Keris, di
pulau Jawa khususnya, memiliki tahapan / jaman yang mempengaruhi bentuk keris.
Sejak jaman purbakala hingga saat ini keris menemukan bentuknya yang
bermacam-macam dan penuh dengan makna spiritual yang dalam dibalik pembuatannya. Orang-orang
jaman sekarang akan semakin rumit bila mempelajari keris secara satu per satu,
karena memang banyak sekali terkandung makna di dalam masing-masing keris.
Pada jaman
sekarang, komunitas perkerisan lebih suka menjelaskan perkerisan dengan cara mempelajari
bentuk-bentuk fisik keris, seperti dengan pengamatan pada fisik dapur keris, luk, pamor keris, dsb. Kita juga
dapat mempelajarinya dengan membaca buku-buku perkerisan, walaupun tetap perlu
adanya penjelasan dari orang yang lebih mengerti tentang perkerisan.
Secara
umum
orang berpendapat bahwa ada suatu trend / pakem pembuatan keris yang
diikuti oleh para empu dalam membuat keris, sehingga dianggap dari
bentuk-bentuk fisik kerisnya
dapat diketahui kapan keris itu dibuat, juga dapat diketahui fungsi /
tuahnya. Dengan kata
lain, orang berpendapat bahwa mereka dapat menilai sebuah keris dengan
cara mempelajari pakem tertentu yang diikuti oleh para empu pada
jamannya
masing-masing dalam membuat keris.
Sebagai
senjata
fisik, keris lurus berfungsi murni sebagai senjata tusuk dan sabet,
menjadi senjata yang diandalkan untuk menusuk dan merobek tubuh
lawannya. Dan seperti kebanyakan senjata tarung lainnya, racun pada
keris (warangan keris) akan sangat menyakiti lawan dan bahkan bisa
membunuhnya, walaupun hanya tergores sedikit saja.
Tidak demikian
dengan keris ber-luk. Keris ber-luk, selain sebagai senjata tusuk dan sabet, bentuk
luk-nya juga berguna dalam menahan dan menangkis senjata lawan, tidak mudah patah bila
berbenturan menangkis senjata lawan, dan menghasilkan luka yang lebih lebar dan lebih parah
bila berhasil menusuk lawan. Yang terakhir ini sering tidak disadari oleh
kebanyakan orang, karena secara filosofis jawa, hal demikian memang tidak
pantas diutarakan. Jadi oleh empu pembuatnya, bentuk luk keris memang sengaja dibuat dengan
tujuan lain yang tersembunyi, bukan hanya sebagai bentuk pemanis. Selain itu, bentuk luk keris juga menjadi pakem untuk menunjukkan makna spiritual kerisnya.
Bentuk
keris, lurus ataupun ber-luk, dapur keris dan pamor keris (pamor yang
sengaja dibuat, bukan yang terjadi dengan sendirinya dalam proses
penempaan logam keris), selain menggambarkan jatidiri keris itu sendiri,
juga oleh empunya dibuat untuk menggambarkan jatidiri / kepribadian si
manusia pemilik keris (si manusia pertama pemilik keris).
Berbagai
jenis keris pada dasarnya merupakan senjata yang bersifat pusaka (bernilai
pribadi secara psikologis bagi pemiliknya) dan menjadi senjata pamungkas dalam
penggunaannya. Dalam tulisan ini Penulis ingin menjelaskan sisi spiritual dari masing-masing
bentuk luk keris yang mungkin kita memiliki salah satunya, sbb:
|
Keris Lurus.
Jenis
keris
lurus adalah jenis yang sederhana dalam bentuknya pada awalnya. Namun
seiring perkembangan jaman bentuk lurusnya tidak lagi sederhana, karena
dihiasi dengan
bermacam-macam motif pamor, dapur keris dan hiasan, seperti pamor udan mas dan melati rinonce.
Dalam kategori keris lurus termasuk juga pusaka lain yang bentuknya tidak
mirip keris, tetapi dimasukkan dalam kategoti keris, seperti keris berdapur banyak angrem, keris dapur semaran atau keris yang berbentuk gunungan.
Jenis
keris
lurus mengandung sisi spiritual dalam pembuatannya sebagai lambang
kelurusan hati, kepercayaan diri dan mental yang kuat, keteguhan hati
pada tujuan dan sarana pemujaan
kepada Sang Pencipta. Sesuai sifat kerisnya itu, si pemilik keris
diharapkan selalu menjaga kelurusan dan keteguhan hati, tekun beribadah,
menjaga moral dan budi pekerti dan sikap ksatria.
Keris lurus juga diidentikkan sebagai lambang ksatria, ketulusan hati dan sikap setia pada tanggung jawab, dan menjadi sarana doa untuk menundukkan keilmuan orang-orang jahat, untuk membela kebenaran dan orang-orang yang tertindas. Banyak ksatria jaman dulu yang lebih memilih keris lurus daripada keris ber-luk.
Dalam ritual-ritual
pemujaan, selain si pemilik beribadah
kepada Yang Maha Kuasa, keris itupun
diberi sesaji dan doa sebagai sarana menyatukan kebatinan, menjadi satu
kesatuan kebatinan supaya doa-doa sang pemilik keris, bersama kerisnya,
dapat sampai kepada Yang Dipuja. Bagi pemiliknya, keris lurus berguna, selain sebagai
senjata dan pusaka, juga menjadi sarana untuk membantu dalam kerohanian.
Pada
masanya, keris bukan hanya menjadi senjata ataupun pusaka, tetapi juga
dianggap sebagai 'berkah' (wahyu) dari dewa kepada sang pemilik keris,
sesuai agama manusia pada masa itu. Karena itulah sang pemilik keris
akan benar-benar menjaga dan memelihara kerisnya, bahkan juga akan
meng-"keramat"-kannya, lebih daripada sekedar senjata atau pun jimat.
Pada
jaman sekarang ini, dibandingkan jenis keris ber-luk, biasanya jenis
keris lurus masih memberikan satu rangkaian tuah yang lengkap. Rangkaian kesatuan tuah yang lengkap ini jarang sekali didapatkan dari keris-keris ber-luk pada jaman sekarang ini. Dalam pemeliharaannya, dibandingkan keris ber-luk, biasanya keris lurus lebih banyak menuntut untuk sering diberi sesaji.
Biasanya ketajaman energi gaib keris lurus dapat dirasakan ketika ujung kerisnya diarahkan kepada seseorang. Secara
umum, walaupun bentuknya lebih sederhana, namun keris lurus memiliki kegaiban
dan wibawa yang lebih kuat dan lebih wingit dibandingkan keris ber-luk. Selain itu, karena wibawa
kegaibannya yang kuat, banyak keris lurus, terutama yang dulunya dibuat di Jawa Tengah, sebenarnya adalah Keris Tindih.
|
Keris Luk 1.
Dalam
pembuatannya, keris ber-luk 1 memiliki makna sebagai sarana untuk membantu
pemiliknya mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa dan membantu supaya
keinginan-keinginan si pemilik dapat lebih cepat tercapai, misalnya keinginan
dalam hal kekuasaan, kepangkatan dan derajat.
Angka
1 merupakan lambang harapan dan karunia kesejahteraan, kemakmuran dan
kemuliaan. Dibandingkan keris lurus, keris ber-luk 1 lebih menandakan
kekuatan hasrat duniawi manusia yang ingin dicapai.
Biasanya
keris ber-luk 1 mengeluarkan hawa aura yang agak panas dan sifat energi yang
tajam. Kebanyakan dibuat untuk tujuan kesaktian, kekuasaan dan wibawa.
|
Keris Luk 3.
Makna
spiritual dalam pembuatan keris ber-luk 1 dan 3 hampir sama, yaitu
sebagai lambang kedekatan manusia dengan Sang Pencipta, dan juga sebagai
sarana membantu mempercepat tercapainya keinginan-keinginan sang
pemilik keris.
Dibandingkan
keris ber-luk 1, keris ber-luk 3 lebih menonjolkan keseimbangan antara
kehidupan kerohanian dan duniawi manusia, keseimbangan antara sisi
spiritual dan jasmani, kemapanan duniawi dan batin dalam menjalani kehidupan di dunia.
Dibandingkan keris ber-luk 1, kegaiban di dalam keris ber-luk 3 lebih dapat menyesuaikan diri dengan kondisi psikologis si manusia pemilik keris. Hawa aura energinya juga biasanya lebih halus dan lembut. |
Keris Luk 5. Contoh keris pulanggeni luk 5.
Pada jaman
kerajaan dahulu di jawa, keris-keris
ber-luk 5 hanya boleh dimiliki oleh raja, pangeran dan keluarga raja,
dan para bangsawan yang memiliki kekerabatan atau memiliki garis
keturunan raja, bupati dan adipati. Selain mereka, tidak ada orang lain
yang
boleh memiliki atau menyimpan keris ber-luk 5.
Demikianlah aturan yang berlaku
di masyarakat perkerisan jaman dulu. Keris
ber-luk 5 hanya boleh dimiliki oleh orang-orang keturunan raja dan bangsawan kerabat kerajaan, memiliki kemapanan sosial dan menjadi pemimpin di masyarakat. Dengan kata lain, keris ber-luk 5 disebut juga Keris Keningratan.
Biasanya
keris-keris ber-luk 5 dibuat untuk tujuan memberikan tuah yang menunjang wibawa kekuasaan dan supaya pemiliknya dicintai / dihormati banyak orang. Keris-keris
jenis ini diciptakan untuk menjaga wibawa dan karisma keagungan kebangsawanan / keningratan,
dihormati dan dicintai rakyat / bawahan, dan menyediakan kesaktian yang diperlukan untuk menjaga
wibawa kebangsawanan itu.
Selain keris-keris ber luk 5, yang tergolong dalam jenis keris keningratan adalah pusaka-pusaka
yang dahulu menjadi lambang kebesaran sebuah kerajaan / kadipaten /
kabupaten, yang hanya patut dimiliki oleh seorang raja, adipati, dan
bupati jaman dulu atau keturunan mereka yang masih membawa sifat-sifat
dan derajat leluhurnya itu. Selain itu, yang tergolong dalam jenis keris keningratan adalah keris-keris berdapur nagasasra yang hanya patut dimiliki oleh seorang raja dan anggota keluarga raja, dan keris-keris berdapur singa barong untuk kelas di bawahnya, yaitu untuk adipati / bupati dan keluarganya.
Sesuai tujuan awal pembuatannya yang hanya untuk dimiliki oleh kalangan ningrat, pada jaman sekarang pun keris-keris ber-luk 5 mengsyaratkan manusia
pemiliknya adalah seorang keturunan bangsawan. Jika pemiliknya adalah
orang yang tidak memiliki garis keturunan bangsawan, maka keris-keris
itu hanya akan diam saja, pasif, tidak memberikan tuahnya.
Pada jaman sekarang jenis keris keningratan ini masih memberikan satu rangkaian tuah yang lengkap, yaitu tuah kesaktian dan wibawa kekuasaan, jika, dan hanya jika, keris-keris itu dimiliki oleh orang-orang yang sesuai dengan tuntutan kerisnya.
Keris-keris yang bertuah keningratan dan kebangsawanan, misalnya keris-keris ber-luk 5, keris berdapur nagasasra atau singa barong, mengsyaratkan seorang pemilik yang memiliki garis keturunan ningrat / bangsawan, sesuai tujuan keris itu diciptakan. Keris-keris itu akan menjadikan manusia pemiliknya tampak elegan, berwibawa dan penuh karisma keagungan. Jika sudah terjadi keselarasan, keris-keris itu akan membantu mengangkat derajat pemiliknya kepada derajat yang tinggi dan kemuliaan.
Tetapi jika persyaratan kondisi status pemiliknya tidak terpenuhi, maka keris-keris itu hanya akan diam
saja, pasif, tidak akan memberikan tuahnya dan tidak menunjukkan penyatuannya, karena pribadi pemiliknya tidak sesuai dengan peruntukkan kerisnya.
Keris-keris
ber-luk 5 dan keris-keris keningratan lainnya,
biasanya hanya akan diam saja, pasif, tidak memberikan tuahnya dan tidak
menunjukkan penyatuannya dengan pemiliknya jika si pemilik keris bukan
keturunan ningrat dan tidak menghargai keningratan. Kondisi tersebut
menjadikan keris-keris ber-luk 5 dan keris-keris keningratan lainnya
sebagai keris-keris khusus yang tidak
semua orang cocok memilikinya dan tidak semua orang bisa mendapatkan
manfaat dari keris-keris itu.
Biasanya keris-keris ber-luk 5 lebih banyak menuntut untuk diberi sesaji dibandingkan keris lurus dan keris ber-luk lainnya.
Baca juga : Keris Keningratan.
|
Keris Luk 7.
Angka 7 adalah lambang kesempurnaan illahi.
Keris
ber-luk 7 terutama diperuntukkan bagi orang-orang yang menganggap hidup
keduniawiannya sudah sempurna, sudah cukup, sudah tidak lagi mengejar
keduniawian untuk kemudian lebih menekuni hidup kerohanian.
Keris
ber-luk 7 dibuat untuk tujuan kemapanan
kerohanian / kesepuhan, dimaksudkan untuk dimiliki oleh raja atau keluarga raja yang sudah
matang dalam usia dan psikologis atau yang sudah mandito dan untuk para tokoh kesepuhan di masyarakat.
|
Keris Luk 9.
Keris
ber-luk 9 juga dibuat untuk tujuan kemapanan kerohanian dan kesepuhan. Dikhususkan untuk
dimiliki oleh para pandita atau panembahan dan para sesepuh masyarakat.
Selain memberikan tuah keselamatan, kerohanian, keilmuan
dan perbawa kesepuhan, jenis keris ini biasanya mengeluarkan hawa aura yang sejuk.
|
Keris Luk 11.
Contoh Keris dapur Nagasasra luk 11.
Keris
ber-luk 11, mungkin awalnya dibuat untuk mendobrak kemapanan / pakem pembuatan
keris pada jamannya, mengingat angka 11 tidak mempunyai makna tertentu dalam
budaya jawa.
Keris
ber-luk 11 biasanya memiliki pembawaan yang teduh, tidak angker, tetapi
dibalik keteduhan itu terkandung suatu energi gaib yang tajam yang siap
menembus pertahanan perisai gaib lawan.
Contoh
keris
ber-luk 11 adalah Keris Sabuk Inten dan Keris Sengkelat yang terkenal
sakti dan banyak dibuat tiruannya. Keduanya memiliki pembawaan yang
teduh, tidak angker. Tetapi
dibalik keteduhan itu terkandung suatu energi gaib yang tajam yang siap
menembus pertahanan perisai gaib lawan, apalagi bila ujung kerisnya
diarahkan kepada seseorang.
Awalnya Keris Sengkelat luk
11 memang membingungkan banyak orang karena tidak sesuai dengan
kebiasaan
/ pakem keris yang umum. Selain karena jumlah luk-nya yang 11, keris ini
juga berwarna hitam gelap, tidak mengkilat dan tidak berpamor (keleng).
Namun karena kesaktiannya yang sangat tinggi, keris
ini kemudian banyak dibuat turunannya / tiruannya (tetiron), yaitu yang
disebut keris-keris berdapur sengkelat.
|
Keris Luk 13.
Contoh Keris ber-luk 13.
Angka
13
dalam budaya jawa mempunyai makna yang jelek, yaitu kesialan, musibah
atau malapetaka.
Pembuatan keris ber-luk 13 dimaksudkan dengan kesaktian dan wibawa
kekuasaannya keris itu menjadi penangkal kesialan atau tolak bala. Keris ber-luk 13 biasanya
dibuat untuk tujuan kesaktian dan wibawa kekuasaan.
Contoh keris ber-luk 13 yang
terkenal
adalah keris Nagasasra yang bersifat penguasa, pengayom dan pelindung.
Aura wibawa keris ini sangat kuat. Aura wibawanya menunjang kewibawaan
pemiliknya supaya disujuti banyak orang dan wataknya sebagai pengayom dan pelindung akan selalu melindungi orang-orang yang berlindung kepadanya.
Keris
Nagasasra dan Keris Sabuk Inten adalah sepasang keris yang menjadi
lambang kebesaran kerajaan Majapahit. Dan ketika kerajaan Majapahit
berakhir, pemerintahan berpindah ke kerajaan Demak, sepasang keris ini
kemudian diboyong ke Demak dan dijadikan lambang kebesaran kerajaan Demak.
Kedua
keris ini memiliki kesaktian yang setingkat dan sifat-sifat karakter
kedua keris ini saling melengkapi. Pada masanya, banyak orang, terutama
adalah para penguasa daerah, seperti kadipaten dan kabupaten, yang
menginginkan memiliki sepasang keris tersebut, sehingga kemudian sepasang keris tersebut banyak dibuat keris-keris tiruannya, yaitu keris-keris berdapur nagasasra (atau berdapur naga), dan keris-keris berdapur sabuk inten.
Beberapa
di antara keris-keris tiruan sepasang keris tersebut dibuat berdapur
nagasasra tetapi ber luk 11, atau berdapur sabuk inten tetapi ber luk
13. Sengaja dibuat demikian oleh empunya dengan tujuan untuk
menggambarkan bahwa keris yang hanya sebuah itu karakter gaibnya sama dengan perpaduan karakter sepasang keris nagasasra dan sabuk inten.
|
Keris-Keris ber-luk lebih dari 13.
Mengenai
keris-keris ber-luk
lebih dari 13, Penulis tidak menemukan makna tertentu dari maksud
pembuatannya yang dapat dikategorikan secara seragam. Jadi tidak ada
maksud
spiritual tertentu dalam pembuatannya yang bisa dijadikan patokan untuk
menilai secara umum keris-keris ber-luk lebih dari 13. Mungkin jenis
keris-keris ini sengaja dibuat
bentuknya demikian sebagai variasi dari keris-keris yang sudah ada.
Kebanyakan keris-keris jenis ini dalam penggunaannya lebih
banyak dijadikan sebagai keris simpanan saja, hanya menjadi koleksi
perbendaharaan pusaka, apalagi yang panjang kerisnya lebih dari 1 meter,
yang kebanyakan tujuan pembuatannya adalah untuk menjadi benda souvenir
atau hadiah / persembahan kepada kerajaan sahabat (Keris Ageman).
|
Dalam kategori keris lurus di atas termasuk juga pusaka lain yang bentuknya tidak
mirip keris tetapi sering disebut sebagai keris, seperti keris dapur banyak angrem, keris dapur semaran atau keris yang berbentuk gunungan. Keris-keris
tersebut biasanya bentuk dan ukurannya kecil / tanggung. Selain itu
juga banyak keris-keris lain, yang lurus maupun yang ber-luk, yang
bentuk ukurannya kecil dan pendek seperti pisau, tidak sebanding ukurannya dengan keris-keris yang umum.
Contoh Keris Taji Ayam.Contoh mata tombak berdapur banyak angrem koleksi Museum Pusaka Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. Seringkali benda-benda kecil tersebut sebenarnya bukanlah jenis keris, tetapi adalah mata tombak yang biasanya dulunya diberi gagang pendek. Jika tidak sedang digunakan untuk berperang, biasanya benda-benda tersebut diberi gagang pendek dan sarung kayu dan dibawa bepergian dengan diselipkan di balik baju sebagai senjata dan sarana perlindungan gaib. Ada juga sejenis keris jawa yang bentuknya kecil tipis seperti pisau melengkung yang biasa disebut Keris Taji Ayam. Bentuknya mirip dengan senjata tradisional dari pulau Sumatera, dikenakan dengan diselipkan di pinggang depan (di depan badan). Umumnya jenis keris ini bersifat khusus untuk kesaktian, untuk langsung digunakan bertarung. Jenis keris ini mulai muncul sesudah berkembangnya agama Islam di Jawa. Contoh Keris Taji Ayam ini adalah sebuah keris jawa yang dulu dibuat di Jawa Barat untuk seorang spiritualis Cirebon pada jaman kerajaan Pajang. Contoh Keris Sajen koleksi Museum Pusaka Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. Untuk keperluan ritual keagamaan / kerohanian ada jenis keris khusus yang disebut keris sajen. Biasanya bentuk garapannya sederhana tidak seperti keris-keris pada umumnya. Ukurannya kecil dan panjangnya hanya sejengkal tangan atau lebih sedikit. Ada yang lurus, ada juga yang ber-luk. Ganja-nya menyatu dengan badan kerisnya (ganja iras). Gagangnya juga dari besi menyatu dengan badan kerisnya, bukan dari kayu, biasanya berbentuk kepala dan wajah manusia atau kepala dan wajah mahluk halus yang menyeramkan. Keris-keris jenis ini biasanya dipergunakan di dalam acara ruwatan, sedekah desa, bersih desa, atau acara pembersihan / pemberkatan pembukaan lahan baru untuk bertani atau untuk tempat tinggal, sebagai sarana memindahkan mahluk-mahluk halus yang berwatak jelek dan mengganggu manusia. Setelah pembacaan doa dan sesaji, mahluk-mahluk halus itu dipindahkan ke dalam keris-keris sajen tersebut dan kemudian dilarung di sungai yang airnya mengalir. Pada ritual-ritual yang dilakukan secara pribadi biasanya keris sajen dilarung dengan cara dikubur di dalam tanah dan di atasnya ditanam sebuah pohon sebagai tanda lokasi menguburnya. Bertahun-tahun kemudian, atau pada masa sekarang, kadangkala ada orang menemukan keris sajen di sungai atau di bawah pohon atau terselip di antara batang pohon. Tetapi, janganlah anda memiliki dan memelihara jenis keris sajen ini, walaupun jenis keris ini sekarang banyak juga diperjual-belikan, karena mungkin keris-keris itu berisi mahluk-mahluk halus yang dulunya menjadi pengganggu manusia. |
Tulisan
dalam halaman ini adalah mengenai spiritualitas keris pada saat
pembuatannya yang ditentukan oleh bentuk lurus atau luk keris yang
merupakan lambang spiritualitas dasar dari sebuah keris.
Bentuk lurus atau luk sebuah keris merupakan lambang spiritualitas dasar
dari sebuah keris, tetapi bentuk lurus atau luk sebuah keris bukanlah
satu-satunya lambang spiritualitas dasar dari sebuah keris. Lambang
spiritualitas dasar lainnya adalah bentuk dapurnya. Bentuk dapur
keris lebih mudah untuk dijadikan patokan menilai karakter sebuah keris,
tetapi bentuk dapur keris terlalu banyak variasinya untuk dijelaskan
satu per satu.
Dengan demikian bentuk keris, lurus atau berluk, dan
dapur keris merupakan lambang spiritualitas dasar sebuah keris, dan ini
berlaku untuk keris-keris asli, yang bukan keris tiruan atau turunan.
Untuk keris-keris
tiruan atau turunan, biasanya lambang spiritualitasnya mengikuti
perpaduan antara makna dapur keris, jumlah luk-nya, dan gambar pamornya.
Pada keris-keris tiruan / turunan, seringkali
ada keris yang memiliki bentuk lurus atau luk dan dapur tertentu,
tetapi sisi spiritualitasnya tidak sesuai dengan spiritual keris seperti
diuraikan di
atas. Bentuk
lurus atau luk dan dapur tertentu dari keris tiruan / turunan
seringkali adalah pesanan khusus dari si pemesan keris, bukan asli hasil
kreasi daya cipta sang empu keris. Dengan demikian, pada keris-keris tiruan / turunan, lambang-lambang spiritualitas dasar di atas seringkali tidak berlaku.
Karena
itulah, seringkali menilai karakter gaib sebuah keris dengan cara
melihat bentuk fisik kerisnya saja akan sering menjadi tidak akurat.
Apalagi menilai karakter keris hanya dengan melihat gambar pamor keris,
yang biasanya terbentuk secara tidak direncanakan oleh sang empu keris,
sehingga tidak selalu menggambarkan karakter keris yang sesuai dengan
tujuan keris itu dibuat. Begitu juga dengan kinatah yang seringkali
adalah pesanan khusus dari si calon pemilik, bukan asli hasil daya cipta
sang empu keris.
Contohnya,
seorang bupati / adipati memesan sebuah keris berdapur sengkelat kepada
seorang empu keris. Jika si pemesan keris itu dalam kesehariannya tidak
aktif membela kebenaran dan menolong yang tertindas, maka sifat orang
itu tidak sesuai dengan watak keris sengkelat. Sang empu keris, yang
mengetahui karakter orang si pemesan keris tersebut, sekalipun kerisnya
berdapur sengkelat, tidak akan mendatangkan gaib keris yang berkarakter
sama dengan gaib keris sengkelat. Begitu juga gaib-gaib keris, yang
mengetahui karakter orang si pemesan keris,
sekalipun kerisnya berdapur sengkelat, tidak akan
datang gaib keris yang karakternya sama dengan gaib keris
sengkelat. Mungkin yang kemudian datang adalah gaib keris yang
berkarakter
sama dengan keris pulanggeni atau singa barong, yaitu untuk
kebangsawanan / keningratan.
Dengan
demikian walaupun fisik kerisnya berdapur sengkelat, tetapi watak
kerisnya tidak sesuai dengan watak keris sengkelat. Lagipula, mungkin
keris berdapur sengkelat tersebut akan diberi banyak hiasan mewah sesuai
status si pemesan, yang jelas akan tidak sesuai dengan kesederhanaan
watak ksatria keris sengkelat.
Begitu
juga bila ada seorang saudagar kaya yang memesan untuk dirinya sebuah
keris berdapur nagasasra. Sang empu keris yang mengetahui status dan
kepribadian orang tersebut mungkin tidak akan mendatangkan gaib keris
yang berkarakter sama dengan keris Nagasasra. Begitu juga gaib-gaib
keris, yang mengetahui karakter orang si pemesan keris,
sekalipun kerisnya berdapur nagasasra, tidak akan
datang gaib keris yang karakternya sama dengan gaib keris nagasasra.
Meskipun keris yang kemudian dibuat oleh sang empu untuk saudagar kaya
tersebut adalah keris yang berdapur nagasasra, tetapi keris tersebut
mungkin karakternya akan memancarkan kewibawaan status derajat dan
kewibawaan kejayaan perdagangan (kerejekian), bukan status derajat dan
kewibawaan kekuasaan pemerintahan atau kebangsawanan.
Mengenai bentuk-bentuk
fisik keris, bentuk dapur dan pamor keris, dsb,
apalagi pada keris-keris tiruan / turunan, seringkali bentuk fisik
keris itu bukanlah asli kreasi sang empu keris, kebanyakan adalah bentuk pesanan
dari si calon pemilik
keris, sehingga seringkali bentuk fisik kerisnya tidak sejalan dengan
perwatakan gaib isi kerisnya, walaupun tidak banyak orang yang menyadarinya.
Karena itu seringkali Penulis terpaksa harus melihat dulu satu per satu
keris-keris tersebut untuk lebih dapat mengetahui sisi kegaiban dan
perwatakan kerisnya. Lagipula kondisi kegaiban dan tuah sebuah keris
pada masa sekarang ini mungkin tidak lagi sama persis seperti ketika
pertama
kali keris itu dibuat, karena kegaiban kerisnya akan menyesuaikan
dirinya dengan karakter dan kehidupan manusia pemiliknya yang sekarang.
|
Sumpah Palapa: Maha Pati Gajah Mada Berkata: "Jika saya telah mengalahkan pulau-pulau lain, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika saya telah mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa".
Thursday, January 9, 2014
Spiritual Keris Lurus dan Keris Luk
Labels:
Keris
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment