Monday, October 3, 2011

RAJA-RAJA BOLAANG MONGONDOW

RAJA-RAJA BOLAANG MONGONDOW TERMASUK RAJA MANGGOPAKILAT JUGA DISEBUT DATU BINANGKANG ATAU RAJA LOLODA MOKOAGOW(RALAT II tanggal 23022011)

Penuntun bahwa Gelar “Datu Binangkang” atau “Raja Loloda Mokoagow” sudah ada sejak raja-raja Bolaang Mongondow sebelum Punu’ Molantud Mokodoludut karena Untuk memahami sejarah kerajaan Bolaang Mongondow kita harus melihat berbagai sudut pandang dan potensi. Kita tidak dapat menentukan sejarah Bolaang Mongondow yang benar apabila kita tidak membaca atau memahami sejarah Bolaang Mongondow yang salah yaitu :

1. SEJARAH BOLAANG MONGONDOW YANG SALAH adalah :

a. Isinya dirobah-robah untuk kepentingan penguasa dan dapat kita lihat dalam Literatur W. Dunnebier yang berjudul Over De Vorsten Van Bolaang Mongondow tahun 1984 halaman 39; 72, dan halaman-halaman lainnya yang disuruh semacam untuk “BERDUSTA” dalam penulisan bukunya yang berjudul “Over De Vorsten Van Bolaang Mongondow” oleh para penguasa di(era W. Dunnebier) yang diakui sendiri oleh W. Dunnebier dalam bukunya tersebut.

b. Hal-hal yang prinsip disembunyikan atau ditutup-tutupi untuk menghilangkan kesan tentang keturunan kelompok masyarakat tertentu yang notabennya adalah keturunan Mododatu atau keturunan para Datu Bingkang yaitu fam-fam atau marga-marga : GUMALANGIT; GINSAPONDO atau Tumanurung; PONDADAT(ayah kandung dari Raja Ponamon) atau leluhurnya(kakeknya) Raja Paputungan, dll.; TAMBARIGI; GOLONGGOM; GINUPIT; YAYUBANGKAI; PONAMON; MAMONTO; PAPUTUNGAN; KOLOPITA; BUSISI; SIMBALA; DAMOKIONG; BAHANSUBU; LOBANSUBU; DOLOT; GINOGA; DATUELA; DAMOKIONG; DAMOPOLII putranya Yayubangkai; DAMOPOLII putranya Paputungan; DABIT; BANGKIANG; MAKALALAG; MOKOTOLOI; POLO; MAKALALO; MALASAI; MALAH; MOKOAGOW; LOMBAN; DUWATA’ atau DUATA’; BONDE; DAKOTEGELAN; KOINSING; MOKOAPA; MOKODOMPIT; GUL;IMAT MOKOAGOW; KOBANDAHA; KUNSI’; PINUYUT; BANGOL(dari jalur keturunan Mamonto); MANGGOPA; PANGGULU; GULIMAT MOKOAGOW; MAKALUNSENGE; MOKOTOLOI; POLO; PUDUL; MANOPPO atau MANOPO, beserta keturunan-keturunannya-MODODATU yang tidak dapat disebutkan satu persatu semuanya adalah keturunan RAJA LOLODA MOKOAGOW ATAU DATU BINANGKANG DAN SERING DISEBUT KI MOKOAGOW ATAU KI ABO’ MOKOAGOW, dimana marga-marga tersebut secara geneologi menunjukan keturunan pewaris darah raja-raja Mongondow atau golongan Mododatu yaitu yang berhak menjadi raja Bolaang Mongondow berdasarkan garis keturunan secara “PATRILINEAL (Garis keturunan yang ditarik dari pihak ayah secara turun temurun)” dalam setiap pengangkatan Raja-Raja Bolaang Mongondow atau Para Datu Binangkang(Raja-Raja Loloda Mokoagow) berdasarkan hukum adat atau hukum tua(Lihat W. Dunnebier tahun 1984 halaman 21 baris ke-15 kata pertama sampai baris ke-16 kata ke-3) berbunyi :

“PENGANGKATAN RAJA SENANTIASA AKAN DIPILIH DARI PIHAK PRIA KETURUNAN RAJA-RAJA” yang mana kesemua fam-fam yang telah disebutkan di awal tulisan ini beserta keturunan-keturunannya berdasarkan Patrilineal adalah semuanya mewarisi DARAH MODODATU(darah keturunan para raja Bolaang Mongondow) karena kesemuanya adalah keturunan PARA PUNU’ MOLANTUD MOKODOLUDUT ATAU RAJA-RAJA LOLODA MOKOAGOW/ PARA DATU BINANGKANG SECARA PATRILINEAL. Hal ini juga dapat kita lihat dalam referensinya W. Dunnebier tahun 1984 halaman 39 yang berbunyi :

“Pada permulaan bab ini, Loloda Mokoagow atau Datoe Binangkang disebut DATOE (RAJA) pertama dari Bolaang Mongondow, dan pada penutup bab ini, penulis ingin sedikit menunjuk pada daftar Raja-Raja Bolaang Mongondow zaman dulu, yang merupakan Kepala dari semacam pengaturan – adat. Daftar tersebut dimulai dengan “BINANGKONG” (baca : BINANGKANG). Urutan Raja-Raja tersebut (Binangkang sampai dengan Ismail Cornelis Manoppo) baik adanya, tetapi yang tidak dikatakan oleh daftar Raja-Raja yang terdapat dalam “Hikayat” tersebut, dimana bahkan seorang Raja yang diangkat dengan resmi, ialah Raja Marcus Manoppo, dihilangkan”. Disini dapat kita lihat bagaimana keinginan besar untuk meniadakan gelar “Datu Binangkang” atau “Raja Loloda Mokoagow” yang pernah disandang oleh Raja-Raja Bolaang Mongondow sebelum dan sesudah Mokodoludut(selain dari Raja-Raja Manoppo keturunan Raja Jacobus Manoppo) agar tidak terangkat kepermukaan karena sesuai penuturan dan penjelasan dari keturunan Raja Marcus Manoppo dari Abo’ Busang Limandatu Manoppo Mokoagow dan Abo’ Lando Limandatu Manoppo Mokoagow baik di desa Tabang, Poyowa Besar, Nuangan, desa Paku di Bolaang Mongondow Utara bahwa leluhur dari Abo’ Busang Manoppo Mokoagow, Abo’ Lando Manoppo Mokoagow yang bernama Raja Marcus Manoppo(ayah dari Abo’ Matong Mokoagow) dikenal juga dengan “Raja Loloda Mokoagow” atau “Datu Binangkang”.

c. Sejarah Bolaang Mongondow ditulis berdasarkan keinginan kelompok tertentu yaitu Raja-Raja keturunan Raja Tadohe’ selain keturunan Raja Makalunsenge’ dan Punu’ Molantud Marcus Manoppo(Datu Binangkang).

d. Menutup-menutupi sejarah tentang keberadaan para penguasa dan bangsawan yang pernah menguasai Bolaang Mongondow baik dalam bentuk Amandemen terhadap aturan-aturan tua maupun menghilangkan data-data dari penguasa atau Mododatu kerajaan Bolaang Mongondow seperti fam-fam atau marga-marga :

GUMALANGIT; GINSAPONDO atau Tumanurung; PONDADAT(ayah kandung dari Raja Ponamon) atau leluhurnya(kakeknya) Raja Paputungan, dll.; TAMBARIGI; GOLONGGOM; GINUPIT; YAYUBANGKAI; PONAMON; MAMONTO; PAPUTUNGAN; KOLOPITA; BUSISI; SIMBALA; DAMOKIONG; BAHANSUBU; LOBANSUBU; DOLOT; GINOGA; DATUELA; DAMOKIONG; DAMOPOLII putranya Yayubangkai; DAMOPOLII putranya Paputungan; DABIT; BANGKIANG; MAKALALAG; MOKOTOLOI; POLO; MAKALALO; MALASAI; MALAH; MOKOAGOW; LOMBAN; DUWATA’ atau DUATA’; BONDE; DAKOTEGELAN; KOINSING; MOKOAPA; MOKODOMPIT; GULIMAT MOKOAGOW; KOBANDAHA; KUNSI’; PINUYUT; BANGOL(dari jalur keturunan Mamonto); MANGGOPA; PANGGULU; MAKALUNSENGE; MOKOTOLOI; POLO; PUDUL, beserta keturunan-keturunannya-MODODATU yang tidak dapat disebutkan satu persatu(secara Patrilineal), yang mana sebenarnya secara geneologi lewat jalur PATRILINEAL mereka fam-fam atau marga-marga yang telah disebutkan dalam tulisan ini adalah golongan Mododatu atau Pihak asli yang berhak menjadi Raja Bolaang Mongondow tetapi sengaja ditutup-tutupi untuk kepentingan keturunan Tadohe’ dengan siMBOL “TADOHEISME” sebagai alat dalam menutup-nutupi keberadaan eksistensi Mododatu Bolaang Mongondow. Hal ini dapat kita telusuri apabila kita dapat menghayati dan memahami “TADOHE’IME ATAU DOKTRIN/DOGMATIKA TADOHE’ISME”.

e. Dalam kenyataan imbasnya masih terasa sampai sekarang yaitu pada keturunan Tadohe’ tidak suka untuk menerima kenyataan apabila kehidupan Mododatu Bolaang Mongondow masa lalu sebelum periode Pemangku Jabatan Raja-Tadohe’(bukan raja) dan Raja-Raja Manoppo untuk diangkat kembali karena kenyataannya rakyat atau penguasa kerajaan Bolaang Mongondow kalau bole di ibaratkan, misalkan lihat udang di mana apabila kita memasak udang apabila dibakar kenyataannya sama-sama merah begitulah manusia sama di hadapan Tuhan.

f. “DOGMATIKA TADOHE’ISME” menutup-nutupi eksistensi kaum Mododatu Bolaang Mongondow yang lain yaitu fam-fam atau marga-marga : GUMALANGIT; GINSAPONDO atau Tumanurung; PONDADAT(ayah kandung dari Raja Ponamon) atau leluhurnya(kakeknya) Raja Paputungan, dll.; TAMBARIGI; GOLONGGOM; GINUPIT; YAYUBANGKAI; PONAMON; MAMONTO; PAPUTUNGAN; KOLOPITA; BUSISI; SIMBALA; DAMOKIONG; BAHANSUBU; LOBANSUBU; DOLOT; GINOGA; DATUELA; DAMOKIONG; DAMOPOLII putranya Yayubangkai; DAMOPOLII putranya Paputungan; DABIT; BANGKIANG; MAKALALAG; MOKOTOLOI; POLO; MAKALALO; MALASAI; MALAH; MOKOAGOW; LOMBAN; DUWATA’ atau DUATA’; BONDE; DAKOTEGELAN; KOINSING; MOKOAPA; MOKODOMPIT; KOBANDAHA; KUNSI’; PINUYUT; BANGOL(dari jalur keturunan Mamonto); MANGGOPA; GULIMAT MOKOAGOW; PANGGULU; MAKALUNSENGE; MOKOTOLOI; POLO; PUDUL,
beserta keturunan-keturunannya yang tidak dapat disebutkan satu persatu secara Patrilineal.

g. Maka untuk menutup-nutupi kebenaran sejarah Kerajaan Bolaang Mongondow digiring ke kebudayaan dan kesenian supaya orang Bolaang Mongondow lupa dan takut untuk mempelajari keberadaan dirinya sendiri yang notabennya adala “GOLONGAN MODODATU” atau “KETURUNAN MOKODOLUDUT SECARA PATRILINEAL” karena berdasarkan data-data silsilah dan hikayat Raja-Raja Loloda Mokoagow atau Para Datu Binangkang sesuai dengan Aturan Tua atau Hukum Lama kerajaan Bolaang Mongondow dalam W. Dunnebier tahun 1984 halaman 21 yang berbunyi : “PENGANGKATAN RAJA SENANTIASA AKAN DIPILIH DARI PIHAK PRIA KETURUNAN RAJA-RAJA”.

2. REFERENSI TENTANG “GELAR DATU BINANGKANG” atau “RAJA LOLODA MOKOAGOW” pernah dijabat atau disandang oleh Raja-Raja Bolaang Mongondow sebelum dan sesudah periode Punu’ Molantud Mokodoludut termasuk “RAJA MANGGOPAKILAT DAN RAJA-RAJA BOLAANG MONGONDOW LAINNYA YANG MASIH DIKETAHUI MAUPUN SUDAH TIDAK DIKETAHUI LAGI OLEH MASYARAKAT” yang dalam istilah uraian dan pedoman para penulis-penulis atau indolog-indolog Belanda termasuk W. Dunnebier sendiri, menggunakan salah satu peggangan, pandangan, acuan, atau tumpuan dalam mengkaji perihal manusia dizaman purba yang dikenal dalam pengistilahan bahasa Belanda dengan “SCHEPPPINGSVERHALEN”, yaitu “Perihal asal muasal, asal usul, cerita-cerita tentang terciptanya sebuah kerajaan dan lain sebagainya”.

Dalam konteks sejarah Bolaang Mongondow, maka pengertiannya antara lain, yaitu merujuk kepada raja-raja Bolaang Mongondow yang masih diketahui ataupun yang sudah tidak diketahui lagi oleh masyarakat yang dikenal juga dengan nama “Ki Abo’ Mokoagow atau Ki Mokoagow”, karena seluruh raja-raja Bolaang Mongondow dari zaman purbakala sampai raja terakhir yaitu Raja H. J. C. Manoppo yang menjabat tahun1947-1950 M juga mengunakan jabatan yang sama, yaitu gelar kepala kerajaan Bolaang Mongondow yang dikenal dengan sebutan, pewarta “Punu’(Raja) Loloda Mokoagow atau Datu Binangkang melalui prosesi pengangkatan secara adat” dapat kita lihat dalam penamaan bahwa Raja Loloda Mokoagow itu bukan cuma ayahnya Raja Jacobus Manoppo dan Raja Makalunsenge tetapi juga pernah disandang oleh Raja-Raja Bolaang Mongondow sebelum dan sesudah periode Punu’ Molantud Mokodoludut yaitu dapat kita lihat dalam buku “Tidjschr. Ind. T. L. en Vl., deel XXXV pada halaman 32(yang juga berisikan antara lain pasal 2 berlebel “tgl. 14 hari bulan ke-sembilan tahun 1849” yang dalam halaman terjemahan W. Dunnebier tahun 1984 diplesetkan oleh penterjemah menjadi halaman 23)”, mengatakan “RAJA-RAJA LOLODA MOKOAGOW” atau “RADJA-RADJA BINANGKONG” yang mana bukan hanya menyebutkan “RAJA” saja tetapi “RAJA-RAJA” yang menerangkan kata “Raja” secara jamak atau lebih dari satu orang yang artinya adalah “BANYAK” atau “MERUJUK KEPADA RAJA-RAJA BOLAANG MONGONDOW YANG MASIH DIKETAHUI ATAUPUN YANG SUDAH TIDAK DIKETAHUI LAGI OLEH MASYARAKAT”.

Adapun isinya yaitu berbunyi : “MENAMBAHI DERI KAOEL DAN PERDJANDJIAN DIBOEAT PENGAKOEWAN DAN DI BERTEGOEHKEN SEGALA HAL-HAL DIANTARA OLEH AKOE PADOEKA RADJA JOHANNIS MANUEL MENOPO SERTA MANTRI2 KOE JANG BERGOENA SEKARANG SOEDA MEINGKOE DAN MENGERTI HADAT2 DI TANAH KERADJAAN BOLAANG MONGONDO, DARI WAKTOE TETEK-KOE RADJA-RADJA BINANGKONG, JACOBUS MENOPO, FRANCISCUS MENOPO, SALOMON MENOPO, EUGENIUS MENOPO, CHRISTOFFEL MENOPO, MARCUS MENOPO, EMANUEL MENOPO, CORNELIS MENOPO DAN ISMAEL CORNELIS MENOPO, SEKARANG SOEDAH DI TAMBAHI DAN DIBAHAROEI DAN MENGERTI PERDJANDJIAN DI BOEWAT MENGAKOEWAN JANG BAHROE.1).

“Kode 1)” yaitu Het Genootschap heft gemmend dit stuk, betwelk volgens bericht van den Heer Dr. SIEBER CEN woor delijk afschriff is, onver soderd te moeteu publiceeren. Redactie. Tijdshr. Ind. L. en Vk., deel XXXV. 32(yang dalam terjemahan W. Dunnebier tahun 1984 diplesetkan menjadi halaman 23 oleh penterjemah)” mengatakan “Raja-Raja Loloda Mokoagow” atau “Radja-Radja Binangkong” yang mana bukan hanya menyebutkan “Raja” saja tetapi “Raja-Raja” yang menerangkan kata “Raja” secara jamak atau lebih dari satu orang yang artinya adalah banyak.

Dapat kita lihat juga dalam buku “Tijdschrift voor Indische Taal, Land, en Volkenkunde{Risalah untuk Bahasa, Wilayah dan Ilmu bahasa Hindia- yang dikeluarkan oleh Bataviaach Genootschap(Perkumpulan Ilmuan Jakarta) tentang Keahlian dan Ilmu Pengetahuan Di XXXV 1893, HALAMAN 481 v.; lihat juga notulen Bat. Gen. ini tgl. 5 Pebruari 1895 DI XXXIII, halaman 23 dan 32}” yang dalam hal ini kata yang jamak yaitu kata Radja-Radja oleh W. Dunnebier tahun 1984 halaman 39 sengaja diplesetkan atau dikaburkan sehingga kata Ulang RADJA-RADJA BINANGKONG yang artinya “MERUJUK KEPADA RAJA-RAJA BOLAANG MONGONDOW YANG MASIH DIKETAHUI ATAUPUN YANG SUDAH TIDAK DIKETAHUI LAGI OLEH MASYARAKAT” yang dikaburkan dan diplesetkan oleh W. Dunnebier dalam tulisannnya tahun 1984 halaman 39 sehingga berakibat kepada SEOLAH-OLAH RADJA BINANGKONG ITU CUMA SATU YAITU AYAHNYA RAJA JACOBUS MANOPPO. Upaya-upaya ini juga sesuai dengan pandapat ahli sejarah Inggris yang bernama Arnold J. Toynbee yang intinya kurang lebih bahwa dalam penulisan sejarah harus ada kesinambungan sejarah secara utuh dan menyeluruh dan tidak boleh dipenggal-penggal, dipotong-potong, dikusutkan/dikacaukan, dialihkan, dihilang-hilangkan/dihilangkan/tidak ditulis, diplestkan terus langsung didaulat tidak ada dimana hal ini merupakan suatu bentuk pemerkosaan terhadap peradaban tertentu untuk dimanipulasi lalu hasil manipulasi tersebut digolongkan atau dialihkan ke dalam peradaban yang lain dalam penulisan sejarah, seperti yang dilakukan oleh W. Dunnebier beserta para penguasa dan sebagian tokoh adat pada saat itu antara lainnya W. Dunnebier tahun 1984.

Adapun upaya untuk mengelabui agar para Mododatu Bolaang Mongondow yaitu marga-marga atau fam-fam : GUMALANGIT; GINSAPONDO atau Tumanurung; PONDADAT(ayah kandung dari Raja Ponamon) atau leluhurnya(kakeknya) Raja Paputungan, dll.; TAMBARIGI; GOLONGGOM; GINUPIT; YAYUBANGKAI; PONAMON; MAMONTO; PAPUTUNGAN; KOLOPITA; BUSISI; SIMBALA; DAMOKIONG; BAHANSUBU; LOBANSUBU; DOLOT; GINOGA; DATUELA; DAMOKIONG; DAMOPOLII putranya Yayubangkai; DAMOPOLII putranya Paputungan; DABIT; BANGKIANG; MAKALALAG; MOKOTOLOI; POLO; MAKALALO; MALASAI; MALAH; MOKOAGOW; LOMBAN; GULIMAT MOKOAGOW; DUWATA’ atau DUATA’; BONDE; DAKOTEGELAN; KOINSING; MOKOAPA; MOKODOMPIT; KOBANDAHA; KUNSI’; PINUYUT; BANGOL(dari jalur keturunan Mamonto); MANGGOPA; PANGGULU; MAKALUNSENGE; MOKOTOLOI; POLO; PUDUL, beserta keturunan-keturunannya yang tidak dapat disebutkan satu persatu secara Patrilineal agar jangan sampai muncul kepermukaan dapat kita ketahui dari upaya agar supaya Gelar Datu Binangkang agar kesannya Cuma disandang oleh anaknya Raja Tadohe atau ayahnya Raja Jacobus Manoppo yang bernama Loloda Mokoagow. Adapun keterjebakan tentang penamaam “Loloda Mokoagow” oleh Dunnebier selama ini secara turun temurun, sengaja ataupun tidak disengaja, telah menghapuskan, memelintirkan, merobah, memutarbalikan, dan membelokkan makna dari penamaan Punu’ atau Raja Loloda Mokoagow itu sendiri, yang Dunnebier kultuskan hanya kepada putranya Tadohe’ atau juga ayah kandungnya Jacobus Manoppo, yang diakibatkan oleh keterbatasan Dunnebier dalam menerapkan, menjelaskan, menguraikan, ruang lingkup wawasannya, analisa, penjelasan yang kurang atau jauh sekali dari pada cukup, termasuk penggunaan bahasa dan lain sebagainya. Sehingga keterjebakan penamaan tersebut telah menciptakan kekeliruan pengistilahan maupun pewartaan atau sebutan kepada nama atau juga gelar punu’-punu’(raja-raja) Bolaang Mongondow secara keseluruhan yang seolah-olah hanya dikenal pada nama kecil dari putra Pejabat Jabatan Raja-Tadohe’(bukan raja) karena akibat mempunyai nama yang sama atau GANDA(double atau juga pengertian dan pemahaman yang confusion/Konfusi=yang menyebabkan kekacauan, kebingungan, kekusutan/kusut dan kerusakan dalam pengistilahan dan pemahaman dalam tata bahasa dan tata penulisan sejarah kerajaan Bolaang Mongondow secara sistematis dan intelektual) yang disandangnya bersamaan secara kebetulan, yaitu sebagai berikut :

3. Loloda Mokoagow sebagai nama bawaan sejak kecil dari ayahnya Raja Jacobus Manoppo atau juga putra Tadohe’, dan Raja-Raja Bolaang Mongondow sebelum maupun sesudah Punu’ Molantud Mokodoludut yang masih diketahui maupun yang sudah tidak diketahui lagi oleh masyarakat.

4. Loloda Mokoagow yaitu sebagai gelar kepala kerajaan(raja) Bolaang Mongondow yang sudah dipakai sejak zaman purbakala, yang pernah juga dijabat oleh seluruh leluhur-leluhurnya orang Bolaang Mongondow, di mana pula nama tersebut sering dipakai oleh keturunan-keturunan para punu’ Bolaang Mongondow sebelum dan sesudah periode Tule’ Tadohe’ secara turun temurun, dan dapat dilihat pada daftar silsila dari berbagai sumber literatur dan data-data yang ada dimana juga pihak leluhurnya Tadohe’ termasuk Tadohe sendiri dimasa berada dalam kekuasaan pihak leluhurnya Raja Paputungan dan Tadohe beserta leluhur dan keturunan-keturunannya pernah menjabat dan berstatus sebagai Kohongian, Simpal, Tahiq, Yobuat, Nonow, atau ata(bawahan) sesuai siklus, roda perjalanan waktu dan silih bergantinya periode-periode kepemimpinan sebagai raja tertinggi maupun raja bawahan atau taklukan di bawah kekuasaan tertinggi raja-raja Bolaang Mongondow.

3. UPAYA UNTUK MENGELABUI AGAR SUPAYA GELAR DATU BINANGKANG KABUR DALAM SEJARAH RAJA-RAJA LOLODA MOKOAGOW SEBELUM DAN SESUDAH PUNU’ MOLANTUD MOKODOLUDUT TERMASUK “RAJA MANGGOPAKILAT” dapat juga kita telusuri dengan pendapat bahwa “REFERENSINYA TIDAK ADA” yang jelas masuk dalam kategori “MANAGEMEN IMPRESSION” atau “KESAN MANAJEMEN” yang dalam bahasa mongondow dapat diartikan dengan istilah atau sebutan “LONUA’, AMBUNGANGA, MONIGALA, KANDI, ATAUPUN GARATA’ sebab referensinya sudah ada antara lainnya dalam buku “Tidjschr. Ind. T. L. en Vl., deel XXXV pada halaman 32(yang juga berisikan antara lain pasal 2 berlebel “tgl. 14 hari bulan ke-sembilan tahun 1849”)”, mengatakan “RAJA-RAJA LOLODA MOKOAGOW” atau “RADJA-RADJA BINANGKONG” yang mana bukan hanya menyebutkan “RAJA” saja tetapi “RAJA-RAJA” yang menerangkan kata “Raja” secara jamak atau lebih dari satu orang yang artinya adalah “BANYAK” atau “MERUJUK KEPADA RAJA-RAJA BOLAANG MONGONDOW YANG MASIH DIKETAHUI ATAUPUN YANG SUDAH TIDAK DIKETAHUI LAGI OLEH MASYARAKAT ATAU ”.

Dan upaya-upaya ini juga sesuai dengan pandapat ahli sejarah Inggris yang bernama Arnold J. Toynbee yang intinya kurang lebih bahwa dalam penulisan sejarah harus ada kesinambungan sejarah secara utuh dan menyeluruh dan tidak boleh dipenggal-penggal, dipotong-potong, dikusutkan/dikacaukan, dialihkan, dihilang-hilangkan/dihilangkan/tidak ditulis, diplestkan terus langsung didaulat tidak ada dimana hal ini merupakan suatu bentuk pemerkosaan terhadap peradaban tertentu untuk dimanipulasi lalu hasil manipulasi tersebut digolongkan atau dialihkan ke dalam peradaban yang lain dalam penulisan sejarah, seperti yang dilakukan oleh W. Dunnebier beserta para penguasa dan sebagian tokoh adat pada saat itu antara lainnya W. Dunnebier tahun 1984 terhadap penulisan sejarah raja-raja kerajaan Bolaang Mongondow termasuk dalam buku karya-karyanya dan para penulis kontemporer lokal lainnya adalah hanya penamaan-penamaan dalam kategori “MANAGEMEN IMPRESSION” atau “KESAN MANAJEMEN” YANG DALAM BAHASA MONGONDOW DAPAT DIARTIKAN DENGAN ISTILAH ATAU SEBUTAN “LONUA’, AMBUNGANGA, MONIGALA, KANDI, ATAUPUN GARATA’.

Referensi terkait dapat juga kita lihat dalam artikel yang ditulis oleh Mohamad Adriansyah Mamonto yang masing-masing berjudul :
a. Penulisan Sejarah Raja-Raja Loloda Mokoagow Atau Para Datu Binangkang
b. Mododatu In Bolaang Mongondow Dan Pembatasan Penulisan Sejarah Untuk Kepentingan Penguasa Era W. Dunnebier, Edisi Pertama, Jumat 16 April 2010
c. W. Dunnebier tahun 1984 yang berjudul Mengenal Sejarah Raja-Raja Bolaang Mongondow
d. dan lain-lain yang berkenaan dengan Gelar Datu Binangkang atau Raja-Raja Binagkang/Radja-Radja Binagkong dalam “Tidjschr. Ind. T. L. en Vl., deel XXXV pada halaman 32(yang juga berisikan antara lain pasal 2 berlebel “tgl. 14 hari bulan ke-sembilan tahun 1849”)”, mengatakan “RAJA-RAJA LOLODA MOKOAGOW” atau “RADJA-RADJA BINANGKONG” yang mana bukan hanya menyebutkan “RAJA” saja tetapi “RAJA-RAJA” yang menerangkan kata “Raja” secara jamak atau lebih dari satu orang yang artinya adalah “BANYAK” atau “MERUJUK KEPADA RAJA-RAJA BOLAANG MONGONDOW YANG MASIH DIKETAHUI ATAUPUN YANG SUDAH TIDAK DIKETAHUI LAGI OLEH MASYARAKAT”. Lihat “Tidjschr. Ind. T. L. en Vl., deel XXXV pada halaman 32(yang juga berisikan antara lain pasal 2 berlebel “tgl. 14 hari bulan ke-sembilan tahun 1849”)”, mengatakan “RAJA-RAJA LOLODA MOKOAGOW” atau “RADJA-RADJA BINANGKONG” yang mana bukan hanya menyebutkan “RAJA” saja tetapi “RAJA-RAJA” yang menerangkan kata “Raja” secara jamak atau lebih dari satu orang yang artinya adalah “BANYAK” atau “MERUJUK KEPADA RAJA-RAJA BOLAANG MONGONDOW YANG MASIH DIKETAHUI ATAUPUN YANG SUDAH TIDAK DIKETAHUI LAGI OLEH MASYARAKAT”. Adapun isinya yaitu berbunyi :

“MENAMBAHI DERI KAOEL DAN PERDJANDJIAN DIBOEAT PENGAKOEWAN DAN DI BERTEGOEHKEN SEGALA HAL-HAL DIANTARA OLEH AKOE PADOEKA RADJA JOHANNIS MANUEL MENOPO SERTA MANTRI2 KOE JANG BERGOENA SEKARANG SOEDA MEINGKOE DAN MENGERTI HADAT2 DI TANAH KERADJAAN BOLAANG MONGONDO, DARI WAKTOE TETEK-KOE RADJA-RADJA BINANGKONG, JACOBUS MENOPO, FRANCISCUS MENOPO, SALOMON MENOPO, EUGENIUS MENOPO, CHRISTOFFEL MENOPO, MARCUS MENOPO, EMANUEL MENOPPO, CORNELIS MENOPO DAN ISMAEL CORNELIS MENOPO, SEKARANG SOEDAH DI TAMBAHI DAN DIBAHAROEI DAN MENGERTI PERDJANDJIAN DI BOEWAT MENGAKOEWAN JANG BAHROE.1).

Kode 1) yaitu Het Genootschap heft gemmend dit stuk, betwelk volgens bericht van den Heer Dr. SIEBER CEN woor delijk afschriff is, onver soderd te moeteu publiceeren. Redactie. Tijdshr. Ind. L. en Vk., deel XXXV. 32.”, mengatakan “Raja-Raja Loloda Mokoagow” atau “Radja-Radja Binangkong” yang mana bukan hanya menyebutkan “Raja” saja tetapi “Raja-Raja” yang menerangkan kata “Raja” secara jamak atau lebih dari satu orang yang artinya adalah banyak. Dapat kita lihat juga dalam buku “Tijdschrift voor Indische Taal, Land, en Volkenkunde{Risalah untuk Bahasa, Wilayah dan Ilmu bahasa Hindia- yang dikeluarkan oleh Bataviaach Genootschap(Perkumpulan Ilmuan Jakarta) tentang Keahlian dan Ilmu Pengetahuan Di XXXV 1893, HALAMAN 481 v.; lihat juga notulen Bat. Gen. ini tgl. 5 Pebruari 1895 DI XXXIII, halaman 23 dan 32}” yang dalam hal ini kata yang jamak yaitu kata Radja-Radja oleh W. Dunnebier tahun 1984 halaman 39 sengaja diplesetkan atau dikaburkan sehingga kata Ulang RADJA-RADJA BINANGKONG yang artinya “MERUJUK KEPADA RAJA-RAJA BOLAANG MONGONDOW YANG MASIH DIKETAHUI ATAUPUN YANG SUDAH TIDAK DIKETAHUI LAGI OLEH MASYARAKAT” yang dikaburkan dan diplesetkan oleh W. Dunnebier dalam tulisannnya tahun 1984 halaman 39 sehingga berakibat kepada SEOLAH-OLAH RADJA BINANGKONG ITU CUMA SATU YAITU AYAHNYA RAJA JACOBUS MANOPPO.

Upaya-upaya ini juga sesuai dengan pandapat ahli sejarah Inggris yang bernama Arnold J. Toynbee yang intinya kurang lebih bahwa dalam penulisan sejarah harus ada kesinambungan sejarah secara utuh dan menyeluruh dan tidak boleh dipenggal-penggal, dipotong-potong, dikusutkan/dikacaukan, dialihkan, dihilang-hilangkan/dihilangkan/tidak ditulis, diplestkan terus langsung didaulat tidak ada dimana hal ini merupakan suatu bentuk pemerkosaan terhadap peradaban tertentu untuk dimanipulasi lalu hasil manipulasi tersebut digolongkan atau dialihkan ke dalam peradaban yang lain dalam penulisan sejarah, seperti yang dilakukan oleh W. Dunnebier beserta para penguasa dan sebagian tokoh adat pada saat itu antara lainnya W. Dunnebier tahun 1984 dan penterjemah bukunya W. Dunnebier tahun 1984 tersebut.



SUMBER DATA : Berdasarkan karya-karyanya W. Dunnebier sendiri, dan lainnya.

ARTKEL TERKAIT



2 comments:

bram.sugeha said...

Terimakasih banyak tulisannya sangat mencerahkan...

Semoga banyak kontributor yang faham tentang sejarah Mongondow melengkapi artikel yang telah dibuat...

Salam hormat
Bram
abraham.sugeha@yahoo.co.id
abraham.sugeha@gmail.com

bram.sugeha said...

Sangat mencerahkan utk memahami latar belakan sejarah Bolaang Mongondow