Contoh-contohnya Pemberlakuan pengangkatan raja yang dipilih dari pihak pria keturnan Raja-Raja(patrilineal) secara turun temurun adalah sebagai berikut :
PERTAMA : ”SEKILAS SEPUTAR PEMILIHAN RAJA PASCA SESUDAH RAJA D. C. MANOPPO WAFAT TAHUN 1927 AN”
Dapat kita lihat bersama dimana dalam suksesi pemelihan raja di era pasca meninggalnya Raja D. C. Manoppo tahun 1927 yang dimenangkan oleh Raja Laurens Cornelis Manoppo{Putra langsung dari Raja D. C. Manoppo dengan Boki’ Hagi Mokoagow putrinya Presiden Raja(Yaitu Jabatan Putra Mahkota merangkap Mentri Luar Negeri dan Pemimpin Administrasi Negara) Luri Mokoagow(Cucu langsung dari Raja Cornelis Manoppo dari Putranya Raja Cornelis Manoppo yang bernama Panggulu Ponuak Mokoagow secara patrilineal dari Desa Tabang)}
Yang mana salah satu pesaing utamanya yaitu Jogugu Abram Patra Mokoginta(disingkat A.P. Mokoginta) adalah keturunan Raja Eyato Puluhulawa(dari Gorontalo bukan Golongan Mododatu Kerajaan Bolaang Mongondow) atau ayah kandungnya Dodaton{kakeknya Mokoginta(asal usul marga Mokoginta) atau juga asal usulnya Jogugu A. P. Mokoginta secara patrilineal} yang dalam bukunya W. Dunnebier tahun 1984 dikaburkan, diplesetkan lalu dikultuskan untuk mengaburkan sejarah raja terpilih pada waktu itu tetapi walaupun begitu masih bisa kita bedakan lewat berbagai daftar-daftar silsila keturunan Raja-Raja Bolaang Mongondow secara patrilineal yang mana Mododatu dan yang mana bukan Mododatu dan dicocokkan dengan data-data sejarah kerajaan Bolaang Mongondow yang ada dan hal ini antara lainnya dapat kita lihat dalam bukunya W. Dunnebier tahun 1984 pada bagian LAMPIRAN I halaman 106 pada baris ke-20(dua puluh) kata ke-7(tujuh) sampai dengan baris ke-24(dua puluh empat) kata pertama yang berbunyi :
“……,akan tetapi mendapat tantangan berat dari petugas-petugas Belanda dan beberapa pengemuka-adat setempat yang diam-diam dipelopori oleh W. Dunnebier, dengan alasan tidak berhak menjadi Raja karena keturunan,………..”(Lihat W. Dunnebier tahun 1984 halaman 21 Hukum Adat atau Aturan Tua tentang pengangkatan Raja-Raja Kerajaan Bolaang Mongondow yang berlaku sejak Punu’ Molantud Mokodoludut berbunyi : “Pengangkatan Raja senantiasa akan dipilih dari pihak pria keturunan Raja-Raja”). Dan hasil plesetannya dalam W. Dunnebier tahun 1984 baris ke-29(dua puluh sembilan) kata ke-5(kelima) sampai dengan baris ke-30(tiga puluh) kata ke-7(tujuh) yang berbunyi : “……(lihat tanda nomor @+33) diatas ini. Jelas, bahwa alasan tersebut dibuat-buat saja;……….”. Memang seperti kita ketahui bahwa Raja Marcus Manoppo ibunya adalah Bua’ Bulanboki’ Manoppo putri dari Raja Jacobus Manoppo akan tetapi ayahnya Raja Marcus Manoppo yang bernama Raja Damopolii atau Datu Kinalang(putranya Raja Paputungan) yang mewarisi darah keturunan mododatu dari cucu langsung Punu’ Molantud Mokodoludut yang bernama Punu’ Molantud Ponamon(putra langsung dari Punu’ Molantud Pondadat dengan Boki’ Silagondo).
KEDUA : “SEKILAS ASAL USUL RAJA MARCUS MANOPPO DIHUBUNGKAN DENGAN PUNU’ MOLANTUD MOKODOLUDUT SECARA GARIS KETURUNAN DARI PIHAK AYAH(PATRILINEAL)”
Untuk lebih mudahnya garis keturunan atau asal usulnya Raja Marcus Manoppo dihubungkan dengan Punu’ Molantud Mokodoludut berdasarkan “Pengangkatan Raja senantiasa akan dipilih dari pihak pria keturunan Raja-Raja” adalah sebagai berikut :
“Punu’ Molantud Mokodoludut kawin dengan Boki’ Mokoonik dapat anak yang paling bungsu bernama Punu’ Molantud Pondadat; Punu’ Molantud Pondadat kawin dengan Boki’ Silagondo dapat anak bernama Punu’ Molantud Ponamon; Punu’ Molantud Ponamon kawin dengan Boki’ Mulilondon dapat anak ke-3 bernama Punu’ Molantud Paputungan atau Lokongbanua(yang telah memberikan tanah konsesi atau loji/pesangrahan tetap kepada Belanda tahun 1653 M di Manado); Punu’ Molantud Paputungan kawin dengan Boki’ Buako’ Manoppo{(kakak kandung dari Raja Tadohe’) nama belakang dari Bua’ Buako’ Manoppo yang diadopsi oleh Belanda menjadi Manoppo sekaligus dibuat menjadi asal usul fam Manoppo yaitu nama bentukan Belanda untuk menghormati Raja Paputungan beserta istrinya yang bernama Bua’ Buako Manoppo yang sekarang menjadi fam Manoppo)} dapat anak bernama Punu’ Molantud Damopolii; Punu’ Molantud Dampolii(Raja Madika Bondik SiDamopolri) kawin dengan Bua’ Bulan Boki’ Manoppo dapat anak yang sering juga dikenal dengan gelar Raja Loloda Mokoagow yang tidak lain adalah Raja Marcus Manoppo dengan nama kecilnya Abo’ Due’e Manoppo atau juga Abo’ Mokoagow yang mengambil dari gelar raja yang pernah dijabat oleh Punu’ Molantud Mokodoludut dan raja-raja Bolaang Mongondow dengan sebutan Punu’(Raja) Loloda Mokoagow atau Datu Binangkang jauh sebelum Raja Tadohe’ untuk digunakan oleh Raja Marcus Manoppo untuk nama kecil dan juga sebagai gelar adat raja Bolaang Mongondow lewat pengangkatan secara adat”.
KETIGA : “SEKILAS PERJALANAN RAJA JOHANNES MANUEL MANOPPO(DATU KON JAWA’)”.
Raja Johannes Manuel Manoppo memerintah dari tahun 1862 hingga 1893 M. Dalam masa jabatan Raja Johannes Manuel Manoppo sebagai raja kerajaan Bolaang Mongondow ia pernah diasingkan oleh pemerintah Hindia Belanda ke Jawa karena konflik politik antara pemerintah Hindia Belanda dengan Raja Johannes Manuel Manoppo menemui kebuntuan. Menurut pandangan W. Dunnebier dengan mengacu kepada data yang sudah kadarluasa atau sudah lewat tiga tahun lebih lamanya yaitu Dalam tahun 1875 Tuan Schwarz menemuinya kembali di Bolaang. Dari hal mengenai kunjungan ini dapat dibaca dalam Med. XX, hal. 166v. Dengan data yang kadarluasa tersebut W. Dunnebier dalam tulisannya tahun 1984 halaman 62 memberikan kesimpulan yang sudah tidak terkini lagi yang berbunyi :
“dapat kesimpulan(kesimpulan yang ditarik oleh W. Dunnebier = Terjemahan penulis berdasarkan data-data yang ada), bahwa Raja ini apa yang menyangkut tabiat baik tidak punya kemajuan. Malah lebih parah, tidak berselang lama ia di pecat, dan sebagai tahanan disingkirkan ke Jawa”. Apabila kita lihat secara jerni ternyata W. Dunnebier melihat dari segi perkiraan saja, hal ini dapat kita lihat dari data terkini pada waktu itu yang ditulis dalam buku petunjuk Hindia, (Indishe Gids), 1880, jilid II, halaman 130v., dalam W. Dunnebier tahun 1984 halaman 62 hingga halaman 63 yang berbunyi : ”mengenai hal itu dibaca yang berikut “Raja dari Mongondow” demikian ditulis pada kami dari Keresidenan Manado, “berdiam hingga sekarang sebagai tahanan di ibukota Wilayah ini”.
Dari bukti tersebut ditulis “Raja dari Monggondow” bukan “ Bekas Raja dari Mongondow”. Bukti Pemerintah Belanda hanya menahan saja dan tidak melakukan pemecatan seperti pada pengalaman Raja Salomon Manoppo yang ditahan terus langsung di pecat, maka pada Raja Johannes Manuel Manoppo hanya ada penahanan saja dan hal ini dapat kita lihat dalam W. Dunnebier tahun 1984 halaman 63 yang berbunyi : “Ramalan bahwa ia, bagaimanapun juga ketatnya penjagaan, oleh bantuan dari luar, pada suatu malam akan lolos melarikan diri, untunglah tidak terjadi”.
Dalam hal ini, kenapa upaya untuk meloloskan Raja Johannes Manuel Manoppo tidak terjadi? Karena masyarakat terutama pendukung raja ini melihat Pemerintah Hindia Belanda dalam perlakuan kepada Raja ini tidak dipecat dan masih tetap sebagai raja( dan tidak seperti yang terjadi pada Raja Salomon Manoppo yang langsung dipecat terus ditahan ke Ternate dan selanjutnya dibuang ke Afrika Selatan) dan apabila praktek penangkapan yang diikuti sekaligus dengan pemecatan kepada Raja Salomon Manoppo kembali diterapkan oleh Pemerintah india Belanda kepada Raja Johannes Manuel Manoppo maka dengan serta merta perlawanan rakyat untuk meloloskan raja ini dan menentang Pemerintah Hindia Belanda akan terjadi.
Bukti Pemerintah Belanda tidak memberlakukan pemecatan seperti pada Raja Salomon Manoppo kepada Raja Johannes Manuel Manoppo dapat kita lihat pada W. Dunnebier tahun 1984 halaman 63 yang berbunyi : “Pria ini berturut-turut selama sepuluh-duabelas tahun(pasca penangkapan Raja Johannes Manuel Manoppo = Terjemahan penulis berdasarkan data yanga ada) dirangsang oleh lemahnya pemerintahan kita-Belanda, mengambil sikap menuruti kemauan sendiri sesuai pembawaan tabiatnya, menimbulkan kerusuhan bagi rakyat dan penghinaan terhadap kekuasaan Belanda. Ia membentuk suatu kelompok perampok yang diberikuasa membunuh dimana saja mereka menemui perlawanan, dan melakukan petualangannya menjalar sampai di Minahasa, antaranya empat tahun lalu negeri Bigar (baca Poigar) tempat diperbatasan Minahasa diserang dan merampoknya”.
Bukti Pemerintah Hindia Belanda tidak memecat Raja Johannes Manuel Manoppo dan hanya menahannya saja dapat kita lihat dalam W. Dunnebier tahun 1984 halaman 63 yang berbunyi : “Kepala pemerintahan sekarang dalam wilayah kita, mengakhiri perbuatan keterlaluan ini dengan tindakan penahanan pada Raja……………….” . Selama Raja Johannes Manuel Manoppo berada di pengasingan tugas-tugas raja dilaksanakan oleh Andi Abraham Panungkelan (yang merubah namanya dengan Abraham Sugeha) dari Wajo yang mana ayahnya adalah Andi Latae(tidak masuk dalam golongan mododatu Bolaang Mongondow) yang kawin dengan Bua’ Hontinimbang(putri dari Raja Egenus Manoppo) dengan pemerintahan maupun kontrol langsung maupun tidak langsung dari Pemerintah Hindia Belanda sehingga pada pemerintahan Abraham Sugeha kita bisa lihat bahwa nampak yang ditonjolkan adalah pemerintahan yang tidak resmi. Substansinya dapat kita lihat antara lainnya dalam W. Dunnebier tahun 1984 halaman 65 yang berbunyi :
“Mengenai pelantikan Raja ini, penulis = Dunnebier tidak dapat memberi tanggal resmi, tetapi beranggapan boleh mengatakan, bahwa pelantikan itu dilakukan pada tahun 1880” di sini kita bisa lihat kekeliruan W. Dunnebier yang tanpa mengetahui dengan jelas terus langsung mendaulat Abraham Sugeha sebagai raja yang dalam tulisan ini dikatakan sebagai pendapat orang awam disamping juga W. Dunnebier dekat sekali secara pribadi dengan Raja D. C. Manoppo yang notabennya adalah “cucu menantu” dari Abraham Sugeha itu sendiri sehingga secara phsikologis W. Dunnebier juga tidak berani mengungkapkan kenyataan bahwa Abraham Sugeha bukan raja tetapi sebagai pelaksana tugas pemerintahan( dapat kita lihat bersama dimana Abraham tidak pernah mewariskan kedudukan Raja kepada keturunan-keturunannya tetapi pemerintahan Abraham dalam arti bukan sebagai Raja karena pemimpin pemerintahan adalah jabatan Jogugu atau Perdana Menteri) dan posisi Raja tetap dipeggang oleh keturunan Manoppo(pada saat itu yaitu tidak lain adalah menantu dari Abraham Sugeha yang bernama Raja Ridel Manuel Manoppo) karena raja yang resmi yaitu Raja Johannes Manuel Manoppo berada dalam tahanan di Jawa walaupun masih resmi menjabat sebagai Raja Bolaang Mongondow.
Hal ini dapat juga kita lihat dalam W. Dunnebier tahun 1984 halaman 63 yang berbunyi : “Diharapkan, bahwa pemerintahan yang ada sekarang seluruhnya akan dipulihkan, apa yang telah rusak dalam tahun-tahun terakhir”. Disini bukan ditulis “pemerintahan raja baru” tetapi “pemerintah baru” yang dalam konteks kepangkatan Mongondow adalah yang melaksanakan tugas-tugas pemerintahan di bawah kekuasaan raja seperti Perdana Menteri atau Jogugu. Di lain sisi Abraham Sugeha tidak punya kontrak resmi dari Belanda sehingga otomatis pula tidak dinobatkan sebagai raja dalam pengangkatan secara adat karena kontrak yang diberikan oleh Pemerintah Hindia Belanda harus didahului oleh pengangkatan raja secara adat dan kedua segi ini tidak pernah disandang oleh Abraham Sugeha.
Sebagai bukti dalam berbagai literatur Belanda termasuk W. Dunnebier sendiri tidak pernah menyebutkan kontrak resmi Pemerintah Hindia Belanda kepada Abraham Sugeha. Dalam W. Dunnebier tahun 1984 pada bagian LAMPIRAN I halaman 104 dalam bagian @+ 33@ dimana status Abraham Sugeha sengaja tidak dijalaskan sehingga benar-benar tidak dikatahui oleh masyarakat awam atau masyarakat di luar istana atau di luar lingkungan kerajaan bahwa Abraham Sugeha bukan raja tetapi sebagai pelaksana tugas-tugas raja dalam pemerintahan(yang biasa dijabat oleh Jogugu atau perdana menteri) dan bukan sebagai raja. Abraham Sugeha melaksanakan tugas-tugas raja dalam pemerintahan sampai putra Raja Johannes Manuel Manoppo yang bernaman Ridel Manuel Manoppo sudah siap untuk dilantik menjadi raja sebagai pengganti Raja Johennes Manuel Manoppo karena berdasarkan pengalaman pemerintah Hindia Belanda mengasingkan Raja Salomon Manoppo sekaligus menurunkannya dari kedudukan raja dimana apabila raja yang diasingkan langsung diberhentikan maka akan memancing timbulnya instabilitas dalam lingkungan kerajaan antara lainnya saling merebut jabatan raja.
Dengan memberikan kesempatan kepada Andi Abraham Panungkelan(Abraham Sugeha) menjadi pelaksana tugas raja(CARETAKER) dalam pemerintahan seperti Jogugu(perdana menteri atau pelaksana tugas pemerintahan) agar tidak terjadi perebutan kekuasaan antar kaum bangsawan karena pemerintah Hindia Belanda beralasan bahwa selama periode pengasingan tidak ada pergantian raja dan pengganti raja nanti terjadi pada pelantikan Ridel Manuel Manoppo menggantikan ayahnya Raja Johannes Manuel Manoppo berkuasa sejak dilantik tahun 1862 sampai tahun 1893 Masehi. Di sini dapat menjelaskan kepada kita perihal pelaksana tugas pemerintahan oleh Andi Abraham Panungkelan atau Abraham Sugeha tidak merupakan pengganti raja. Abraham Sugeha bukan berarti mengambil alih jabatan raja tetapi hanya sebagai pelaksana tugas pemerintahan karena secara resmi jabatan raja tetap berada pada Raja Johannes Manuel Manoppo.
Apabila ada yang menyebut Abraham Sugeha adalah raja sebaiknya dibiarkan saja karena itu adalah pendapat orang awam, sedangkan menurut pihak Pemerintah Hindia Belanda raja yang definitif dan sah adalah Raja Johannes Manuel Manoppo dan hal ini tidak perlu kita perdebatkan dan yang penting sudah kita ketahui bagaimana pergeseran kekuasaan raja Bolaang Mongondow dari Raja Johannes Manuel Manoppo kepada Raja Ridel Manuel Manoppo. Bersambung ke tulisan yang berjudul “KEKELIRUAN PENYATUAN NAMA RAJA DAMOPOLII ATAU DATU KINALANG DALAM SEJARAH(RALAT II)”.
SUMBER DATA : Berdasarkan karya-karyanya W. Dunnebier sendiri; “Mododatu In Bolaang Mongondow Dan Pembatasan Penulisan Sejarah Untuk Kepentingan Penguasa Era Penulis W. Dunnebier”; dan lainnya. Untuk konvirmasi data-data sejarah atau hikayat maupun daftar silsila keturunan Raja-Raja Bolaang Mongondow atau Para Datu Binangkang(Raja-Raja Loloda’ Mokoagow)
No comments:
Post a Comment