungan dan perlindungan sekaligus sebagai bentuk pemberlakukan qadar apa yang telah ditetapkan lebih awal”. (Qishshul Anbiya hal 115).

[1] Sangat banyak sekali teori hayalan tentang masalah ini, penulis akan sebutkan sebagian contohnya, yaitu kisah Bangsa Janos. Konon orang-orang Janos, meninggalkan bumi berabad-abad lalu dengan pesawat pengangkut yang sangat besar lalu tinggal di Planet yang dinamakan Janos. Sayang sekali planet Janos kemudian dihujani meteor dan asteroid, sehingga mereka meninggalkan planet tersebut dan kembali ke bumi. Laporan terkini menyatakan mereka berada di suatu orbit tinggi dekat bumi dan mencari kontak dengan pemerintah bumi untuk bertukar teknologi tempat tinggal di atas, atau bawah bumi. Demikian yang mereka katakan.

ARTKEL TERKAIT



No comments: