Bretton Woods
Bretton Woods adalah kota kecil di Negara Bagian New Hamshire, Amerika Serikat, di dekat White Mountain
National Forest. Pada 1 Juli-22 Juli 1944 di kota ini, di Hotel Mount Washington diselenggarakan sebuah
koferensi yang dihadiri oleh 730 delegasi dari 44 negara. Konferensi ini
menghasilkan kesepakatan tentang aturan, institusi, dan prosedur sistem moneter
internasional, yang kemudian melahirkan tiga institusi keuangan dunia
yaitu Dana Moneter Internasional,Bank Dunia, dan Organisasi Perdagangan Dunia. Anda bisa membaca lebih lanjut
hal ikhwal Bretton Woods di situs Wikipedia.
Saya sih lebih tertarik pada hal-hal yang mungkin luput
dari perhatian umum, atau sepintas tidak ada saling keterkaitannya, tapi
sebetulnya sarat dengan teka-teki, penuh misteri, dan menarik untuk
diinvestigasi.
Pertama, konferensi itu ‘kan diselenggarakan pas
pada saat Perang Dunia II sedang seru dan hebat-hebatnya berkecamuk, ya di
medan perang Eropa-Atlantik, ya di medan perang Asia-Pasifik; dan waktu itu ‘kan amat
sangat belum ketahuan, siap yang bakal menang siapa yang bakal kalah, bukan?
Tapi kok bisa-bisanya, ya, 730 delegasi dari 44 negara, hadir bareng di
Bretton Woods sana? Ini keanehan pertama, seperti ada sutradara yang mengatur.
Kedua, walau pun waktu 1944 itu Amerika Serikat belum tentu menang perang
bersama Sekutu, tapi sejarah mencatat bahwa akhirnya seluruh delegasi sepakat
bahwa nilai mata uang tiap negara ditentukan oleh seberapa besar masing-masing
negara punya emas di bank sentralnya
masing-masing, dan besar kecilnya cadangan emas negara itulah yang menentukan
seberapa besar nilai mata uangnya tatkala di-kurs ke dalam US dollar. Jadi, US
dollar jadi acuan dunia. Itulah inti dari Bretton Woods System.
Tapi anehnya lagi, 27 tahun sesudah itu (1971), justru Presiden Nixon yang
menyatakan bahwa Amerika Serikat ke luar dari Bretton Wood System. Ada apa ini? Pasti ada sebab musababnya,
bukan? Mungkinkah AS ke luar dari Bretton Woods karena tabungannya
tekor gara-gara membiayai perang dingin dengan Uni Soviet? Mungkinkah duitnya
tambah jebol gara-gara balapan dengan Uni Soviet juga dulu-duluan mendaratkan
manusianya ke bulan? Mungkin jugakah duit negara menipis gara-gara perang Korea
dan perang Vietnam dalam konteks teori
domino melawan komunis?
Ketiga, who know.... mungkin semua itu benar dan gara-gara
sebab-sebab tersebut di atas pemerintah Amrik mencetak duit anyar terus menerus
sampai kebablasan melebihi nilai cadangan emasnya, lalu mbalelo?
External Debt
Coba Anda ketik dan klik: List of Countries by
External Debt List of Countries by External Debt. Di sana Anda bisa melihat bahwa
utang luar negeri Indonesia Tahun
2009 besarnya 150,7 Milyar USD! Kalau utang itu bebannya musti dibagi rata
ditanggung oleh rakyat, maka setiap kepala di tanah air republik tercinta ini
ujug-ujug musti bayar 651 USD. Wuaah... berat banget, cing!
Tapi kalau dibading-banding dengan utang luar negerinya banyak negara lain, ternyata itu nggak seberapanya banget. Betul! Mari kita lihat utangnya Pemerintah Federal Amerika Serikat. Negara superpower itu utangnya paling gede, bo', 13,5 triliun USD (2009), jadinya warga Amrik sana musti nanggu utang nyarais 44 ribu USD per kepala. Hmmmm....
Itu kondisi tahun 2009. Adapun tahun 2011 utang negeri Paman Sam sudah mencapai 14,29 trilliun USD,ampir mentok ke batas maksimal pinjaman luar negeri yang bisa ditolerir yaitu konon sebesar 14,5% menurut aturan main perbankan internasional.
Padaposisi Agustus 2011 kono jumlahnya sudah mencapai $16 triliun, dan seberapakah besarnya itu bisa dilihat ilustrasinya di youtube, tinggal klik: $16 Trillion U.S. DEBT - A Visual Perspepective
Tapi kalau dibading-banding dengan utang luar negerinya banyak negara lain, ternyata itu nggak seberapanya banget. Betul! Mari kita lihat utangnya Pemerintah Federal Amerika Serikat. Negara superpower itu utangnya paling gede, bo', 13,5 triliun USD (2009), jadinya warga Amrik sana musti nanggu utang nyarais 44 ribu USD per kepala. Hmmmm....
Itu kondisi tahun 2009. Adapun tahun 2011 utang negeri Paman Sam sudah mencapai 14,29 trilliun USD,ampir mentok ke batas maksimal pinjaman luar negeri yang bisa ditolerir yaitu konon sebesar 14,5% menurut aturan main perbankan internasional.
Padaposisi Agustus 2011 kono jumlahnya sudah mencapai $16 triliun, dan seberapakah besarnya itu bisa dilihat ilustrasinya di youtube, tinggal klik: $16 Trillion U.S. DEBT - A Visual Perspepective
Utang AS dalam
‘Bahaya’
Utang AS dalam ‘Bahaya’. [1]
LONDON, Selasa – Lembaga pemeringkat Standard & Poor’s mengatakan kemungkinan akan menurunkan peringkat utang AS. Ini membuat pasar finansial global bergejolak pada Selasa (19/4) dan Rabu (20/4). Pasar langsung menilai, status utang negara AS dalam “bahaya”.
Standard & Poor’s (S&P) masih memberikan kode AAA (aman dari segala risiko) terhadap utang AS. Namun, S&P telah menurunkan prospek utang AS dari “stabil AAA” menjadi “negatif AAA” alias status itu bisa anjlok segera.
Ini semua terkait kekhawatiran pasar soal kemampuan AS membayar utang-utang itu kelak. Utang-utang AS melejit pesat, sementara pertumbuhan ekonominya kembang kempis (lihat tabel).
Dalam 10 tahun mendatang, Partai Demokrat dan Presiden AS Barack Obama merencanakan pengurangan utang sebesar 4 triliun dollar AS.
Kubu Republik meminta agar Obama menyusun rencana penurunan utang sebesar 6 triliun dollar AS untuk 12 tahun ke depan.
Namun, tidak satu pun dari dua skema itu yang akan layak dijalankan secara teoritis. Jika mengikuti skema Obama, artinya setiap tahun Pemerintah AS harus mengurangi utang sebesar 400 miliar dollar AS.
Ini sulit karena pertumbuhan ekonomi AS harus menghasilkan uang di atas 400 miliar dollar AS per tahun alias pertumbuhan minimal 3 persen. Ini relatif mustahil bagi ekonomi AS.
S&P prihatin dengan tingkat utang Pemerintah AS saat ini serta sikap para politisi yang tak bersepakat soal pengurangan defisit anggaran pemerintah yang selama ini ditutupi dengan utang.
Isu utang AS ini menjadi penting ke depan. Tidak dimungkiri, gejolak di pasar finansial pertanda investor semakin memerhatikan posisi utang AS.
Belum ada reaksi langsung terhadap pernyataan S&P. China sebagai pemegang terbesar obligasi Pemerintah AS belum bereaksi. Namun, Li Jie, Kepala Riset Valuta Asing China, sebuah lembaga riset di Universitas Pusat Keuangan dan Ekonomi di Beijing, menyatakan, “Pernyataan S&P merupakan peringatan.”
David Watt, seorang ahli strategi investasi dari RBC Dominion Securities, mengatakan, diskusi soal potensi penurunan peringkat utang AS sudah marak dalam dua tahun terakhir.
LONDON, Selasa – Lembaga pemeringkat Standard & Poor’s mengatakan kemungkinan akan menurunkan peringkat utang AS. Ini membuat pasar finansial global bergejolak pada Selasa (19/4) dan Rabu (20/4). Pasar langsung menilai, status utang negara AS dalam “bahaya”.
Standard & Poor’s (S&P) masih memberikan kode AAA (aman dari segala risiko) terhadap utang AS. Namun, S&P telah menurunkan prospek utang AS dari “stabil AAA” menjadi “negatif AAA” alias status itu bisa anjlok segera.
Ini semua terkait kekhawatiran pasar soal kemampuan AS membayar utang-utang itu kelak. Utang-utang AS melejit pesat, sementara pertumbuhan ekonominya kembang kempis (lihat tabel).
Dalam 10 tahun mendatang, Partai Demokrat dan Presiden AS Barack Obama merencanakan pengurangan utang sebesar 4 triliun dollar AS.
Kubu Republik meminta agar Obama menyusun rencana penurunan utang sebesar 6 triliun dollar AS untuk 12 tahun ke depan.
Namun, tidak satu pun dari dua skema itu yang akan layak dijalankan secara teoritis. Jika mengikuti skema Obama, artinya setiap tahun Pemerintah AS harus mengurangi utang sebesar 400 miliar dollar AS.
Ini sulit karena pertumbuhan ekonomi AS harus menghasilkan uang di atas 400 miliar dollar AS per tahun alias pertumbuhan minimal 3 persen. Ini relatif mustahil bagi ekonomi AS.
S&P prihatin dengan tingkat utang Pemerintah AS saat ini serta sikap para politisi yang tak bersepakat soal pengurangan defisit anggaran pemerintah yang selama ini ditutupi dengan utang.
Isu utang AS ini menjadi penting ke depan. Tidak dimungkiri, gejolak di pasar finansial pertanda investor semakin memerhatikan posisi utang AS.
Belum ada reaksi langsung terhadap pernyataan S&P. China sebagai pemegang terbesar obligasi Pemerintah AS belum bereaksi. Namun, Li Jie, Kepala Riset Valuta Asing China, sebuah lembaga riset di Universitas Pusat Keuangan dan Ekonomi di Beijing, menyatakan, “Pernyataan S&P merupakan peringatan.”
David Watt, seorang ahli strategi investasi dari RBC Dominion Securities, mengatakan, diskusi soal potensi penurunan peringkat utang AS sudah marak dalam dua tahun terakhir.
[1] Kutipan dari Kompas 20 April
2011. “Utang AS dalam ‘Bahaya’”. http://cetak.kompas.com/read/2011/04/20/04123324/utang.as.dalam.bahaya
Posisi AS di Dunia
dalam Bahaya
TAMPA, KOMPAS.com — Mantan Menlu Condoleezza Rice
mengingatkan bahwa posisi AS dalam segala hal di dunia sedang dalam bahaya.
Karena itu, kemampuan AS untuk tetap berjaya di dunia tergantung pada solusi
atas persoalan domestik.
Demikian diberitakan kantor berita Associated Press, Kamis (30/8/2012) [1]. Rice yang juga berkulit hitam itu
menyatakan, Mitt Romney adalah tokoh
yang bisa meraih posisi itu. Dia berbicara pada konvensi Partai Republik untuk
menominasikan secara resmi Romney sebagai calon presiden menghadapi Presiden AS
Barack Obama pada pemilu November mendatang.
Rice menambahkan bahwa posisi Amerika Serikat,
yang dalam sejarah terbukti paling sukses dalam politik dan ekonomi, kini
sedang dalam bahaya. Dikatakan, Amerika Serikat sudah lama mengemban tugas
sebagai pendamba kebebasan ekonomi dan kebebasan manusia. Jika AS tidak lagi
bisa melakukan itu, tidak akan ada pihak lain yang akan bisa melakukan itu; dan
ini menjadi benih kekacauan.
Rice tidak menyinggung soal kebangkrutan negara AS akibat pembebasan pajak
selama bertahun-tahun oleh pemerintahan di bawah Partai Republik. Hal ini telah
menyebabkan tumpukan utang negara AS yang mencapai 100 persen terhadap produksi
domestik bruto (PDB). Maksimum utang seharusnya maksimum 60 persen terhadap
PDB.
Dia juga tidak menyebutkan praktik penipuan Wall
Street telah menyebabkan kebangkrutan lembaga keuangan AS dan
itu semua terjadi selama pemerintahan Presiden George W Bush (2000-2008).
Ketimpangan antara warga kaya dan miskin juga meninggi selama periode itu.
Ekonom Joseph E Stiglitz adalah
pengkritik keras Bush dengan peringatannya
bahwa perang yang tidak perlu di Afganistan dan Irak telah menggerogoti
kekuatan keuangan negara AS. Hal serupa itu juga sudah pernah diingatkan ekonom Paul Krugman, bahwa pembebasan pajak pada warga kaya
membahayakan anggaran Pemerintah AS. Tumpukan utang, ketimpangan, dan defisit
anggaran negara serta kebangkrutan korporasi adalah beban utama yang dihadapi
Obama dalam empat tahun terakhir.
[1] Simon
Saragih. “Posisi AS di Dunia dalam Bahaya.” Kamis, 30
Agustus 2012. http://internasional.kompas.com/read/2012/08/30/10080820/Posisi.AS.di.Dunia.dalam.Bahaya
Obama Vs Fiscal
Cliff - Amerika Serikat Dalam Bahaya
Obama Vs Fiscal Cliff - Amerika Serikat Dalam Bahaya.
Jakarta, 12-11-2012. Topik hangat yang sedang banyak diperbincangkan
di dunia ekonomi menjelang akhir tahun adalah Fiscal Cliff. Jurang Fiskal
atau Fiscal Cliff adalah sebuah istilah yang menunjuk kepada pengaruh yang akan
terjadi pada akhir tahun 2012 dimana Budget Control Act 2011 dijadwalkan untuk
mulai efektif.
Pada tanggal 31 Desember 2012 beberapa hal akan terjadi jika tidak terjadi
perubahan pada peraturan yang berlaku. Pertama adalah
habisnya masa berlaku pemotongan pajak panghasilan sementara dimana perihal ini
berarti akan ada kenaikan pajak sebanyak 2% pada pekerja. Kedua adalah
berakhirnya beberapa pelonggaran pajak pada bisnis-bisnis di Amerika Serikat
yang artinya di dalam kondisi ekonomi yang masih krisis ini para pebisnis harus
membayar pajak selayaknya dan mempertinggi beban biaya bisnis itu sendiri. PengaruhKetiga yaitu
seiring dengan habisnya masa berlaku potongan pajak dari tahun 2001-2003 dan
dimulainya pajak-pajak yang ditetapkan dibawah presiden Obama Health Care
Law. Seiring dengan ketiga pengaruh diatas, pengaruh Keempat juga
akan terjadi yaitu pemotongan anggaran belanja pemerintahan sebagai bagian
persetujuan tahun 2011. Dimana pemotongan anggaran ini akan berlaku
kepada lebih dari 1000 program pemerintahan yang telah sebelumnya direncanakan.
Pilihan Opsi Langkah Yang Dapat Diambil.
Beberapa langkah dapat menentukan masa depan ekonomi AS:
1. Pemerintah AS dapat saja membiarkan ketentuan-ketentuan yang akan
berlaku tahun 2013 tetap berjalan seperti adanya. Habisnya masa berlaku
keringanan pajak serta pemotongan anggaran belanja program pemerintahan dapat
membebani pertumbuhan ekonomi AS. Ini dapat kembali memicu resesi yang
menjelang akhir tahun sudah menunjukan perbaikan menjelang akhir tahun
ini. Sisi positifnya dari langkah ini adalah defisit yang juga salah satu
bagian dari GDP akan berkurang setengahnya. Namun banyak pakar ekonomi
memperkirakan bahwa keadaan ekonomi Amerika Serikat sekarang ini tidak mampu
untuk menerima tekanan dari Fiscal Cliff. Keadaan tingkat pengangguran
akan semakin meresahkan dengan prakiraan dari CBO dengan peningkatan tingkat
pengangguran yang tinggi seiring dengan hilangnya 2 juta pekerjaan.
2. Opsi kedua adalah pemerintah AS dapat saja merubah beberapa
ketentuan guna meniadakan kenaikan pajak (melanjutkan kembali langkah
peringanan pajak) serta membatalkan kebijakan pemotongan anggaran
belanja. Tentunya opsi yang berlawanan dengan opsi pertama ini akan
memicu besarnya defisit yang dapat mengakibatkan AS masuk ke dalam krisis
seperti yang dialami negara gabungan Eropa. Opsi ini juga akan membuat
hutang AS semakin membengkak.
3. Opsi terakhir adalah mencari jalan tengahnya. Dengan
memberlakukan kebijakan kebijakan yang diberikan batasan-batasan tertentu bagi
keringanan pajak maupun pemotongan anggaran belanja. Opsi ini juga akan
membuat pertumbuhan ekonomi AS berkembang secara lebih perlahan.
Investor Butuh Kepastian.
Saat ini Investor sedang menunggu kepastian atau lebih tepatnya berusaha
mencium gerak gerik para petinggi AS guna mendapatkan gambaran yang lebih
jelas apa yang akan dilakukan menjelang penutupan akhir tahun.
Sebenarnya pemerintah AS mempunyai banyak waktu atau tepatnya 3 tahun untuk
menemukan solusinya namun kondisi politik antara pihak Demokrat dan partai
Republik menyulitkan untuk adanya solusi yang konkrit. Pihak Replublik
ingin adanya kenaikan pajak serta pemotongan anggaran sedangkan pihak Demokrat
ingin adanya kombinasi diantara keduanya. Kondisi ini menjadi pelik
apalagi pada saat itu adalah para pihak sedang mempersiapkan kubu mereka
masing-masing bagi pemilu yang sudah dimenangkan oleh Presiden Obama.
Obama yang baru-baru ini berusaha untuk menemukan kesatuan diantara kedua
belah partai menyampaikan bahwa dirinya terbuka untuk ide-ide baru guna
menemukan solusi yang tepat bagi ekonomi AS. Kendati demikian Presiden
Obama tetap bersikeras bahwa pajak tetap harus dinaikan bagi mereka yang
memiliki tingkat ekonomi diatas rata-rata. Ini adalah bagian penting bagi
Obama yang merupakan salah satu senjata pada saat kampanye untuk memenangkan
hati warga Amerika Serikat.
Keitidakpastian ini membuat Investor bimbang dan resah apalagi menjelang
akhir tahun diperkirakan banyak Investor yang sudah bersiap untuk tutup buku
mengakhiri tahun 2012. Apapun yang terjadi menjelang akhir tahun baik itu
negosiasi dan kebijakan-kebijakan baru akan sangat mempengaruhi keadaan
pergerakan ekonomi Amerika Serikat pada awal tahun 2013.
Jika keadaannya semakin suram tidak menutup kemungkinan Dolar AS akan
semakin anjlok sehingga mengangkat nilai logam mulia atau Emas serta mata uang
lainnya dalam pasar pertukaran mata uang.
Ekonomi AS Pasti
Jatuh
Warga Menuding Republiken di Balik Kemelut Anggaran
Sumber: Harian KOMPAS, Senin, 04 Maret 2013 http://cetak.kompas.com/read/2013/03/04/02355314/ekonomi.as.pasti.jatuh
AFP/SAUL LOEB
Sumber: Harian KOMPAS, Senin, 04 Maret 2013 http://cetak.kompas.com/read/2013/03/04/02355314/ekonomi.as.pasti.jatuh
AFP/SAUL LOEB
Presiden Amerika Serikat Barack Obama berbicara kepada
media tentang sequester, di Gedung Putih, Washington DC, Jumat (1/3). Obama
akhirnya menandatangani pengurangan anggaran pemerintah senilai 85 miliar
dollar AS, yang bisa menyebabkan 700.000 orang kehilangan pekerjaan.
Washington, Minggu - Ekonomi Amerika Serikat hampir
pasti kembali terjerembap ke dalam resesi. Hal ini terjadi setelah Presiden AS
Barack Obama menandatangani pengurangan pengeluaran negara sebesar 85 miliar
dollar AS. Korban dari pengurangan ini antara lain militer, pekerja taman
nasional, dan petugas bandara.
”Akan ada derita yang segera dihadapi warga. Semoga
hal ini akan bisa memaksa Kongres AS kembali bernegosiasi untuk menemukan
kesepakatan,” kata Obama dalam pidato lewat radio pada Sabtu (2/3) di
Washington DC, AS.
Diperkirakan ada pengurangan 700.000 pekerja akibat
sequester, istilah yang muncul di AS untuk menamai program pengurangan anggaran
pemerintah senilai 85 miliar dollar AS atau Rp 822 triliun itu.
Masalah ini langsung menghadang Menteri Pertahanan AS
Chuck Hagel, yang baru sepekan lalu lolos nominasi Senat. Hagel mengatakan
tetap mencoba memaksimalkan tugas militer di balik pengurangan anggaran itu.
Ketua DPR AS John Boehner (Republiken, Ohio)
mengatakan tidak bertanggung atas dampak negatif yang mungkin terjadi akibat
sequester.
Pengurangan anggaran itu terjadi karena Partai
Republik dan Demokrat di Kongres AS tidak sepakat tentang cara mengatasi
defisit anggaran, yang telah menembus 1 triliun dollar AS. Defisit terjadi
karena penerimaan lebih kecil daripada pengeluaran.
Selama ini defisit besar itu selalu diatasi dan tidak
memunculkan persoalan nasional. Namun, di era Presiden George W Bush, defisit
selalu diatasi dengan penambahan utang secara terus- menerus. Hal ini membuat
utang AS menggunung dan kini mencapai angka 16,4 triliun dollar AS, hampir
setara dengan 100 persen nilai produksi domestik bruto (PDB) AS. Batasan utang
yang aman adalah maksimum 60 persen dari PDB.
Keterlaluan
Obama menilai, batasan utang sudah keterlaluan. Dia
ingin mengurangi utang hingga 1,2 triliun dollar AS selama 10 tahun mendatang.
Ini dilakukan agar investor tetap memiliki kepercayaan terhadap perekonomian
AS. Oleh lembaga pemeringkat Standard & Poor’s, peringkat utang AS sudah
diturunkan dari AAA menjadi AA+.
Lebih dari 50 persen tumpukan utang itu juga
disebabkan kebijakan perang Bush di Irak dan Afganistan serta pemborosan di
sektor militer. Di sisi lain, Bush malah mengurangi pungutan pajak dan tidak
menyentuh kepentingan warga tak mampu di AS.
Untuk itu, Obama dan Demokrat menginginkan perhatian
kepada warga tak mampu sekaligus kenaikan pajak. Adapun Republiken hanya mau
menaikkan sedikit pajak dan tidak mau kenaikan pajak massal. Hampir semua
Republiken anti-kenaikan pajak. Mereka juga menentang program jaminan sosial
yang dicanangkan Obama.
Hal ini membuat Obama meneken pengurangan anggaran
sebagaimana adanya, sesuai kemampuan penerimaan negara.
Mantan kandidat presiden dari Partai Republik, Mitt
Romney, mengatakan tidak melihat kesuksesan Obama terkait anggaran. Namun, kubu
Demokrat menganggap bahwa semua itu akibat sikap Republiken yang selalu tak mau
menaikkan pajak. Kenaikan pajak yang disepakati hanya terbatas walau menurut
Demokrat dan Obama masih banyak celah pajak yang bisa dimanfaatkan.
Dalam jajak pendapat terakhir terlihat sebesar 28
persen warga AS menyalahkan Republiken sebagai penyebab sequester. Sebanyak 22
persen menyalahkan Demokrat dan 37 persen warga menyalahkan kedua belah pihak.
Masih ada celah untuk negosiasi. Pengurangan efektif
pengeluaran pemerintah baru berlaku 27 Maret 2013. Boehner menegaskan bahwa
masih ada kesepakatan perpanjangan waktu untuk mencegah pengurangan efektif
pengeluaran. Namun, Obama mengatakan, tidak ada kemajuan negosiasi dalam dua
tahun terakhir. (REUTERS/AP/AFP/MON)
Krisis
Finansial Uni Eropa
Sumber: Salamuddin Daeng, peneliti di Indonesia
for Global Justice, “Bom Waktu dalam Krisis Uni
Eropa”. Juli 23, 2012. http://gagasanhukum.wordpress.com/2012/07/23/bom-waktu-dalam-krisis-uni-eropa/
Krisis finansial Uni Eropa dapat meledak sewaktu-waktu
jika tidak disikapi dengan cermat. Banyak analisis muncul dalam melihat krisis
yang melanda Uni Eropa (EU) saat ini. Namun, menarik juga untuk memahami bagaimana
anatomi krisis tersebut dan penularannya secara struktural terhadap
perekonomian Indonesia.
Krisis EU bukanlah semata-mata krisis keuangan, atau
krisis utang pemerintah, atau krisis akibat pertumbuhan yang rendah, tetapi
krisis ekonomi yang sifatnya struktural dalam tiga dimensi krisis utama d bawah
ini.
Pertama, kelebihan produksi
barang/jasa pada tingkat EU dan global (overproduction) yang tidak dapat
diserap pasar (underconsumption) karena daya beli mayoritas masyarakat yang
semakin rendah. Sebagai contoh, over produksi pangan terjadi saat lebih dari 1
miliar manusia di muka bumi menurut World Health Organization (WHO)
mengalami kelangkaan pangan.
Kedua, adanya konsentrasi uang
dan kapital di tangan segelintir pemain pasar
keuangan, yang tidak dapat diekspansi dalam kegiatan produksi barang maupun
jasa (overaccumulation), sehingga hanya diekspansi lewat utang dan pasar
keuangan (money to money).
Ketiga, transaksi pasar
keuangan derivatif yang besar (financial buble)
yang tidak sebanding dengan produksi riil, akibat liberalisasi sektor
finansial. Produk pasar keuangan derivatif global mencapai US$ 600 triliun,
sementara produksi riil barang dan jasa (PDB) dunia hanya sekitar US$ 60
triliun.
Jika melihat fundamen krisis ini, masalahnya menjadi
jelas, bahwa ekonomi tengah berada dalam ketidakseimbangan yang dalam
(unbalance).
Dengan demikian, para analis mestinya memperhatikan
bahwa tidak mungkin meningkatkan pertumbuhan sementara ekonomi mengalamai over
produksi, demikian pula dengan perluasan investasi. Sementara itu, pasar
keuangan derivatif tidak mungkin diperluas lagi karena gelembungnya telah
pecah.
Penulis berpendapat ada yang keliru dalam cara
penanganan krisis ini, sehingga justru semakin memperparah keadaan. Sejauh ini
langkah penanganan yang dilakukan EU, bersama Dana Moneter Internasional (IMF),
seperti membenamkan bom waktu yang cepat atau lambat akan meledak dan
memorak-porandakan ekonomi EU.
Memperkaya Spekulan
Skema penyelesaian krisis yang disponsori Jerman, IMF,
G-20, yang berkutat pada reformasi sektor keuangan sejauh ini tidak dapat
mendinginkan krisis. Justru yang terjadi sebaliknya, negara-negara yang
mengalami krisis malah berhadapan dengan kekacauan politik nasional
berkepanjangan.
Kebijakan dana talangan perbankan, stimulus fiskal, bunga
rendah, austerity, justru merugikan kepentingan negara-negara krisis dan
menguntungkan negara pemberi utang.
Sebagai contoh dari total utang
Yunani sebesar € 400 miliar (252 persen dari PDB), sebagian besar berasal dari
Prancis sebesar € 41.1 miliar, Jerman sebesar € 15.9 miliar, Inggris sebesar €
9,4 miliar dan dari Amerika Serikat sebesar € 6,2 miliar (BBC News, November
2011). Dengan begitu, konteks penyelamatan yang dilakukan negara besar bukan
untuk Yunani, melainkan untuk menyelamatkan uang negara besar itu sendiri.
Dalam rumus penyelesaian krisis EU, ada tiga hal yang
dihasilkan: pertama, terkurasnya pajak rakyat dari negara-negara yang terkena
krisis sebagai dana talangan bagi sektor swasta perbankan, yang notabene adalah
investasi luar negeri.
Kedua, terkurasnya anggaran nasional dari
negara-negara yang mengalami krisis ke tangan negara pemberi utang, seperti
Jerman, Prancis, Inggris, Amerika Serikat,
dan Jepang.
Ketiga, terkurasnya dana rakyat dan anggaran negara
dari negara-negara yang terkena krisis dan negara miskin lainnya seperti
Indonesia, berpindah ke tangan sektor swasta, khususnya pemain pasar keuangan.
Modus pengumpulan uang melalui G-20 dan IMF
mengindikasikan rencana semacam itu. Dengan demikian, potensi penularan krisis
ke seluruh dunia, termasuk ke Indonesia, sangat mungkin terjadi dalam jangka
pendek.
Ini terjadi ketika negara besar menarik utang dan
investasi luar negeri mereka dalam rangka menyelamatkan EU terlebih dahulu.
Berdasarkan ketiga hal tersebut, semakin terindikasi
bahwa krisis EU dan krisis keuangan global tidak lain adalah strategi
memperkaya perusahaan swasta, pemain pasar keuangan, dan lembaga keuangan
regional dan global. Sementara itu, krisisnya dibiarkan terus bergulir sebagai
mekanisme sentralisasi kapital semacam itu.
Menanam Bom Waktu
Krisis EU memang akan berlangsung panjang, namun
sangat bergantung pada cara pemerintahan EU menanganinya. Krisis ini juga bisa
menimbulkan kebangkrutan EU dalam tempo yang sangat singkat. Jika skema
kebijakan yang dijalankan salah, ini justru akan menimbulkan gejolak baru.
Sebagai contoh, kebijakan dana talangan dan kebijakan
dana talangan perbankan justru menimbulkan beban utang dan bunga yang semakin
besar dan menjadi bom waktu di masa depan. Demikian juga dengan stimulus fiskal
dan suku bunga rendah sama sekali tidak dapat membantu pergerakan ekonomi,
karena kebijakan semacam itu telah lazim dilakukan pada era sebelum krisis.
Bagaimana mungkin, solusi utang yang dijawab dengan
utang baru, masalah yang ditimbukan finansialisasasi anggaran negara dijawab
dengan sentralisasi lembaga talangan dan pengawasan perbankan pada tingkat
regional atau global, serta masalah rendahnya pertumbuhan justru dijawab dengan
stimulus fiskal bagi sektor swasta yang dapat menekan anggaran negara. Semuanya
jelas merupakan solusi keliru.
Mestinya krisis dijawab dengan formulasi antikrisis,
tesis dijawab dengan antitesis. Utang pemerintah harus dijawab dengan
pemotongan utang, melalui audit terhadap utang bermasalah terlebih dahulu.
Dengan demikian, negara-negara anggota EU yang menjadi episentrum krisis dapat
menekan pengeluaran mereka untuk cicilan utang dan bunga.
Rusaknya sistem keuangan akibat penyatuan mata uang,
harusnya dijawab dengan memperbaiki kembali institusi keuangan pada setiap
negara, memperkuat kembali kemandirian sektor keuangan masing-masing negara
sehingga tidak rentan terhadap gejolak regional atau global.
Demikian pula halnya masalah rendahnya pertumbuhan
ekonomi, tidak dapat dijawab dengan bunga rendah dan stimulus fiskal, yang
justru akan semakin memperparah penerimaan negara.
Kemampuan penerimaan negara harus diperbesar dengan
meningkatkan pajak bagi sektor swasta, terutama transaksasi keuangan, karena
sektor inilah yang harus diregulasi secara ketat dengan memberi beban besar
pada transaksi sektor keuangan. Strategi ini juga bisa menahan spekulasi dan
arus keluar uang (capital outflow) dari suatu negara.
Jadi, cara pengambil kebijakan EU menjawab krisis,
ibarat masalah dijawab dengan masalah baru, tesis dijawab dengan tesis yang
baru. Ini tentu saja tidak akan menghasilkan kemajuan, namun justru akan
memperparah dan menjadi bom waktu yang dapat meledak setiap saat.
Lanjut ke BABA II
Belajar Sejarah
dari Kisah Negara-negara Plural-Multikultural yang pecah.
Di dunia ini negara-negara yang jumlah
penduduknya besar Kalau diurut dari yang terbesar, maka peringkatnya di tahun
2012 adalah:
- China,
1,3 milyar jiwa.
- India, 1,2
milyar jiwa.
- Amerika Serikat,
311 juta jiwa.
- Indonesia,
242 juta jiwa.
- Brazilia,
196 juta jiwa.
Tapi kalau yang dilihat adalah negara-negara
besar dengan tingkat pluralitas dan derajat multikulturalitas yang tinggi, itu
ceritanya lain lagi. Apalagi bila dirinci mana saja dari negara-negara besar
yang multikultur dan plural itu yang kemudian bubar atau pecah, informasinya
ada di bawah ini:
- India. Tahun 1947
pecah menjadi India dan Pakistan, dan pada tahun 1971, Pakistan pecah
menjadi Pakistan dan Bangladesh.
- Uni Soviet. Tahun
1991 pecah menjadi 15 negara baru.
- Yugoslavia.
Tahun 1992 pecah menjadi 6 negara baru.
Jadi, yang belum bubar mungkin tinggal China, AS
dan Indonesia saja.
Menyedihkan memang, kalau sampai bubar atau
pecah. Kalau bubar dan pecahnya damai sih masih mending, tapi yang terjadi di
negara-negara yang sudah bubar itu sini justru konflik horizontal antar warga
yang penuh tragedi yang amat berdarah-darah, serta menyisakan trauma yang
berkepanjangan, segudang dendam kesumat, dan mungkin sejumlah kisah kasih tak
sampai.
Sebaiknya Anda bisa melihat sendiri saja fakta
sejarah pecahnya negara-negara India, Uni Soviet dan Yugoslavia dari internet,
agar bisa disimak siapa yang bertikai, dan Anda bisa menyimpulkan sendiri apa
penyebabnya. Saya akan menunggu Anda selesai membacanya, dan sesudah
itu saya akan mengajukan sebuah pertanyaannya: apakah bubarnya atau
pecahnya negara yang plural dan multikultur itu sebuah bukti berlakunya proses hukum
alam biasa, atau karena ada kekuatan yang sengaja berbuat di belakang layar?
Inilah yang sepatutnya dipelajari dari sejarah,
buat kita di Indonesia, kalau kita tidak mau Indonesia bubar.
Tujuh Strategi
Dunia Menghancurkan Indonesia
Djujoto Suntani dalam bukunya berjudul "Tahun
2015 Indonesia "Pecah"", mengisyaratkan sebuah warning kepada
rakyat Indonesia, bahwa Indonesia bubar atau pecah bukan sesuatu yang mustahil
terjadi, kalau melihat gejala-gejalanya di dalam negeri, dan fakta yang terjadi
di balik pecahnya negara-negara India, Uni Soviet, dan Yugoslavia.
Argumentasinya tersebut dapat Anda lihat sendiri di website:
http://fenz-capri.blogspot.com/2010/07/ramalan-indonesia-akan-pecah-di-tahun.html
http://fenz-capri.blogspot.com/2010/07/ramalan-indonesia-akan-pecah-di-tahun.html
Adapun intisari warning-nya - yaitu
"tujuh strategi menghancurkan Indonesia" saya coba tulis untuk Anda di bawah ini:
- Memperlemah
Negara Kesatuan (NKRI). Secara pelan tapi pasti, mereka
mendorong Indonesia ke arah jurang kehancuran dengan memecah belah seluruh
anak bangsa. Jaringan global itu kini telah membuat 'peta baru' NKRI
menjadi '17 negara merdeka'.
- Menghapus
Ideologi Pancasila. Begitu terjadi krisis ekonomi
dan politik pada tahun 1998, secara pelan-pelan terjadi delegitimasi
terhadap eksistensi Pancasila. Dimulai dengan metode penghapusan lembaga
BP-7, pembubaran Tim P-7, sampai menghilangkan penataran P-4 dengan target
generasi baru tidak lagi mengenal Pancasila.
- Menghapus
Rasa Cinta Tanah Air. Strategi menghapus rasa cinta tanah air dilakukan jaringan the
Lucifers Conspiration dengan sangat halus. Pertama, menjadikan
uang sebagai dewa. Kedua, membuka kran kebebasan pers
sehingga semua keburukan Indonesiaa diberitakan secara vulgar oleh media
kita sendiri, terutama media elektronik. Ketiga, penciptaan
citra Indonesia sarang teroris. Keempat, menghilangkan
budaya kekerabatan, sehingga anak-anak muda tidak lagi menghormati orang
tua. Melalui empat cara yang dikemas secara halus, masyarakat Indonesia,
terutama generasi muda, lebih mengunggulkan budaya asing (Barat) daripada
budaya sendiri.
- Menempatkan
uang sebagai Dewa. Uang telah ditempatkan di
atas segala-galanya. Implikasi serius dari pendewaan terhadap uang
menjadikan korupsi merajalela di seluruh sektor kehidupan.
- Menciptakan
Sistem Multi Partai. Sistem multipartai
berakibat merenggangkan hubungan kekerabatan, persaudaraan, kebersamaan
sesama anak bangsa. Semakin banyak partai pasti membuat republik semakin
runyam. Masing-masing partai punya agenda sendiri, punya program sendiri,
punya misi sendiri, punya target sendiri, dan punya pendukung sendiri. Benturan
kepentingan antar partai tidak bisa dihindarkan. Bentrokan antar pendukung
partai di lapis bawah menjadi menu makanan sehari-hari.
- Menumbuhkan
Sekulerisme. Bisa dikatakan, upaya menerapkan paham sekulerisme
secara verbal di negeri ini pasti sulit atau bahkan 'tidak mungkin' dalam
waktu dekat. Namun jaringan the Luciferians Conspiration tidak pernah
kehilangan strategi. Secara formal memang sulit, atau bahkan tidak
mungkin, tetapi secara informal, secara 'spirit', sekulerisme telah tumbuh
pesar di bumi Indonesia.
- Membentuk
Tata Dunia Baru. The Luciferians memiliki
skenario global membentuk "Tata Dunia Baru". Dunia di-setting
berada dalam satu kendali. Mereka menghendaki dunia berada dalam
"satu pemerintahan, satu mata uang, dan satu agama". Sistem ini
ternyata cukup sukses diterapkan di Indonesia.
No comments:
Post a Comment