Monday, September 26, 2011

Negara Kertagama Book (3)

Negara Kertagama - Bagian 3

Penyekaran di pasareyan dilakukan dengan sangat hormat.
"Memegat sigi" nama upacara penyekaran itu.
Upacara berlangsung menepati segenap aturan. Mulai dengan jamuan makan meriah tanpa upama.
Para patih mengarak Sri Paduka menuju paseban.
Genderang dan kendang bergetar mengikuti gerak tandak.
Habis penyekaran raja menghirup segala kesukaan.
Mengunjungi desa-desa disekitarnya genap lengkap.
Beberapa malam lamanya berlumba dalam kesukaan.
Memeluk wanita cantik dan meriba gadis remaja.
Kalayu ditinggalkan, perjalanan menuju Kutugan.
Melalui Kebon Agung, sampai Kambangrawi bermalam.
Tanah anugerah Sri Nata kepada Tumenggung Nala.
Candinya Buda menjulang tinggi, sangat elok bentuknya.
Perjamuan Tumenggung Empu Nala jauh dari cela.
Tidak diuraikan betapa lahap Sri Baginda bersantap.
Paginya berangkat lagi ke Halses, Berurang, Patunjungan.
Terus langsung melintasi Patentanan, Tarub dan Lesan.

Segera Sri Paduka sampai di Pajarakan, di sana bermalam empat hari.
Di tanah lapang sebelah selatan candi Buda beliau memasang tenda.
Dipimpin Arya Sujanotama para mantri dan pendeta datang menghadap.
Menghaturkan pacitan dan santapan, girang menerima anugerah uang.
Berangkat dari situ Sri Paduka menuju asrama di rimba Sagara.
Mendaki bukit-bukit ke arah selatan dan melintasi terusan Buluh.
Melalui wilayah Gede, sebentar lagi sampai di asrama Sagara.
Letaknya gaib ajaib di tengah-tengah hutan membangkitkan rasa kagum rindu.
Sang pujangga Empu Prapanca yang memang senang bermenung tidak selalu menghadap.
Girang melancong ke taman melepaskan lelah melupakan segala duka.
Rela melalaikan paseban mengabaikan tata tertib para pendeta.
Memburu nafsu menjelajah rumah berbanjar-banjar dalam deretan berjajar.
Tiba di taman bertingkat, di tepi pesanggrahan tempat bunga tumbuh lebat.

Suka cita Empu Prapanca membaca cacahan (pahatan) dengan slokanya di dalam cinta. Di atas tiap atap terpahat ucapan seloka yang disertai nama Pancaksara pada penghabisan tempat terpahat samar-samar, menggirangkan.
Pemandiannya penuh lukisan dongengan berpagar batu gosok tinggi.
Berhamburan bunga nagakusuma di halaman yang dilingkungi selokan Andung, karawira, kayu mas, menur serta kayu puring dan lain-lainnya.
Kelapa gading kuning rendah menguntai di sudut mengharu rindu pandangan.
Tiada sampailah kata meraih keindahan asrama yang gaib dan ajaib.
Beratapkan hijuk, dari dalam dan luar berkesan kerasnya tata tertib.
Semua para pertapa, wanita dan priya, tua muda nampaknya bijak.
Luput dari cela dan klesa, seolah-olah Siwapada di atas dunia.

Habis berkeliling asrama, Sri Paduka lalu dijamu.
Para pendeta pertapa yang ucapannya sedap resap.
Segala santapan yang tersedia dalam pertapan.
Sri Paduka membalas harta. membuat mereka gembira.
Dalam pertukaran kata tentang arti kependetaan.
Mereka mencurahkan isi hati, tiada tertahan.
Akhirnya cengkerma ke taman penuh dengan kesukaan Kegirang-girangan para pendeta tercengang memandang.
Habis kesukaan memberi isyarat akan berangkat.
Pandang sayang yang ditinggal mengikuti langkah yang pergi.
Bahkan yang masih remaja putri sengaja merenung.
Batinnya : dewa asmara turun untuk datang menggoda. Sri Paduka berangkat, asrama tinggal berkabung.
Bambu menutup mata sedih melepas selubung.
Sirih menangis merintih, ayam raga menjerit.
Tiung mengeluh sedih, menitikkan air matanya.
Kereta lari cepat, karena jalan menurun.
Melintasi rumah dan sawah di tepi jalan.
Segera sampai Arya, menginap satu malam.
Paginya ke utara menuju desa Ganding.
Para mentri mancanegara dikepalai Singadikara, serta pendeta Siwa-Buda.

Membawa santapan sedap dengan upacara.
Gembira dibalas Sri Paduka dengan mas dan kain.
Agak lama berhenti seraya istirahat.
Mengunjungi para penduduk segenap desa.
Kemudian menuju Sungai Gawe, Sumanding, Borang, Banger, Baremi lalu lurus ke barat.
Sampai Pasuruan menyimpang jalan ke selatan menuju Kepanjangan.
Menganut jalan raya kereta lari beriring-iring ke Andoh Wawang ke Kedung Peluk dan ke Hambal, desa penghabisan dalam ingatan.
Segera Sri Paduka menuju kota Singasari bermalam di balai kota.
Empu Prapanca tinggal di sebelah barat Pasuruan. Ingin terus melancong menuju asrama. Indarbaru yang letaknya di daerah desa.
Hujung Berkunjung di rumah pengawasnya, menanyakan perkara tanah asrama. Lempengan Serat Kekancingan pengukuh diperlihatkan, jelas setelah dibaca.
Isi Serat Kekancingan : tanah datar serta lembah dan gunungnya milik wihara.
Begitupula sebagian Markaman, ladang Balunghura, sawah Hujung Isi Serat Kekancingan membujuk sang pujangga untuk tinggal jauh dari pura.
Bila telah habis kerja di pura, ingin ia menyingkir ke Indarbaru.
Sebabnya terburu-buru berangkat setelah dijamu bapa asrama karena ingat akan giliran menghadap di balai Singasari.
Habis menyekar di candi makam, Sri Paduka mengumbar nafsu kesukaan.
Menghirup sari pemandangan di Kedung Biru, Kasurangganan dan Bureng.

Pada subakala Sri Paduka berangkat ke selatan menuju Kagenengan.
Akan berbakti kepada pasareyan batara bersama segala pengiringnya Harta. perlengkapan. makanan. dan bunga mengikuti jalannya kendaraan.
Didahului kibaran bendera,sdisambut sorak-sorai dari penonton.
Habis penyekaran, Baginda keluar dikerumuni segenap rakyat.
Pendeta Siwa-Buda dan para bangsawan berderet leret di sisi beliau.
Tidak diceritakan betapa rahap Sri Paduka bersantap sehingga puas.
Segenap rakyat girang menerima anugerah bahan pakaian yang indah.
Tersebut keindahan candi makam, bentuknya tiada bertara.

Pintu masuk terlalu lebar lagi tinggi, bersabuk dari luar.
Di dalam terbentang halaman dengan rumah berderet di tepinya.
Ditanami aneka ragam bunga, tanjung, nagasari ajaib.
Menara lampai menjulang tinggi di tengah-tengah, terlalu indah.
Seperti gunung Meru dengan arca Batara Siwa di dalamnya.
Karena Girinata putra disembah bagai dewa batara.
Datu leluhur Sri Naranata yang disembah di seluruh dunia.
Sebelah selatan candi pasareyan ada candi sunyi terbengkalai.
Tembok serta pintunya yang masih berdiri, berciri kasogatan lantai di dalam.
Hilang kakinya bagian barat, tinggal yang timur.
Sanggar dan pemujaan yang utuh, bertembok tinggi dari batu merah.
Di sebelah utara, tanah bekas kaki rumah sudahlah rata.
Terpencar tanamannya nagapuspa serta salaga di halaman.
Di luar gapura pabaktan luhur, tapi telah longsor tanahnya.
Halamannya luas tertutup rumput, jalannya penuh dengan lumut laksana wanita sakit merana lukisannya lesu-pucat.
Berhamburan daun cemara yang ditempuh angin, kusut bergelung.
Kelapa gading melulur tapasnya, pinang letih lusuh merayu.

Buluh gading melepas kainnya, layu merana tak ada hentinya.
Sedih mata yang memandang, tak berdaya untuk menyembuhkannya.
Kecuali menanti Hayam Wuruk sumber hidup segala makhluk.
Beliau mashur bagai raja utama, bijak memperbaiki jagad.
Pengasih bagi yang menderita sedih, sungguh titisan batara.
Tersebut lagi, paginya Sri Paduka berkunjung ke candi Kidal.
Sesudah menyembah batara, larut hari berangkat ke Jajago.
Habis menghadap arca Jina, beliau berangkat ke penginapan.
Paginya menuju Singasari, belum lelah telah sampai Bureng.
Keindahan Bureng : telaga bergumpal airnya jernih.
Kebiru-biruan, di tengahnya candi karang bermekala.
Tepinya rumah berderet, penuh pelbagai ragam bunga.
Tujuan para pelancong penyerap sari kesenangan.
Terlewati keindahannya, berganti cerita narpati.
Setelah reda terik matahari, melintas tegal tinggi.

Rumputnya tebal rata, hijau mengkilat, indah terpandang.
Luas terlihat laksana lautan kecil berombak jurang.
Seraya berkeliling kereta lari tergesa-gesa.
Menuju Singasari, segera masuk ke pesanggrahan.
Sang pujangga singgah di rumah pendeta Buda, sarjana.
Pengawas candi dan silsilah raja, pantas dikunjungi.
Telah lanjut umurnya, jauh melintasi seribu bulan.
Setia, sopan, darah luhur, keluarga raja dan mashur.
Meski sempurna dalam karya, jauh dari tingkah tekebur.
Terpuji pekerjaannya, pantas ditiru keinsafannya.
Tamu diterima dengan girang dan ditegur : "Wahai orang bahagia, pujangga besar pengiring raja, pelindung dan pengasih keluarga yang mengharap kasih.
Jamuan apa yang layak bagi paduka dan tersedia?"
Maksud kedatangannya: ingin tahu sejarah leluhur para raja yang dicandikan, masih selalu dihadap.
Ceriterakanlah mulai dengan Batara Kagenengan.
Ceriterakan sejarahnya jadi putra Girinata.

Paduka Empuku menjawab : "Rakawi maksud paduka sungguh merayu hati.
Sungguh paduka pujangga lepas budi.
Tak putus menambah ilmu, mahkota hidup. Izinkan saya akan segera mulai.
Cita disucikan dengan air sendang tujuh".
Terpuji Siwa! Terpuji Girinata! Semoga terhindar aral, waktu bertutur. Semoga rakawi bersifat pengampun.
Di antara kata mungkin terselib salah. Harap percaya kepada orang tua. Kurang atau lebih janganlah dicela.
Pada tahun 1104 Saka ada raja perwira yuda Putra Girinata, konon kabarnya lahir di dunia tanpa ibu.
Semua orang tunduk, sujud menyembah kaki bagai tanda bakti.
Sri Ranggah Rajasa nama beliau, penggempur musuh pahlawan bijak.
Daerah luas sebelah timur gunung Kawi terkenal subur makmur.
Di situlah tempat putra Sang Girinata menunaikan darmanya.
Menggirangkan budiman, menyirnakan penjahat, meneguhkan negara, ibukota negara bernama Kotaraja, penduduknya sangat terganggu.
Tahun 1144 Saka, beliau melawan raja Kediri Sang Adiperwira Kretajaya, putus sastra serta tatwopadesa.
Kalah, ketakutan, melarikan diri ke dalam biara terpencil.
Semua pengawal dan perwira tentara yang tinggal, mati terbunuh.
Setelah kalah Narpati Kediri, Jawa di dalam ketakutan.
Semua raja datang menyembah membawa tanda bakti hasil tanah.
Bersatu Jenggala Kediri di bawah kuasa satu raja sakti.
Cikal bakal para raja agung yang akan memerintah pulau Jawa.
Makin bertambah besar kuasa dan megah putra sang Girinata.
Terjamin keselatamatan pulau Jawa selama menyembah kakinya.
Tahun 1149 Saka beliau kembali ke Siwapada.
Dicandikan di Kagenengan bagai Siwa, di Usana bagai Buda.

Batara Anusapati putra Sri Paduka, berganti dalam kekuasaan.
Selama pemerintahannya. tanah Jawa kokoh sentosa, bersembah bakti.
Tahun 1170 Saka beliau pulang ke Siwaloka.
Cahaya beliau diujudkan arca Siwa gemilang di candi pasareyan Kidal.
Batara Wisnu Wardana, putra Sri Paduka, berganti dalam kekuasaan.
Beserta Narasinga bagai Madawa dengan Indra memerintah negara Beliau memusnahkan perusuh Linggapati serta segenap pengikutnya.
Takut semua musuh kepada beliau sungguh titisan Siwa di bumi.
Tahun 1176 Saka, Batara Wisnu menobatkan putranya.
Segenap rakyat Kediri Jenggala berduyun-duyun ke pura mangastubagia.
Prabu Kerta Negara nama gelarannya, tetap demikian seterusnya.
Daerah Kotaraja bertambah makmur, berganti nama praja Singasari.
Tahun 1192, Raja Wisnu berpulang. Dicandikan di Waleri berlambang arca Siwa, di Jajago arca Buda.
Sementara itu Batara Nara Singa Murti pun pulang ke Surapada.
Dicandikan di Wengker, di Kumeper diarcakan bagai Siwa mahadewa.
Tersebut Sri Paduka Kertanagara membinasakan perusuh, penjahat.
Bernama Cayaraja, gugur pada tahun Saka 1192.
Tahun 1197 Saka, Sri Paduka menyuruh tundukkan Melayu.
Berharap Melayu takut kedewaan beliau tunduk begitu sahaja.

Tahun 1202 Saka, Sri Paduka Prabu memberantas penjahat Mahisa Rangga, karena jahat tingkahnya dibenci seluruh negara.
Tahun 1206 Saka, mengirim utusan menghancurkan Bali.
Setelah kalah rajanya menghadap Sri Paduka sebagai orang tawanan.
Demikianlah dari empat jurusan orang lari berlindung di bawah Sri Paduka.
Seluruh Pahang, segenap Melayu tunduk menekur di hadapan beliau.
Seluruh Gurun, segenap Bakulapura lari mencari perlindungan.
Sunda Madura tak perlu dikatakan, sebab sudah terang setanah Jawa.
Jauh dari tingkah alpa dan congkak, Sri Paduka waspada, tawakal dan bijak.
Faham akan segala seluk beluk pemerintahan sejak zaman Kali.
Karenanya tawakal dalam agama dan tapa untuk teguhnya ajaran Buda.
Menganut jejak para leluhur demi keselamatan seluruh praja.

Menurut kabar sastra raja Pandawa memerintah sejak zaman Dwapara.
Tahun 1209 Saka, beliau pulang ke Budaloka.
Sepeninggalnya datang zaman Kali, dunia murka, timbul huru hara.
Hanya batara raja yang faham dalam nam guna, dapat menjaga jagad.
Itulah sebabnya Sri Paduka teguh bakti menyembah kaki Sakyamuni.
Teguh tawakal memegang Pancasila, laku utama, upacara suci Gelaran Jina beliau yang sangat mashur ialah Sri Jnanabadreswara.

Putus dalam filsafat, ilmu bahasa dan lain pengetahuan agama.
Berlumba-lumba beliau menghirup sari segala ilmu kebatinan.
Pertama-tama tantra Subuti diselami, intinya masuk ke hati.

ARTKEL TERKAIT



No comments: