Hal ini juga sesuai dengan pandapat ahli sejarah Inggris yang bernama Arnold J. Toynbee yang intinya kurang lebih bahwa dalam penulisan sejarah harus ada kesinambungan sejarah secara utuh(holistic) dan menyeluruh(konfrehensif) dan tidak boleh dipenggal-penggal, dipotong-potong, dikusutkan/dikacaukan, dialihkan, dihilang-hilangkan/dihilangkan/tidak ditulis, diplestkan terus langsung didaulat tidak ada dimana hal ini merupakan suatu bentuk pemerkosaan terhadap peradaban tertentu untuk dimanipulasi lalu hasil manipulasi tersebut digolongkan atau dialihkan ke dalam peradaban yang lain dalam penulisan sejarah, seperti yang dilakukan oleh W. Dunnebier beserta para penguasa dan sebagian tokoh adat pada saat itu termasuk yang berlebel “tgl. 14 hari bulan ke-sembilan tahun 1849”.
Sebagai temuan langsung yang bisa kita simak bersama dalam W. Dunnebier tahun 1984 halaman 21 sampai dengan halaman 23 dengan sangat gamblang W. Dunnebier menyatakan bahwa dalam pengukuhan aturan-aturan yang dimufakati tentang peraturan-peraturan, keputusan-keputusan dan lembaga-lembaga sosial masyarakat, lembaga pemerintahan(politik, pemerintahan, kewenangan dan kekuasaan), strata-strata dalam masyarakat dengan membagi 6(enam) golongan yaitu antara lainnya :
1. GOLONGAN MODODATU{pihak yang berhak menjadi raja dengan definisinya “Pengangkatan Raja senantiasa akan dipilih dari pihak pria keturunan Raja-Raja”(W. Dunnebier 1984 halaman 21, baris ke-15 kata pertama sampai dengan baris ke-16 kata ke-3 yang sudah berlaku sejak periode raja-raja sebelum dan sesudah periode Raja Tadohe’}.
2. GOLONGAN KOHONGIAN yaitu golongan keturunan raja yang tidak berhak menjadi raja atau secara patrilineal adalah bukan pihak yang berhak menjadi raja(Lihat W. Dunnebier 1984 halaman 21, baris ke-15 kata pertama sampai dengan baris ke-16 kata ke-3 yang berbunyi : “Pengangkatan Raja senantiasa akan dipilih dari pihak pria keturunan Raja-Raja”).
3. GOLONGAN SIMPAL yaitu golongan Raja-Raja bawahannya para raja dan bangsawan Bolaang Mongondow.
4. GOLONGAN KE-5 YAITU NONOW, dan GOLONGAN KE-6 YAITU TAHIQ DAN YOBU’AT yaitu golongan para birokrat sebagai alat kelengkapan dalam pemerintahan untuk membantu raja dan para bangsawan kerajaan Bolaang Mongondow menjalankan tugas pemerintahan setiap saat baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah sampai ke bawah secara berjenjang berdasarkan kepangkatan Mongondow sejak fase Raja-Raja Loloda Mokoagow atau Para Datu Binangkang sebelum maupun sesudah periode raja Tadohe’(Sadohe’) dari tingkat Kohongian sampai di tingkat Tahiq dan Yobu’at yang dikenal dengan nama Gogugu(Djogugu) yang berasal dari kata Ungku’ dalam bahasa Mongondow yang artinya adalah Anjing. Djogugu’(Gogungku’, Pogogungku’, Pinogungku’, Sino’ungku’) yang artinya adalah anjing piaraan untuk berburu.
Dalam arti yang lebih halus dan sopan artinya adalah orang yang dipercaya. Jadi dalam prakteknya sehari-hari Jogugu dapat marah kepada rakyat yang diilhami oleh sikap dan perilaku sebagai anjing pemburu atau suruhannya raja yang juga sangat dikenal dengan nama purba dalam bahasa Mongondow yaitu “ATA” atau “BUDAK” yang artinya adalah suruhannya raja Bolaang Mongondow atau istilah lain dalam bahasa Mongondow yaitu “Totaba’ ” atau “O Elut i Tuang”. Jogugu yaitu seorang yang dipercaya dan mengambil alih pekerjaan-pekerjaan yang berat dan berbahaya atau abdi(siap mati untuk membela raja). Dalam konteks kapangkatan Mongondow secara berjenjang dari atas ke bawah semua GOGUNGKU’(JOGUGU) dirangkup atau diwakili oleh Jogugu sebagai penyampai lidah atau titah(perintah) raja untuk disampaikan kepada para bawahan mulai dari kohongian sampai dengan Tahiq dan Yobu’at, raja-raja bawahan dan seluruh rakyat kerajaan Bolaang Mongondow.
Dalam strata masyarakat kerajaan Bolaang Mongondow dari periode raja-raja Bolaang Mongondow sebelum dan sesudah periode Raja Tadohe’(Raja Tadohe’ menjabat dari tahun 1661 sampai 1670 M) secara garis besar terbagi dua kelompok masyarakat yaitu golongan raja dan golongan bukan raja yang uraiannya adalah sebagai berikut :
1. “GOLONGAN RAJA ATAU MODODATU” yaitu dalam setiap pengangkatan raja diambil dari garis keturunan pria atau patrilineal atau “definisi Mododatu” dan dapat kita lihat dalam W. Dunnebier tahun 1984 halaman 21, baris ke-15 kata pertama sampai dengan baris ke-16 kata ke-3 yang berbunyi : “Pengangkatan Raja senantiasa akan dipilih dari pihak pria keturunan Raja-Raja”. Juga definisi dari(Istilah) Mododatu dapat kita lihat dalam W. Dunnebier tahun 1984 halaman 7 baris ke-28(dua puluh delapan) kata pertama sampai dengan baris ke-31(tiga puluh satu) kata ke-2 atau ke-5, yang berbunyi : “Pada akhirnya para Bogani menetapkan pula, bahwa keturunan MOKODOLOEDOET, dari generasi ke-generasi (diberi hak) menjadi Raja, anak-anak Raja(keturunan raja = Tambahan penulis berdasarkan data-data yang ada = turun-temurun secara patrilineal) dapat sebutan ABO’ dan putri dengan BOEA’(istri Raja BOKI’), …………..” Bersambung ke poin 2(dua) Golongan Bukan Raja dalam tulisan ini.
2. “GOLONGAN BUKAN RAJA” yaitu antara lainnya : Golongan Kohongian, Golongan Simpal(sewaktu-waktu masuk golongan Mododatu dan sewaktu-waktu masuk golongan Simpal sesuai perkembangan situasi dan kondisi perpolitikan dalam kerajaan Bolaang Mongondow pada saat itu), Golongan Nonow, Golongan Tahiq, dan Yobu’at. Untuk definisi dari(Istilah) keturunan raja yang tidak menjadi raja atau tidak berhak menjadi raja atau “Golongan Bukan Raja” adalah dapat kita lihat dalam W. Dunnebier tahun 1984 halaman 7 baris ke-31(tiga puluh satu) kata ke-4(keempat) atau kata ke-6(keenam) sampai dengan baris ke-34(tiga puluh empat) kata ke-8(kedelapan) {merupakan sambungan dari W. Dunnebier tahun 1984 halaman 7 baris ke-28(dua puluh delapan) kata pertama sampai dengan baris ke-31(tiga puluh satu) kata ke-2 atau ke-5}, yang berbunyi : “,……….. keturunan mereka yang tidak menjadi Raja, merupakan golongan KOHONGIAN, anak-anak mereka juga disebut ABO’, tetapi lebih rendah dari anak-anak Raja, dan terhadap para putri digelar BAI’ atau KAKIA”. “Setelah semua diatur, orang-orang dan para Bogani pulang kembali menuju tempat tinggal mereka masing-masing”
Hal ini terkait dengan W. Dunnebier tahun 1984 halaman 21 sampai halaman 23 tersebut yang dengan jelas W. Dunnebier mengatakan bahwa pencetusan enam golongan kelas derajat yaitu Golongan Mododatu atau Raja, Golongan Kohongian, Golongan Simpal, Golongan Nonow, Golongan Tahiq dan Yobu’at sudah diberlakukan di era kekuasaan Mokodoludut dan raja-raja Bolaang Mongondow jauh sebelum periode Raja Tadohe’ sehingga KESIMPULANNYA adalah di periode Tadohe’ cuma mengulang atau melanjutkan hukum adat atau aturan tua yang berlaku di periode Punu’ Molantud Mokodoludut dan raja-raja Bolaang Monondow jauh sebelum periode pemerintahan Raja Tadohe’ di antaranya dapat kita lihat bersama pada W. Dunnebier tahun 1984 halaman 21 yang berbunyi yaitu :
“Disana telah dimufakati tentang peraturan-peraturan, keputusan-keputusan dan lembaga-lembaga yang sejak itu berlaku sah untuk seluruh Bolaang Mongondow…………… Akan tetapi sebelum santapan dimulai para Bogani mengadakan pengesahan atas segala peraturan yang telah selesai disusun dengan sumpah yang sama sebagaimana yang berlaku pada zaman Mokodoloedoet, hal mana juga dilaksanakan. Dari hal ihwal yang telah ditatapkan dan dikukuhkan dengan sumpah, disebut yang berikut :
1. Semenjak itu dicetuskan enam golongan kelas derajat : yaitu Tingkat Raja(Mododatu), Kohongian(keturunan yang raja yang tidak berhak menjadi raja), Simpal(raja-raja bawahan), Nonow(birokrat), Tahiq dan Yobu’at(birokrat).
2. Pengangkatan Raja senantiasa akan dipilih dari pihak pria keturunan Raja-Raja. Dan seterusnya………..”.
Dan fam-fam atau marga-marga yang mewarisi keturunan MOKODOLOEDOET secara PATRILINEAL atau MODODATU(pihak yang berhak menjadi Raja) berdasarkan hukum adat atau hukum Tua yang berlaku sejak MOKODOLOEDOET dalam bukunya W. Dunnebier tahun 1984 halaman 7; 13; 21, dan halaman lainnya dengan berbagai data sejarah Bolaang Mongondow dan berbagai daftar silsilah dan hikayat keturunan Raja Tertinggi(Punu’ Molantud) Mokodoludut dari berbagai sumber adalah sebagai berikut : “GUMALANGIT; GINSAPONDO atau Tumanurung; PONDADAT(ayah kandung dari Raja Ponamon) atau leluhurnya(kakeknya) Raja Paputungan, dll.; TAMBARIGI(ayah kandung dari Raja Damokiong); GOLONGGOM; GINUPIT; YAYUBANGKAI; PONAMON; MAMONTO; PAPUTUNGAN; KOLOPITA; BUSISI; SIMBALA; DAMOKIONG; BAHANSUBU; LOBANSUBU; DOLOT; GINOGA; DATUELA; DAMOPOLII putranya Yayubangkai; DAMOPOLII putranya Paputungan; DABIT; BANGKIANG; MAKALALAG; MAKALALO; MALASAI; MALAH; MOKOAGOW; LOMBAN; DUWATA’ atau DUATA’; BONDE; DAKOTEGELAN; KOINSING; MOKOAPA; MOKODOMPIT; KOBANDAHA; KUNSI’; PINUYUT; BANGOL(dari jalur keturunan Mamonto); MANGGOPA; PANGGULU; MAKALUNSENGE; MOKOTOLOI; POLO; PUDUL;, dan MANOPPO atau MANOPO;”. Dan untuk marga-marga selain marga-marga seperti yang disebutkan dalam tulisan ini walaupun masih mewarisi keturunan Mokodoludut tetapi bukan dari garis patrilineal maka disebut golongan Kohongian, Nonow, Tahiq dan Yobu’at yaitu keturunan raja yang tidak berhak manjadi raja atau bukan Golongan MODODATU.
Adapun golongan Simpal adalah jabatan buat golongan Mododatu(pihak yang berhak menjadi raja) dari MOKODOLUDUT yang dalam periode tertentu menjadi raja-raja di wilayah fazal kerajaan Bolaang Mongondow seperti Tadohe’ beserta leluhur-leluhur dan keturunan-keturunannya(PUNU’ MODEONG atau RAJA BAWAHAN) yang berada di bawah kekuasaan di masa kekuasaan Raja Paputungan beserta pihak leluhur-leluhur dan keturunan-keturunannya Raja Paputungan, dan seterusnya.
Akan tetapi kedudukan atau jabatan golongan kedua(golongan bukan raja/Golongan Kohongian dan lain-lain) ini sewaktu-waktu ditempati oleh para golongan mododatu yang belum mendapatkan kedudukan maupun masih dalam tahap pemula atau menganggur(tidak ada pekerjaan) dalam pemerintahan sehingga masih dapat digolongkan antara lain :
*PERTAMA: Golongan GARIS KETURUNAN baik dari golongan Mododatu, Kohongian, Simpal, Nonow sampai paling bawah yaitu golongan Tahiq dan Yobu’at yang sudah ditentukan masing-masing keturunannya berdasarkan garis keturunan pria(patrilineal) dan bukan keturunan pria berdasarkan asal usul secara geneologi masing-masing.
*KEDUA: Golongan JABATAN, yaitu walaupun jabatan itu namanya adalah golongan Kohongian sampai Tahiq dan Yobuat akan tetapi apabila ada dari golongan mododatu yang belum mendapat kedudukan dalam pemerintahan maka sekalipun ia mododatu maka ia dapat menduduki jabatan para Kohongian sampai Tahiq dan Yobu’at dan hal ini dikarenakan oleh yang mana golongan mododatu tersebut bukan karena budak tetapi dikarenakan belum mendapatkan kedudukan atau pekerjaan dalam pemerintahan alias menganggur dan termasuk antara lainnya yang masih dalam tahap pemula di dalam pemerintahan atau pegawai baru sesuai perkembangan situasi dan kondisi yang ada pada waktu itu. Sebagai contoh dari beberapa contoh yang masih segar di benak beberapa orang tua yang dituturkan awal tahun 1990 an(tahun, bulan dan tanggalnya masih ditelusuri) kepada penulis oleh salah satu bekas Sangadi Tabang yang kebetulan kenal baik dengan Abo’ tersebut, kira-kira mendekati pertengahan abad XX ada salah satu putra langsung salah satu raja bermarga Manoppo pernah menjadi Kepala Desa atau Sangadi di desa Tabang, yang mana sekalipun ia mododatu tetapi mengingat Abo’ tersebut kebetulan menganggur maka tidak ada salahnya ia menjabat Sangadi Tabang pada waktu itu.
Dari uraian-uraian tersebut tentang peraturan-peraturan atau perundang-undangan, keputusan-keputusan, lembaga-lembaga termasuk lembaga hukum ataupun lembaga hukum adat, sosial, masyarakat, politik dan kerajaan(dalam pemerintahan raja-raja Bolaang Mongondow sebelum maupun sesudah periode pemerintahan raja Tadohe’) sudah ada sejak raja-raja Bolaang Mongondow(Raja-Raja Loloda’ Mokoagow atau Para Datu Binangkang) yang berlaku sejak sebelum dan sesudah Punu’ Molantud Mokodoludut yang dibawa oleh raja-raja terdahulu baik yang diketahui maupun sudah tidak diketahui lagi oleh masyarakat yang mana di era raja-raja tersebut juga telah dicetuskan secara turun-temurun 6(enam) golongan kelas derajat yaitu Tingkat Raja(Mododatu), Kohongian, Simpal, Nonow, Tahiq maupun Yobuat dan adapun substansinya yang dapat kita lihat bersama dalam W. Dunnebier tahun 1984 halaman 21 sampai halaman 23 tersebut di antaranya pada halaman 21 berbunyi yaitu : “Disana telah dimufakati tentang peraturan-peraturan, keputusan-keputusan dan lembaga-lembaga yang sejak itu berlaku sah untuk seluruh Bolaang Mongondow……………………….....…….Akan tetapi sebelum santapan dimulai para Bogani mengadakan pengesahan atas segala peraturan yang telah selesai disusun dengan sumpah yang sama sebagaimana yang berlaku pada zaman MOKODOLOEDOET, hal mana juga dilaksanakan. Dari hal ihwal yang telah ditatapkan dan dikukuhkan dengan sumpah, disebut yang berikut :
1. Semenjak itu dicetuskan enam golongan kelas derajat : yaitu Tingkat Raja(Mododatu), Kohongian(keturunan yang raja yang tidak berhak menjadi raja), Simpal(raja-raja bawahan), Nonow(birokrat), Tahiq dan Yobu’at(birokrat).
2. Pengangkatan Raja senantiasa akan dipilih dari pihak pria keturunan Raja-Raja(secara patrilineal).
SUMBER DATA : Berdasarkan karya-karyanya W. Dunnebier sendiri; “Mododatu In Bolaang Mongondow Dan Pembatasan Penulisan Sejarah Untuk Kepentingan Penguasa Era Penulis W. Dunnebier”; dan lainnya. Untuk konvirmasi data-data sejarah atau hikayat maupun daftar silsila keturunan Raja-Raja Bolaang Mongondow atau Para Datu Binangkang(Raja-Raja Loloda’ Mokoagow)
No comments:
Post a Comment